Mohon tunggu...
Gilang Prasetyo
Gilang Prasetyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama saya gilang prasetyo ajie/Hobi membaca novel/Saya menyukai sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peranan Seniman Mural pada Masa Revolusi Fisik di Yogyakarta (1945-1949)

3 Juni 2022   00:31 Diperbarui: 3 Juni 2022   00:36 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Revolusi (1945-1949) merupakan sebuah zaman yang menceritakan tentang perjuangan rakyat Indonesia demi mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah di proklamirkan oleh Soekarno dan Moh. Hatta. Perjuangan demi perjuangan telah dilakukan oleh masyarakat seluruh Indonesia, tidak terkecuali masyarakat Yogyakarta.

Sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada masa Revolusi 1945-1949 merupakan suatu periode yang sangat penting bagi seluruh masyarakat Indonesia. 

Zaman Revolusi ini merupakan zaman yang paling cemerlang dalam sejarah bangsa Indonesia, hak-hak Indonesia akan kemerdekaan ditunjukan oleh besarnya perjuangan serta pengorbanan para masyarakat Indonesia. 

Revolusi inilah yang menjadi tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan merupakan suatu kisah sentral dalam sejarah Indonesia melainkan merupakan suatu unsur kuat di dalam persepsi bangsa Indonesia itu sendiri. 

Diawali dengan disiarkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Peristiwa ini di sambut dengan baik oleh seluruh kalangan masyarakat bangsa Indonesia, berita tentang tersiarnya proklamasi kemerdekaan ini mulai menyebar melalui radio-radio,Koran, dan juga dari mulut ke mulut rakyat Indonesia. Demikian pula berita proklamasi kemerdekaan ini terdengar keseluruh daerah-daerah di Indonesia tidak kecuali terdengar pula di Yogyakarta.

Dengan dikumandangkannya Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, terjadilah kesibukan yang sangat rahasia  dan hati-hati di kantor berita "Domei" Jakarta. Dimana para petugas disana sedang berusaha agar berita baik ini dapat disiarkan ke seluruh penjuru tanah air. Berita tentang di kumandangkannya Proklamasi ini ternyata berhasil diterima oleh kantor berita "Domei" Yogyakarta. 

Pada mulanya berita menggembirakan ini akan segera disiarkan, akan tetapi karena pada masa itu Yogyakarta masih di duduki oleh Jepangdan kemudian Jepang melarang penyiaran berita proklamasi kemerdekaan tersebut.

Akan tetapi karena berita Proklamasi kemerdekaan itu sudah diterima para petugas di kantor "Domei" yang terdiri dari bangsa Indonesia yang berjiwa Nasionalis, maka secara sembunyi-sembunyi dari mulut ke mulut akhirnya dapat disebarluaskan, terutama karna pada saat itu bertepatan pada hari jumat yang bertepatan dengan umat Islam melaksanakan Ibadah di masjid, makakesempatan ini dapat dimanfaatkan oleh para petugas kantor berita Domei dan berhasil di sebarkan ke beberapa Masjid-masjid besar dan Masjid Pakualan. 

Peristiwa kemerdekaan tersebut tidak berjalan dengan mulus, dikarenakan pada bulan September 1945 datang pasukan sekutu dan NICA yang mulai melakukan pengrusakan, kerusuhan, terror, dan pembunuhan terhadap masyarakat yang berjiwa Nasionalis. Kemudian pasukan sekutu ini menganggap bahwa mereka masih memiliki kepentingan atas Indonesia dan akan mulai memulihkan suatu rezim kolonial yang menurut keyakinan mereka yang telah mereka bangun selama 350 tahun. 

Dengan kegaduhan yang dilakukan oleh sekutu dan tentara NICA ini akan mengancam jalannya pemerintahan terganggu dan Ibukota Indonesia terancam. 

Berdasarkan kondisi yang tidak memungkinkan Ibukota Jakarta untuk menjalankan aktifitas pemerintahan, maka atas perhatian pemerintah daerah istimewa Yogyakarta terhadap pemimpin-pemimpin Republik Indonesia itu rupanya mendorong Presiden Soekarno dan Perdana Mentri Syahrir dalam siding cabinet yang terjadi pada tanggal 3 Januari 1946 memutuskan untuk memindahkan Ibukota ke Yogyakarta.

Semangat revolusi ini juga terlihat dalam jiwa-jiwa para seniman lukis untuk ikut berpartisipasi dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Revolusi bukan hanya milik para angkatan bersenjata dan para politikus sajar. 

Pada bulan-bulan awal kemerdekaan Indonesia, kolaborasi antara pelukis dan pejuang merupakan hal yang lazim kala itu, misalnya, para pelukis di Jakarta dibawah arahan Sudjojono ikut membantu propaganda proklamasi melalui poster-poster dan mural, tidak hanya Sudjojono adapula Affandi yang membuat poster propaganda untuk menyemangati para pejuang-pejuang di daerah. Atau Hendra Gunawan yang ikut berpartisipasi di front Karawang-Bekasi dan membawa pulang puluhan sketsa peristiwa perang.

Euforia di daerah Jakarta dan Jawa Barat mulai sedikit meredup kala ibukota berpindah ke Yogyakarta, Para seniman lukis ikut pula berpindah dari Jakarta memindahkan kegiatannya ke Yogyakarta. 

Di Yogyakarta para seniman ini tidak hanya membuat poster dan mural perjuangan saja, akan tetapi mereka juga mendidik para seniman-seniman muda agar ikut berpartisipasi memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun