"Kanina..."
"Apa, Za?"
"Kapan kita bisa ketemu?" tanyanya sedikit manja. "Kangen. Dari awal pandemi kan kita nggak ketemu."
Masih menatapnya dari layar laptop, aku hanya diam tanpa memberi jawaban. Permintaan itu bukan sekadar pertemuan biasa, tapi lebih dari itu.
***
Rutinitas hari ini masih berlangsung seperti biasa. Mengajar via daring kepada mahasiswa selama satu setengah jam ke depan. Tentu, ditemani juga oleh Irza. Jika sebelumnya ketika kegiatan selesai aku dan dia akan berbincang sejenak, tapi kali ini berbeda. Aku sedikit tak enak badan dan memilih untuk mengakhiri percakapan ini.
Malamnya Irza menghubungiku lewat aplikasi chat karena tahu bahwa seharian ini aku sama sekali tak mengabarinya. Aku mengerti dia khawatir, tapi hanya ini yang bisa aku lakukan untuk memulihkan diri, yaitu menghindar darinya. Meski aku tahu, akan selalu dipertemukan hampir setiap hari ketika ada jadwal mengajar. Jadi, apakah usaha ini sia-sia?
Semakin hari Irza sadar bahwa ada yang berbeda dari diri ini. Ia menelepon berulang kali namun tak kuangkat. Sampai akhirnya, aku menyerah. Mendengar suara itu lagi yang sejujurnya kurindu.
"Kamu kalau ada masalah cerita. Masa cuma diam gini aja?" katanya dari seberang telepon tanpa basa-basi.
"Aku nggak apa-apa. Cuma butuh waktu sendirian. Nggak akan lama."
"Ini pasti ada sesuatu dan berhubungan sama aku. Ayolah."