Mohon tunggu...
Gilang Ramadhan
Gilang Ramadhan Mohon Tunggu... Penulis - @dampstain

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Fragmen di Bawah Pohon Kapas

20 November 2024   13:05 Diperbarui: 20 November 2024   13:06 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bunga Kapas. (Sumber: Pixabay/Pexels.com)

Di Bawah Pohon Kapas

Di sini, angin danau menyapa wajahku,

di antara pohon kapas yang diam,

aku mendengar suara burung yang tak tampak,

menyusuri jejak waktu yang tersisa di tanah basah.

Papan jalan di bawah kaki,

angkat aku sedikit lebih tinggi dari rawa,

seakan mengingatkan---kita selalu lebih dekat

dengan tanah yang kita pijak.

Peta Kota yang Lupa Diperhatikan

Lima puluh meter dari pesisir pantai,

di tepian yang tak tampak di peta kota,

gundukan tanah dan pasir mengingatkan aku

pada pelabuhan yang tak lagi terisi.

Kota ini seperti pohon yang tumbuh sendiri,

menyemai kenangan di tanah yang sudah terlalu lama dilupakan,

sungai yang mengalirkan lumpur---dalam diam,

pada yang terlupakan dari sejarah.

Burung yang Tak Tampak

Burung itu tidak menunjukkan wajahnya,

hanya suara yang berbisik dari kejauhan,

menyusup di antara suara lonceng dan kapal,

suara yang aku coba ingat, tapi tak pernah berhasil.

Dunia ini seperti itu---tersembunyi,

di antara kenangan yang tak lagi kita kenal,

mereka tetap berteriak,

meski kita tak pernah tahu.

Akar yang Menggenggam Tanah

Akar pohon ini menggerogoti batu,

mencengkeram tanah yang keras---

menyerah pada waktu yang tak peduli.

Mereka tidak tahu tentang masa lalu

yang tercatat di batu-batu ini,

hanya tahu bahwa mereka harus tumbuh,

meskipun tepi dunia sudah bergeser.

Kita belajar hidup dalam sisa-sisa itu.

Kita yang Menghitung Langkah

Di jalan papan ini, kita berjalan bersama,

tiga langkah, senyap, seperti orang asing yang saling mengerti,

mengangguk dengan cara kita,

seperti kita sudah mengenal satu sama lain.

Di dunia yang semakin jauh, kita bertanya---

apakah kita bagian dari cerita ini,

atau hanya bayangan yang melintasi ruang,

mencari tempat di dunia yang terlupa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun