Mohon tunggu...
Gilang Ramadhan
Gilang Ramadhan Mohon Tunggu... Penulis - Bachelor of Education in Indonesian Language and Literature, Indraprasta University, Jakarta

Omon-omon puisi dan sekenanya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lalu Lintas Kenangan

29 Desember 2024   20:07 Diperbarui: 29 Desember 2024   20:07 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pedestrian. Sumber: Pexels.com/Pawel L.

1

Di kamar mandi kos, aku mencuci tangan kiri, airnya mengalir perlahan, berkarat seperti atap tua. Leherku basah, dingin seperti angin di halte tengah malam, sementara bayangan lampu jalan menari di dinding. Aku makan nasi bungkus sisa semalam, asin sambal kacang mengingatkanku pada peluh ibu.

2

Di bawah jembatan stasiun Manggarai, aku menyentuh jam dinding usang di kios reparasi. Pemiliknya menggumamkan lagu dangdut, suaranya patah-patah, seperti ingatan tentang hari ketika hujan membuat banjir datang, menghanyutkan langkah kecilku. Aku membeli rokok eceran, tapi tak pernah menyalakannya.

3

Di pinggiran Blok M, di antara kios majalah tua, aku menemukan buku puisi yang sudah lelah: halaman-halamannya lusuh, penuh bekas tangan orang lain. Aku merasa seperti tahu lebih sedikit tentang hidup dibandingkan mereka yang meninggalkan tulisan kaki di pinggirnya. Aku membaca sampai matahari jatuh di gedung-gedung kaca.

4

Langkahku membawa ke pasar malam yang gaduh, di mana anak kecil menjajakan balon berbentuk bintang. Aku memegang satu balon, ringan, melayang, seperti mimpi-mimpi yang sering kukejar di antara macetnya Jalan Sudirman di Senin pagi. Balon itu lepas, terbang menuju langit yang penuh kabel.

Baca Juga: Pneumatik Jakarta

5

Sebelum tidur, aku melihat Jakarta dari jendela kecil kamar. Lampu-lampu kota berkelap-kelip seperti isyarat Morse, mungkin pesan dari masa lalu yang lupa kubaca. Aku berpikir tentang jalanan yang kulewati, tentang suara klakson, gemuruh kereta, dan hujan. Di balik semua itu, aku hanya ingin pulang ke diriku sendiri.

6

Di halte tua Senen, aku duduk dengan plastik kresek hitam, di dalamnya hanya baju kotor dan harapan yang rapuh. Angkot berhenti, supirnya melirik seperti mengenalku, tapi aku diam, tak naik, tak bergerak. Aku lebih suka menunggu, mungkin sesuatu, mungkin seseorang yang tak pernah tiba.

7

Di perempatan Kuningan, lampu merah menyala lama, pengamen kecil memetik gitar dengan senar yang hampir putus. Lagunya tentang hujan, tentang rindu yang terjebak macet. Aku memberinya receh, lalu menatap langit kelabu, menyadari bahwa hari ini hujan hanya akan jatuh di dalam diriku. Di sana, tak ada payung, hanya genangan.

8

Di pasar ikan Muara Baru, bau laut menempel di kulit, aku menyentuh timbangan tua, licin, penuh sisa garam. Para pedagang berbincang seperti ombak, naik turun, aku mendengar mereka, tapi tak paham artinya. Aku membeli ikan yang sudah mati sejak pagi, seperti harapan yang kutitipkan pada hari-hari yang berlalu.

9

Di terminal Kampung Rambutan, suara-suara bercampur, teriakan calo seperti burung gagak di kabel listrik. Aku memandangi bus penuh debu, kursi-kursinya pengap seperti kenangan lama yang tak pernah dibersihkan. Tapi aku tetap naik, tak peduli tujuannya: hanya ingin jauh, lebih jauh dari apa yang kutinggalkan.

10

Sebelum subuh, aku berjalan di gang sempit, pintu-pintu rumah tertutup, hanya anjing liar yang terjaga. Aku menatap lampu neon yang bergetar, hampir padam, seperti kota ini, seperti aku. Di ujung jalan, ada cermin kecil pecah di pinggir trotoar, aku melihat diriku di sana, terpotong-potong oleh garis waktu yang retak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun