untuk Guru
(1)
Di depan meja kayu penuh coretan,
lilin-lilin kecil menyala,
api mereka menari, mencari arah
di antara bayang-bayangku.
Aku, yang membawa peta lusuh,
sering lupa jalan pulang.
(2)
"Kita belajar cahaya," kataku,
tapi lilin di tanganku hampir padam.
Asapnya menari pelan,
mengejek angan-angan yang kubawa.
Mereka menatapku, mata kecil penuh tanya;
aku hanya menjawab dengan senyum hampa.
(3)
Kupintal kekuatan dari kata-kata,
"Jadilah sungai yang tak pernah lelah,"
tapi kakiku terperosok lumpur.
Aku ingin terbang bersama mimpi mereka,
namun sayapku berkarat, rapuh oleh angin waktu.
(4)
Aku ajarkan cinta,
pada daun yang jatuh tanpa dendam,
pada langit yang memeluk semua hujan.
Tapi cintaku sering tertinggal,
di balik pintu yang lupa kubuka.
Mereka mendengar,
tapi apakah merasakan?
(5)
Di tengah kelas sunyi, aku berdiri,
bersandar pada bayanganku sendiri.
"Tuhan," bisikku, "jadikan aku angin
yang tak tampak tapi menggerakkan,
biarkan mereka melihat cahaya,
meski aku hanya sebuah bayangan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H