Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Milan Legendaris Vs Milan Modern, Pertandingan yang Tidak Dimenangkan

9 Maret 2020   13:02 Diperbarui: 15 Maret 2020   15:58 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paolo Maldini dan Zvonimir Boban. | Sumber foto: Sempre Milan.

Zvonimir Boban melepas jabatannya sebagai sekjen FIFA demi datang ke Milan pada Juni 2019 silam. Legenda Kroasia ini menerima mandat dari Elliott Management untuk mengisi kursi Direktur Olahraga yang baru saja ditinggal oleh Leonardo.

Bersamaan dengan itu, legendaris Milan yang lain datang. Paolo Maldini diberikan jabatan Direktur Teknik di Milan. Banyak yang mengira jika keputusan manajemen Milan sudah tepat. Sebab bagaimana pun, di Itali identitas tim masih sangat krusial.

Tak heran jika kemudian kombinasi dua direktur baru itu cukup mengapungkan harapan Milanisti. Sebab keduanya melambangkan Milan legendaris yang pernah sukses di masa lalu, tentu berbicara Milan kebelakang kita akan ingat Milan yang bergelimang prestasi. 

Namun dibalik itu semua, Elliott punya strategi lain. Perusahaan investasi dari Amerika Serikat itu ingin Milan lebih modern dengan mendaulat Ivan Gazidis sebagai bos baru Milan. Eks CEO Arsenal itu kini jadi tangan kanan Elliott dan mengusung Milan yang sehat secara finansial.

Kurang dari satu tahun, publik Milan terbelah menjadi dua kubu. Antara pendukung Milan Modern dan Milan Legendaris. Seperti yang telah diuraikan di atas, kita ketahui kedua kubu ini merujuk pada dualisme pimpinan Milan. Antara Boban-Maldini sang legendaris vs Gazinis yang melambangkan modernitas.

Kubu Milan modern berpikir jika identitas serta kultur Itali dan Milan tak penting lagi. Mereka menginginkan perubahan yang signifikan ditubuh Milan. 

Sedangkan kubu Milan legendaris punya persepsi sebaliknya. Ya, mereka ingin Milan lebih baik. Namun, kubu Maldini-Boban ini tak bisa melupakan sejarah masa lalu klub. Bukan sebagai kelompok yang alergi dengan hal-hal baru, mereka memegang teguh de-Italianization dan de-Milanization.

Terlebih lagi dua kubu pimpinan Milan juga tengah berseteru lewat pergantian pelatih. Gazidis menginginkan pelatih RB Leipzig, Ralf Rangnick untuk investasi pemain muda dan normalisasi keuangan Milan, manuver tersebut lebih ke mementingkan bisnis ketimbang prestasi. 

Sedangkan dua legenda menginginkan Stefano Pioli tetap di Milan menilik kinerjanya yang sejauh ini tak mengecewakan. Atau jika memang Pioli tak bisa melampaui target akhir musim, mereka menginginkan orang-orang yang sudah dekat dengan Milan seperti Massimiliano Allegri.

Jauh hari, sinyalemen keretakan antara bos Milan dengan dua legenda memang nyaring terdengar. Dalam strategi di lapangan, Gazidis ingin bertumpu pada proyek anak muda yang diharapkan bisa memproduksi pemain muda berbakat untuk tim.

Namun, Maldini dan Boban melihat hasil dari rencana itu berantakan. Bagaimana pun mentalitas anak muda perlu bimbingan dari 1-2 pemain senior. Untuk itu Zlatan Ibrahimovic, Simon Kjaer, dan Asmir Begovic didatangkan ke San Siro.

Kombinasi senior-junior akan terus diajukan oleh kedua Direktur beda meja itu dengan langkah awal memberi kejelasan kepada Ibrahimovic untuk perpanjangan kontrak. Termasuk kembali merekrut bek kawakan Thiago Silva. Sayang, jalur komunikasi dengan Elliott terputus.

Znovimir Boban Tersingkir
Boban begitu geram dengan manuver Gazidis yang ingin mendatangkan Ralf Rangnick ketika Pioli tengah berupaya keras membawa Milan lebih baik. Hak demikian cukup membuat ruang ganti menjadi tidak kondusif. Pria lulusan Universitas Zagreb itu berbicara ke La Gazzetta Dello Sport terkait yang terjadi di dapur Milan.

