Mohon tunggu...
gilang mahardi
gilang mahardi Mohon Tunggu... -

movies

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus BOT Menara BCA, Perdata atau Pidana?

16 Maret 2016   12:25 Diperbarui: 16 Maret 2016   12:32 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

by: Gilang Mahardi

Menelaah kasus yang terjadi antara PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan PT PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI)/ PT Grand Indonesia (GI), sedikit ganjil apabila PT HIN mempermasalahkan kasus ini dan menyerahkannya kepada ranah hukum pidana. Penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) juga terus mendalami kasus kerjasama pemanfaatan lahan dengan sistem BOT tersebut.       

Tuduhan yang diajukan pihak PT HIN terhadap PT GI berdasarkan pada dugaan kecurangan dan pelanggaran surat kontrak kerja sama BOT yang dibuat pada tahun 2004. Dengan adanya pelanggaran tersebut, negara disinyalir mendapat kerugian hingga Rp 1,29 T. PT HIN menilai bahwa pihak Grand Indonesia telah menyalahi kontrak dengan membangun dua bangunan tambahan yaitu menara BCA dan apartemen Kempinski. Laporan yang diajukan oleh PT HIN kemudian berlanjut hingga kemudian ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).              

Bila kita mencari tahu lebih jauh, dalam setiap perjanjian bisnis kerja sama apabila kemudian mengalami kasus dimana terjadi kelemahan saat pembuatan kesepakatan, maka hal yang harus ditempuh adalah dengan membuat revisi terhadap perjanjian tersebut. perkara semacam itu merupakan wilayah hukum perdata. Lalu bagaimana sebuah kasus perkara perdata berubah menjadi tindak pidana? Hal tersebut dapat terjadi apabila terjadi tindakan penipuan sebagaimana diatur pada pasal 378 KUHP pada bab XXV tentang Perbuatan Curang (bedrog), yang berbunyi :

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palus atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang laiin untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

 

Berdasarkan rumusan tersebut, unsur-unsur dalam perbuatan penipuan adalah:

1.      Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum;

2.      Menggerakan orang untuk menyerahkan barang sesuatu supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang;

3.      Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun