Urgensi AC Milan dalam mencari penerus Andriy Shevchenko dan Filippo Inzaghi belum juga usai. Duo nama itu menjadi duet tersubur Milan di San Siro pada masanya. Keduanya berhasil menghimpun lebih dari 300 gol. Terlepas dari keuangan Milan yang mengalami resesi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Nama besar Inzaghi atau pun Shevchenko kerap jadi beban bagi penyerang yang datang ke Milan. Tak lebih dari setengah lusin striker yang datang silih berganti, seperti Mario Balotelli, Carlos Bacca, Andre Silva, Andrea Pentagna, Gianluca Lapadula, Patrick Cutrone, Klaas Jan Huntelaar, dll.
Penyerang terakhir Milan yang tampil tajam adalah Zlatan Ibrahimovic pada musim 2011/12 dimana Ia berhasil mencetak lebih dari 20 gol di Serie A dalam satu musim sehingga tujuh tahun berselang, kala penyerang gaek itu menginjak usia 38 tahun, Ia kembali ditarik ke Milan.
Bersama Stefano Pioli, pria jangkung berpaspor Swedia itu membuktikan bahwa kualitasnya masih terjaga. Zlatan mencetak 11 gol dari 20 laga di semua kompetisi musim 2019/20 dan sukses membantu mengembalikan DNA Milan ke Eropa (baca: Liga Europa). Tak heran bila kemudian dia diganjar kontrak baru, namun demikian Zlatan tak lagi muda.
Berbicara jangka panjang, Milan mesti menyiapkan suksesor Zlatan yang lebih muda. Sementara jangka pendeknya, Zlatan yang memasuki usia senjanya tentu tak menjamin selalu fit setiap saat. Maka penting sekali Milan menyiapkan pengganti yang sepadan. Seperti situasi yang terjadi saat ini, ketika Zlatan diklaim terpapar Covid-19.
AC Milan yang selama periode transfer melakukan kalkulasi "mencari pelapis Zlatan saat Ia cedera/absen" juga tak membuahkan hasil. Luka Jovic yang masuk dalam radar direktur olahraga, Paolo Maldini, gagal diboyong.
Maka opsi terakhir adalah menggeser Rafael Leao atau Ante Rebic bermain lebih ke penyerang tengah dan mengandalkan para penyerang yang baru di promosikan dari akademi seperti Lorenzo Colombo dan Daniel Maldini. Pertanyaan berikutnya adalah apakah keduanya akan berhasil memanggul ekspetasi nama besar para pendahulunya.
Bukan saja terbebani oleh striker legendaris semacam Pippo, Sheva, atau Zlatan. Melainkan para pendahulunya seperti Angelo Colombo yang merupakan ayahanda dari Lorenzo Colombo maupun Paolo Maldini dan Caesar Maldini yang merupakan Ayah dan Kakek Daniel Maldini.
Lorenzo Colombo Mesin Gol Made in Vismara
Colombo memang terlahir 25 kilometer di luar kota Milan, tepatnya di kota Vimercate. Namun Colombo begitu mengenal Vismara (markas akademi Milan) sebabnya Ia terdaftar di akademi Milan sejak usia dini sehingga tak salah bila Milanisti melabelinya sebagai produk asli akademi Rossonerri.
Ganas. Begitulah narasi paling pas untuk menjelaskan Colombo dalam satu kata. Sebabnya bersama Milan U-19 dia menorehkan rataan gol yang fantastis yakni satu gol per 33 menit pada 2019/20. Dengan pertimbangan kualitasnya itulah di usianya yang baru menginjak 18 tahun Ia mulai dilibatkan dalam beberapa pertandingan bersama tim utama Milan dan diberikan kesempatan menimba pengalaman kepada sang mentor, Zlatan.
Colombo sebetulnya bisa pergi dengan akses "dipinjamkan" ke klub lain demi mendapat menit bermain yang lebih banyak. Namun, manajemen kadung mengikatnya dengan kontrak empat musim. Lagi pula, alasan bahwa Zlatan tak lagi muda menjadi penyebab utamanya. Milan tak hanya bermain di satu kompetisi saja. Musim ini pertandingan mereka lebih sibuk dari musim sebelumnya.
Donnarumma cs mesti menjalani tiga kompetisi secara langsung dalam satu musim, yakni Serie A, Coppa Italia, dan Liga Europa. Tentu tak mungkin Milan terus mengandalkan Zlatan seorang.
Sekilas perjalanannya sama seperti pemain muda lainnya. Selepas berhasil melewati berbagai tim level sekolah, Ia melakukan debut bersama Milan U-17 di usia yang lebih dini yakni 15 tahun. Tiga gol dari empat kali main bukanlah catatan yang buruk bagi seorang debutan berusia dua tahun lebih muda dari umur yang semestinya.
Musim berikutnya, torehan golnya mulai meningkat. Masih di tim yang sama, Colombo mencetak 11 gol dari 21 penampilannya di musim 2018/19 seraya mulai melangkahkan kakinya menuju tim Primavera Milan, atau U-19.
Colombo membereskan musim itu dengan pergi ke Euro U-17 bersama tim Azzurini. Ia menggapai klimaksnya kala bersua de oranje di partai puncak. Colombo mencetak dua gol meskipun kemudian Italia gagal meraih juara setelah wasit meniup peluit akhir saat papan skor menunjukan angka 4-2.
Doppietta di partai final Euro U-17 edisi Irlandia itu bikin harapan fans Milan melambung tinggi. Meskipun mengawali musim debutnya bersama tim Primavera Milan dengan hilir mudik ke ruang perawatan akibat cedera. Colombo tetap berhasil mencicipi laga perdana pada 19 Oktober 2019 kala menghadapi Cremonese. Primavera Milan tertinggal 1-0.
Namun, tidak butuh waktu lama untuk memanaskan insting golnya, 60 detik berada di lapangan Ia langsung membobol gawang lawan. Dan Ia membawa Milan unggul (2-1) 20 menit kemudian lewat gol keduanya.
Singkat cerita, 1 Februari 2019 Colombo diklaim mengalami cedera patah tulang metatarsal dan harus absen selama tiga bulan. Ia melewatkan Piala Dunia U-17 di Brasil. Namun Ia kembali lebih cepat kala timnya meladeni Citadella dengan mencetak hattrick.
Sementara itu, debut perdananya bersama tim utama yang dibesut Pioli terjadi pada 12 Juni 2020. Dia masuk menggantikan Lucas Paqueta di menit ke-82 kala meladeni Juventus di ajang Coppa Italia. Sejak saat itulah, Colombo terus bersama tim senior AC Milan sehingga Ia merasakan debutnya di Serie A kala Rosonerri menghempaskan Bologna 5-1 pada 18 Juli 2020.
Pada pramusim yang dilakoninya bersama Milan, Ia berhasil mengantongi 3 gol dari 3 laga yang dijalaninya. Penampilan impresifnya berlanjut di babak kualifikasi ketiga Liga Europa kontra FC Bodoe/Glimts. Ia mencetak 1 gol di menit ke-32 dan membawa Milan unggul 3-2.
Menurut Opta Paolo, Lorenzo Colombo menjadi pemain Milan termuda yang berhasil mencetak gol di semua kompetisi sejak M'Baye Niang melakukannya di Coppa Italia, Desember 2012. Saat mengkreasikan gol, Lorenzo Colombo berusia 18 tahun 200 hari.
Kini Colombo mulai dibandingkan dengan Christian Vieri dan dia diharapkan bisa menyamai kehebatan Gabriel Batistuta yang merupakan pemain paling di idolakannya sejak kecil.
Darah sepak bola yang diturunkan oleh ayahnya, Angelo Colombo, mengalir deras. Sejurus dengan ekspetasi fans Milan supaya sang anak mengikuti jejak ayahnya yang sempat menjadi andalan Milan selama tiga musim di era 1980-an. Meskipun keduanya benar-benar berbeda, termasuk perbedaan posisi bermain, Angelo sebagai gelandang dan Lorenzo sebagai penyerang.
