Mohon tunggu...
Gilang Nurhuda
Gilang Nurhuda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

im happy when im not happy and im more happy when im happy

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Integritas Moral Profesi Hukum Berbasis Spiritual Islam

27 Oktober 2021   20:50 Diperbarui: 27 Oktober 2021   20:50 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

islamindonesia.id 

Menurut Lawrence W Friedman baik buruknya sistem hukum di suatu tempat terpengaruh oleh tiga unsur, yaitu: 1) substansi hukum, 2) struktur hukum, 3) budaya hukum. Ketiga unsur tersebut sangat dipengaruhi oleh manusia itu sendiri.

Manusia selain menjadi hamba bagi Tuhannya, manusia juga dipercayakan oleh Tuhan sebagai makhluk paling sempurna yang memegang amanah sebagai khalifah atau wakil untuk mengurusi segala sesuatu yang ada di Bumi ini.

Kelebihan dan keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk lain adalah pada moralnya. Pada moral manusia menemukan hakekat kemanusiaannya.

Piaget mendefinisikan moral sebagai dorongan kuat yang baik serta patuh terhadap peraturan-peraturan yang diikuti dengan tanggung jawab yang obyektif dan berkaitan erat dengan peraturan- peraturan yang sudah pasti.

Quid leges sine moribus 

Hukum tidak bermakna jika tidak dijiwai oleh moralitas

Spiritualitas merupakan komponen potensial dalam mencegah kemerosotan moral yang terjadi saat ini. Khususnya dalam bidang profesi hukum, dimana sebenarnya profesi hukum memiliki nilai tinggi secara fungsi karena profesi hukum adalah pilar untuk mencapai keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sangat didambakan oleh seluruh masyarakat di Negeri ini.

Tetapi sangat disayangkan bahwa pada realitanya sebagian besar masyarakat menganggap bahwa profesi hukum sebagai lintah yang menghisap nadi keadilan dan merenggutnya dari masyarakat. Bahwa stigma hukum bisa diperjual-belikan, hukum bisa dinegosiasikan, hukum hanya ganas terhadap masyarakat kecil masih melekat dalam pikiran masyarakat.

Pikiran masyarakat tersebut terbentuk dari banyaknya kasus yang dilakukan para profesi hukum yang tidak bermoral dan melukai rasa keadilan masyarakat. Seperti aksi penyiksaan yang dilakukan oknum polisi untuk memaksa terduga tersangka mengaku bahwa dirinya yang melakukan kejahatan. 

Di Kejaksaan banyak kasus korupsi yang hanya dituntut hukuman rendah. Di lingkup peradilan banyaknya transaksi jual beli kasus yang bahkan menyeret oknum-oknum di Mahkamah Agung. Bahkan pengacara sekalipun yang notabene bukan institusi negara juga melakukan aksi-aksi nakal juga.

Padahal aturan yang mengatur moralalitas telah dikristalisasi menjadi aturan yang tertulis yang disebut dengan kode etik.

Kode etik sendiri merupakan aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika umum (common sense) nilai menyimpang dari kode etik. 

Dengan demikian kode etik adalah refleksi dari apa yang disebut dengan "self control", karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok profesi.

Salah satu teori dalam psikologi motivasi kerja adalah teori reaktivitas. Dalam teori ini, seseorang akan meningkatkan kinerja mereka ketika mereka merasa sedang diawasi. Dalam setiap institusi sudah pasti ada komisi pengawasan dengan apapun itu namanya.

Tetapi kelemahan dari pola pengawasan berbasis orang dan posisi adalah tingkat konsistensi dalam hal terjadi masalah dengan petugas pengawasan. Etos kerja menurun seiring dengan masalah yang telah mengganggu pengawas. Tidak adanya kesadaran internal dalam diri untuk menjalankan tugasnya. Kesadaran dari supervisor fisik lebih kuat sebagai katalis untuk kinerja. Dari keadaan ini, spiritual seseorang menjadi dimensi penting untuk menarik keterlibatan kerja secara serius dan berdampak.

Dari permasalahan terebutlah muncul alernatif solusi yaitu dengan mengandalkan pendekatan secara spiritual. Spiritualitas merupakan komponen potensial dalam mencegah kemerosotan moral yang terjadi saat ini. Penekanan baru pada spiritualitas ini adalah ketidakmampuan strategi kode etik positivistik untuk menghadapi beberapa masalah yang muncul dalam profesi hukum.

Dalam agama Islam terdapat konsep yang disebut insentif spiritualitas, yaitu pahala kesenangan rohani di akhirat bagi orang yang berkomitmen terhadap amanah orang di dunia. Sebaliknya, bagi siapa saja yang menghianati amanah, khususnya amanah masyarakat, akan mendapatkan sanksi spiritual yang pedih di akhirat.

Sistem insentif spiritual mengajarkan bahwa malaikat ikut serta dalam pengawasan setiap perilaku manusia dalam bentuk mencatat setiap perbuatan baik dan buruk. Sistem insentif spiritualitas ini memunculkan kerangka konsep dari pengawasan batin.

Tepat dan kuat pengawasan kinerja mempengaruhi kepatuhan profesi hukum terhadap aturan, sehingga menekan perilaku menyimpang. Islam memiliki sejumlah konsep tentang pengawasan kinerja berdasarkan nilai-nilai spiritualitas, sehingga dapat dirumuskan untuk proses pengawasan etika moral bagi para profesi hukum.

Konsep besar sistem pengawasan Islam didasarkan pada pengawasan batin, yaitu munculnya batin kesadaran tentang pengawasan Tuhan atas segala perbuatan manusia yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Semua tindakan manusia adalah tidak hanya terkait dengan tanggung jawab dunia, tetapi terkait juga dengan tanggung jawab di akhirat. 

Oleh karena itu, ketika seseorang bekerja tidak hanya diawasi oleh manusia tetapi juga diawasi oleh Tuhan yang akan menuntut tanggung jawab terhadapnya. Konsep inner-oversight akan membentuk rasa tanggung jawab kepada dan tidak akan mengkhianati amanah.

Dengan penerapan konsep inner-oversight diharapkan para aparat hukum memiliki perasaan diawasi bukan saja oleh manusia tetapi oleh Tuhan juga. Dengan tingginya spiritual aparat hukum maka akan memeberikan dampak positif bagi moralitas aparat hukum tersebut.

konsep-konsep tentang spiritualitas dapat dijadikan sebagai faktor dalam kegiatan pengawasan khususnya yang berkaitan dengan ajaran spiritualitas insentif, yang menekankan bahwa tugas yang dilakukan oleh seseorang tidak hanya akan dimintai pertanggungjawaban oleh manusia tetapi juga oleh Tuhan.

Semoga dengan penerapan konsep spiritual dalam hal pengawasan bisa membawa sitem hukum menjadi lebih baik secara substansi, struktur, maupun budaya. Agar cita-cita awal dari hukum itu sendiri bisa tercapai.

Quid leges sine moribus 

Hukum tidak bermakna jika tidak dijiwai oleh moralitas 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun