Merasa dizalimi dan tidak puas dengan perlakuan PSSI, akhirnya Persebaya memilih mengikuti breakaway league bernama LPI yang digubah Arifin Panigoro bersama beberapa klub besar lain yang juga merasakan kekecewaan yang sama; Arema Indonesia, PSM Makassar, Persema Malang, dan Persibo Bojonegoro.
Pembangkangan ini pun membuat Persebaya dan klub yang membelot ke LPI dijatuhi sanksi. Di sini lah Persebaya tandingan lahir dengan dalih menyelamatkan muka sepak bola Surabaya di kancah nasional, tim ini berisi mayoritas pemain Persikubar Kutai Barat.
Dengan begitu, tim Persebaya yang diisi pemain Kutai Barat itu diakui secara resmi oleh PSSI pimpinan Nurdin Halid. Namun Bonek tak tinggal diam, mereka melakukan perlawanan secara masif.
Selain unjuk rasa, Bonek juga menunjukkan sikapnya dengan mengosongkan stadion saat Persebaya tandingan versi PSSI sekalipun tiket digratiskan dan mereka lebih memilih memadati stadion Gelora 10 November saat Persebaya 1927 bermain.
Keadaan berbalik kala Djohar Arifin terpilih sebagai ketua PSSI yang notabene disokong Arifin Panigoro pada 2011. Status LPI yang diikuti oleh Persebaya 1927 diakui dan dianggap resmi oleh PSSI. Sementara LSI yang dipertahankan oleh KPSI dianggap ilegal.
Tentu kondisi tersebut tak berlangsung lama, Roy Suryo melakukan islah terhadap dua kubu yang tengah berkonflik. Akhirnya lewat manuver ini orang-orang dibelakang layar LPI didepak dan hanya menyisakan Djohar Arifin sebagai ketum PSSI.
Dualisme tata kelola pasca 2013 pun satu persatu mulai pudar, namun bagi Persebaya 1927 mereka tetap menjadi tim antah berantah yang tidak diakui rezim PSSI dan dilarang mengikuti kompetisi juga turnamen di level nasional. Disaat bersamaan, Bonek terus memberi perlawanan dengan mengosongkan stadion, melipat spanduk dan syal untuk menyongsong kematian suri klub kebanggaan mereka.
Disisi lain, gelombang aksi demonstrasi yang dilakukan Arek Bonek 1927 pun semakin tak terbendung. Mereka terus bersuara dan mendesak PSSI menghapuskan cap ilegal pada klub kesayangannya. Pada kongres tahunan PSSI, Bonek hadir dan meminta Persebaya 1927 diakui.
Namun, desakkan tersebut tak langsung dikabulkan. Sebabnya PSSI dibekukkan oleh pemerintah pada 17 April 2015. Imbasnya, setiap keputusan termasuk hasil kongres biasa dan kongres luar biasa, dinilai ilegal.
Tak hanya pergerakan masif demonstrasi, kota Surabaya pun banjir spanduk, isinya tidak lain adalah beragam makian pada federasi. Perlawanan juga berlangsung di meja hijau, Dirut Persebaya, menggugat ke PN Surabaya. Namun demikian, perubahan situasi politik di PSSI dan desakkan di meja hijau tak mengubah Persebaya 1927.
Pada KLB Ancol 10 November 2016 Bonek kembali menggeruduk tempat kongres PSSI. Namun pihak PSSI berdalih bahwa proses membahas Persebaya 1927 dan dualisme klub lain prosesnya digagalkan dalam pemungutan suara. Dalih lain menyebut bila kongres tersebut bersifat pemilihan, bukan kongres tahunan. Artinya hanya khusus memilih ketum PSSI dan tak ada agenda lainnya.