Lima menit kemudian seseorang datang, mengecup kening Reina dengan lembut di depan Rayan. Dua laki-laki itu saling jabat tangan dan menyebutkan nama sebagai tanda perkenalan yang singkat. Tidak lama setelah itu, Reina pamit dengan menggandeng mesra tangan laki-laki tersebut.
"Saya duluan ya, Pak Banyu. Salam untuk Rayan."
Punggung Reina dan calon suaminya itu perlahan menjauh dan menghilang dari pandangan Banyu. Setidaknya ia mengerti sekarang bahwa menjadi asing adalah pilihan yang terbaik, terutama untuk menjaga perasaan pasangan masing-masing.
***
"Hari ini kamu nginep di rumah Papa aja. Tadi Mama juga udah kasih izin, kok," kata Banyu ketika ia dan anaknya dalam perjalanan pulang setelah acara Pensi tadi.
"Yes! Udah lama juga rasanya nggak nginep di sana."
Tidak apa-apa bukan hari ini saja ia menghabiskan waktu bersama anak semata wayangnya ini? Ya meskipun hak asuh anak sudah ditetapkan pengadilan bahwa Rayan akan dirawat dan dibesarkan oleh ibu yang melahirkannya.
Sementara itu di sisi lain pada waktu yang sama, Reina menerima telepon dari seseorang. Ia mengangkatnya sambil berbaring di kasur dengan kondisi wajah tertutup oleh sheet mask.
"Ada apa, Prasetyo?"
"Besok pura-pura jadi pacar aku, ya. Males nih ketemu keluarga besar. Pasti ditanya kapan kawin terus."
"Dadakan banget sih. Besok aku ngajar sampai sore."