Perpustakaan sekolah menjadi tempat yang wajib dikunjungi oleh Alva dan Faris di waktu istirahat. Suasana di sana sepi, tidak seperti kantin yang saat ini pasti sedang dipenuhi oleh siswa-siswi berseragam putih abu. Maka ketika ada seseorang masuk ke sini, kehadirannya akan disadari oleh pengunjung perpustakaan lain. Faris yang semula terpaku pada layar ponsel kini sedikit kaget ketika perempuan seusianya masuk juga ke sini. Ia beranjak mencari Alva. Ketemu. Laki-laki berkacamata itu sedang membaca buku tebal di rak sebelah kiri sambil berdiri.
"Ada Stefani, Al!" seru Faris setengah berbisik.
Refleks Alva membuatnya menutup buku dan menyimpannya di tempat semula. Dari sudut rak yang cukup jauh dari tempat Stefani duduk saat ini, diam-diam Alva memperhatikan perempuan itu. Rambut panjangnya, paras cantiknya, juga kecerdasannya yang selalu jadi perwakilan sekolah untuk olimpiade.
"Udah, samperin aja sana," kata Faris setengah mendorong Alva.
Alva yang semula ragu kini perlahan membawa langkahnya mendekat ke arah Stefani yang sedang membaca buku fiksi. Dengan keringat dingin yang mulai bercucuran serta detak jantung yang bisa didengarnya sendiri, Alva memberanikan diri berdiri di depan perempuan itu.
"Ha-hai, Stef," kata Alva gugup. Ia masih berdiri, sedangkan lawan bicaranya tetap duduk menatapnya dengan sedikit bingung.
"Hai, Al."
"Minggu depan ada ulangan Ekonomi, kan? Udah belajar?"
Kini Setefani benar-benar bingung oleh ulah anak ini. Tapi ia berusaha untuk tetap tenang.
"Aku kan kelas IPA, Al. Ini udah awal semester dua, dan kamu lupa kalau kita beda jurusan?"
Saat itu juga rasanya Alva ingin meledakkan dirinya sendiri. Sementara itu dari kejauhan Faris menatap teman sekelasnya itu dengan perasaan miris.