Suami Leonarda Boban itu menyebut Gazidis melangkahi wewenangnya, sebab Ia tidak membicarakan lebih dulu keinginan mendatangkan Ralf Rangnick. Padahal itu merupakan salah satu tupoksi seorang Direktur Olahraga dan Direktur Teknik. Boban dan Maldini merasa keputusan yang dibuat koleganya, Gazidis, sangat sepihak.

"Mereka telah sepakat dengan Rangnick pada bulan Desember. Aku berharap semoga dia beruntung, tapi mereka setidaknya harus memberitahuku tentang ini. Saya layak mendapat informasi ini," pekik Boban. Seperti dinukil dari Football Italia.

Meski Gazidis yang dianggap membelot kepada dua legenda Milan itu. Boban lah yang kemudian dipecat oleh klub. Sebab, Ia telah membuka ketidakondusifan tim kepada media. 

Sementara itu, pasca pemecatan yang tidak adil bagi dirinya. Boban akan melayangkan tuntutan kepada AC Milan. Ia akan menunjuk konsultan hukum yang pernah bekerja sama sewaktu dirinya masih aktif di FIFA. Sang legenda akan menuntut bayaran atas kontrak tiga tahun yang selesai begitu saja setelah berjalan sembilan bulan.

Boban Sebut Milan Diktator Seperti Korea Utara
Tak bisa ditampik, Boban dan AC Milan punya kenangan yang manis. Namun, pemutusan kontrak kerja di tengah jalan membuat hubungan keduanya memburuk. 

Baru-baru ini, Boban melancarkan serangan untuk tim yang pernah membesarkan namanya sebagai pemain. Ia menyebut Milan menerapkan kepemimpinan gaya diktator seperti Korea Utara.

"Saya tidak sadar bahwa kami berada dalam diktatorisme seperti di Korea Utara. Wawancara saya secara hukum sempurna dan tiba setelah banyak pertanyaan serta tuntutan untuk melakukan klarifikasi yang tidak dijawab," ungkapnya kepada  Il Giornale.

Pemecatan Boban juga bisa berimbas pada koleganya, Paolo Maldini. Pemilik nomor punggung 3 di Milan itu masih merasa keberatan dengan yang diputuskan Milan kepada Boban. Bisa saja Maldini ikut membelot bersama Boban. 

Sebab dalam beberapa hari ini, Ia tak terlihat di Milanello, pusat pelatihan tim AC Milan. Dan Gazidis pun tak segan untuk menjalankan tugas yang ditinggal kedua Direktur tersebut, dengan menyambangi pasukan Stefano Pioli kemarin.

Menilik persoalan yang terjadi di Milan. Pemecatan Boban bukanlah solusi permanen untuk menyelesaikan konflik dua kubu. Boban memang bersalah, namun Gazidis pun tak ada bedanya. 

Gazidis yang kini punya kuasa lebih, jabatannya sebagai CEO dan tangan kanan perusahaan Elliott bisa saja mengikis de-Milanization di Milan serta menjauhkan tim ini dari rongrongan para legendaris.

Sebab pikirnya, modernitas telah membuka pemikiran orang-orang Italia. Seperti misalnya, klub tetangga, Inter Milan, yang mulai berani menugaskan eks orang-orang Juventus seperti Beppe Marotta dan Antonio Conte. 

Meski Gazidis berada diatas angin untuk melanggengkan kuasanya. Namun pada akhirnya tidak akan ada yang menang dari pertandingan Milan legendaris vs Milan modern ini. Semua hanya merugikan tim itu sendiri.

Meski pahit untuk kubu manapun, penulis mesti katakan jika musim ini telah berakhir bagi AC Milan. Sebab disaat tim lain bertarung mendapat scudetto dan targetnya masing-masing. 

AC Milan malah berebut kekuasaan di internalnya sendiri. Hal demikian mulai tergambar pada pertandingan lanjutan Giornata ke-26. Milan dibungkam oleh Genoa dengan skor 1-2 pada Minggu (8/3), di San Siro.

Tuntas!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun