Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Adakah Imbas Omnibus Law bagi Industri Sepak Bola?

11 Oktober 2020   11:41 Diperbarui: 11 Oktober 2020   15:30 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: Waspada Online)

Pertama, melarang adanya nilai transfer untuk pemain yang kontraknya sudah berakhir. Kedua, klub tidak berhak menahan pemain yang masa kontraknya selesai untuk mendapatkan kompensasi. Ketiga, menolak batasan pemain asing yang boleh bermain dalam satu pertandingan dalam satu pertandingan di liga-liga yang berjalan di bawah naungan UEFA.

Aturan Bosman ini sedikit banyak jadi alat bukti sahih bahwa para pemain sepak bola tak hanya terikat dengan UU yang berlaku di negara tempat dimana mereka bermain melainkan juga mereka terikat dengan aturan yang berlaku di komunitas dalam hal ini statuta FIFA.

Memang -- hingga artikel ini ditulis -- belum ada draft final Omnibus Law yang bisa di akses oleh publik secara luas. Namun demikian, apapun keputusan final tentang UU Ciptaker yang diambil alih Omnibus Law ini nantinya sedikit banyak akan berdampak pada perseroan-perseroan dan para stakeholder yang terlibat di industri sepak bola. Termasuk pemain.

Sebab, perseroan mesti tunduk pada UU Ketenagakerjaan. Termasuk gaji atau upah yang diterima pemain, pelatih, ofisial, atau pengurus. Berbicara upah, hal tersebut diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:

"Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh,"

Seperti kita ketahui bersama, selama ini hubungan kerja antara pemain sepak bola dengan klubnya berlandaskan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Namun sekali lagi pemain sepak bola tak bisa disejajarkan dengan buruh ekslusif yang dijabarkan Eko Nur Kristiyanto di atas, seperti media officer, admin klub, OB, satpam, dll. Karena pemain terikat pula dengan aturan FIFA.

Kembali pada kaitan Omnibus Law dengan industri sepak bola. Bukan upah saja yang bisa memengaruhi buruh ekslusif di perseroan klub. Melainkan juga aturan lainnya. 

Misalnya, andai ada perubahan di UU Ketenagakerjaan yang kini telah dirangkum dalam Omnibus Law tentang syarat tenaga kerja asing -- terlepas dari merugikan atau menguntungkan pekerja karena kita belum mendapat salinan final UU tersebut -- maka konskuensinya bisa ke pemain asing atau ofisial yang statusnya tenaga kerja asing yang mencari nafkah di industri sepak bola kita.

Semoga UU yang berhubungan dengan Ketenagakerjaan yang kini telah di take over oleh Omnibus Law bisa membawa perubahan positif di berbagai sektor industri. Tak terkecuali bagi industri sepak bola kita yang konon mulai tumbuh ke arah yang profesional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun