Menurut laporan PR, pertandingan final Ligina I 1994/95 itu merenggut 6 korban jiwa dan 20 lainnya cedera di Senayan, mayoritas yang meninggal adalah bobotoh yang tergencet karena sesaknya stadion malam itu.
Konon, salah satu pemicunya adalah kebakaran yang terjadi di ruangan dekat sektor 3 stadion. Insiden tersebut membuat kepanikan hingga menyebabkan sejumlah penonton berdesakan dan terinjak.
Sementara di Bandung sendiri, pertandingan ini sempat membuat beberapa ruas jalan sepi. Sebagai contoh Jalan Asia Afrika yang biasanya ramai dengan lalu lalang ribuan kendaraan saat malam pertandingan mendadak senyap. Namun demikian, rasa mencekam dan kesunyian itu hilang selepas wasit Zulkifli Chaniago meniupkan peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan.
Bobotoh yang memadati Stadion Utama Senayan langsung merangsek ke tengah lapangan. Mereka melampiaskan suka cita dengan memburu para pemain Persib. Hal demikian membuat Dede Iskandar cs tak sempat melakukan victory lap. Robby Darwis sebagai kapten tim naik ke podium untuk menerima penyerahan trofi dari Wakil Presiden RI, Try Sutisno.
Sementara itu, Bandung yang tadinya hening. Seketika orang-orang memecah keheningan tersebut dengan rangkaian pawai meriah di jalan-jalan utama Kota Bandung. Keesokan harinya pesta juara dilanjutkan saat tim Persib pulang ke Bandung. Alhasil, jalur Bandung -- Jakarta terutama jalur puncak lumpuh alias macet total.
Mastrans Bandung Raya Juara Ligina II
Selain Persib, klub Kota Kembang yang juga pernah bikin orang sunda bangga adalah Bandung Raya yang didirikan pada 17 Juni 1987. Debutnya di kompetisi Galatama musim 1987/88 memang bisa dibilang gagal untuk menyamai kualitas saudara tuanya, Persib. Sebab mereka terdampar di urutan buncit klasemen akhir.
Sepanjang periode 1987-1993 nyaris tak ada prestasi signifikan dari tim yang berbasis di UNI Bandung ini. Sementara di musim saat Persib juara Ligina I 1994/95, Bandung Raya menghuni posisi delapan wilayah barat. Masa keemasan Bandung Raya justru datang di bawah komando Brigjen TNI IGK Manila pada Ligina II 1995/96.
Perwira TNI AD yang saat itu tengah memimpin Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), di Jatinangor, Sumedang, itu punya rekam jejak mentereng di pesepakbolaan Indonesia sewaktu menjabat posisi manajer tim nasional SEA GAMES 1991 di Manila, Filipina. Ia sukses memawa pulang medali emas ke Indonesia.
Hal itu pula yang membuat Letjen TNI (Purn.) Suryatna Subrata yang merupakan mantan wakil gubernur Jawa Barat dan ketua KONI Jawa Barat sekaligus investor Bandung Raya mengajukan tawaran pada IGK Manila buat ikut membantunya.
Pada musim itu, dana menjadi kendala utama manajemen MBR untuk mengarungi kompetisi. Namun suntikan dana dari Masyarakat Transportasi (Mastrans) Indonesia membuat persoalan itu terpecahkan.