Daniel Bisa Belajar dari Christian Maldini
Klan Maldini merupakan salah satu klan tersukses di sepak bola Eropa. Cesare Maldini (kakek), Paolo Maldini (ayah), dan Christian serta Daniel Maldini (anak). Kakek Daniel, Cesare Maldini, merupakan bek legendaris sekaligus kapten tim Milan yang berprestasi. Salah satunya mengantar Milan meraih gelar juara Piala Champions 1963. Selain itu, Cesar cukup sukses sebagai pelatih, termasuk kala menangani Timnas Italia.
Sementara sang Ayah, Paolo Maldini meneruskan jejak Cesare Maldini di Milan. Berposisi sama sebagai pemain belakang, Paolo berhasil mempersembahkan 7 gelar Serie A, 5 trofi Piala/Liga Champions bagi Rossonerri.
Kini generasi ketiga klan Maldini diwakili oleh Daniele Maldini. Saudara kandung dari Christian Maldini yang digadang-gadang akan meneruskan prestasi ayahnya. Daniel mengalami musim manis di tahun 2020 ini. Selain berhasil membawa promosi tim Primavera ke divisi teratas.
Ia juga sukses menjalani debutnya dengan seragam tim senior kala menghadapi Hellas Verona di Serie A pada Februari silam. Daniel juga masuk sebagai pengganti menit ke-65 di giornata pamungkas kala Milan bersua dengan Cagliari.
Daniele Maldini kemudian mendapatkan kepercayaan dari Stefano Pioli untuk mengikuti serangkaian laga pramusim. Pemain yang berposisi sebagai gelandang serang ini juga dipercaya tampil sejak menit awal saat berhadapan dengan Monza dan sukses menyumbang 1 gol 1 assist.
Progresnya yang menanjak itulah kemudian membuat berbagai spekulasi bermunculan. Media Italia, Tuttosports, menyebut Daniel berpeluang dipinjamkan ke klub lain di Serie B atau pun Serie C demi mendapatkan menit bermain yang lebih rutin. Namun hal demikian tak terwujud.
Lagi-lagi keberadaan Zlatan menjadi salah satu dasar paling kuat Daniel bertahan. Terlepas dari gagalnya Milan menambah amunisi lini serang di bursa transfer, Zlatan juga bisa dijadikan media paling tepat untuk menempa anak muda macam Daniel maupun Lorenzo.
Mungkin, Paolo juga banyak belajar dari manuver-manuver Christian Maldini yang lebih dulu berkarir daripada Daniel. Dimana sang kakak dari Daniel itu hanya menghuni tim Primavera Milan dan tak pernah menembus tim utama AC Milan sehingga Ia kini hanya bermain di Pro Sesto yang bermain di Serie D. Padahal secara posisi Christian sangat mirip dengan sang ayah. Lantas apa yang bikin anak sulung Maldini itu tak berkembang?
Paolo menceritakan apa yang terjadi pada putra tertuanya itu. Christian yang sempat bermain di Milan U-19 terlalu banyak dibebani ekspetasi, salah satunya terlalu banyaknya kamera yang menyoroti Christian.
"Saya melaluinya bersama anak tertua saya, Christian, yang sempat bermain bagi tim U-19 [Primavera]. Saya ingat laga pertamanya ketika ia masih berusia 8 tahun. Semua kamera televisi mengarah kepadanya. Saya tahu hal ini tak akan baik bagi si kecil," ungkap Paolo yang kini menjabat direktur olahraga di Milan. Seperti dinukil dari The Athletic.
Agaknya apa yang diutarakan Paolo memang benar, Daniel perlu dibiarkan buat berkembang tanpa dibebani ekspetasi berlebihan dari media atau publik. Tak mudah bagi Daniel untuk berada di Milan dengan bayang-bayang kesuksesan klan Maldini. Namun sejarah kelam sang kakak rasa-rasanya bisa memberikan Daniel perpekstif baru bagaimana seharusnya Ia bertahan di Milan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H