Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

November Rain

16 November 2018   22:27 Diperbarui: 16 November 2018   23:44 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika saya hendak menulis artikel ini, sejujurnya saya belum menemukan judul yang tepat. Hingga akhirnya lagu "November Rain" gubahan Guns N' Roses di ponsel memekakan telinga saya. November menyimpan kisahnya tersendiri bagi setiap insan. Tak terkecuali bagi dua kelompok supporter Jakmania dan Red Genk yang sudah sangat merindukan timnya meraih gelar juara.

Terakhir kali tim berjuluk Macan Kemayoran ini mengarak trofi di kota Jakarta adalah 17 tahun silam atau di musim Ligina VII tahun 2001, tepat satu tahun seusai PSM Makassar angkat trofi dimusim sebelumnya (1999/2000). Setelah era kejayaan tersebut, kedua tim mulai karam. Tak heran jika kemudian era kepelatihan Robert Rene Alberts (PSM) dan Stefano Cuggura (Persija) ini dijadikan momentum untuk mengembalikan nama besar klub. Alhasil, keduanya jadi kandidat terkuat juara musim ini.

Sayang, disaat momentum juara itu terbuka lebar atau setidaknya memangkas poin bagi anak-anak Jakarta dan memperlebar jarak bagi pasukan Ramang dari Makassar, mereka tak bisa memanfaatkan hal tersebut. Dalam pertemuan yang dilangsungkan pada sore tadi (16/11) di stadion Andi Matalatta, Makassar, hasilnya berakhir seri (2-2). Nama Jaime, A. Rachman (GDB/Gol Bunuh Diri), Zulham Zamrun, Rizky Pellu muncul di papan skor.

Sampai tulisan ini diturunkan, kedua tim masih kejar-kejaran poin di posisi 1 dan 2 klasemen sementara Liga 1 hingga pekan ke-31 (baca: pekan ke-29 bagi Persija). Dengan poin 54 bagi PSM dan 50 bagi Persija. Kendati demikian, hasil dari pertemuan kedua tim tersebut tak terlalu memengaruhi persaingan di papan atas. Bagi Pluim dkk, hasil ini cukup merugikan karena target dilaga ini adalah tiga poin demi membuka pintu juara.

Bulan November seperti mimpi buruk bagi Pinisi Merah. Bagaimana tidak, setelah terakhir kali berhasil melibas Persipura Jayapura pada (04/11) dengan skor 4-1. Tim bersutan pelatih berpaspor Belanda ini anti klimaks di dua laga terakhir yang berlangsung pada bulan November. Pertama saat dipermalukan oleh Persebaya Surabaya (10/11) dengan skor 3-0 dan terakhir lawan Persija dikandang sendiri (16/11) dengan skor 2-2.

PSM bisa dikatakan menghamburkan poin dalam dua laga tersebut. Sebab, di pekan sebelumnya/saat melawan Persebaya Surabaya kans untuk menjauh dari dua rivalnya -- Persija dan Persib -- terbuka lebar, Persib dikalahkan tim juru kunci PSMS Medan sedang Persija ditahan tim degradasi lain, PS TIRA. Disisi lain, PSM bertarung dengan kekuatan penuh.

Berbeda dengan dua rivalnya yang pemain kuncinya dipanggil Timnas dan beberapa terkena cedera/sanksi, tim asuhan Rene Alberts justru berkesempatan melibas para lawannya dengan formasi pemain yang utuh. Dengan kekuatan penuh seharusnya mereka bisa melewati fase November yang penghujan ini dengan ceria bukan malah termenung. Apalagi next match mereka masih akan menghadapi satu pertandingan berat melawan Bali United dalam guyuran hujan di bulan November ini. Jika dihitung dari poin maksimal, PSM telah kehilangan lima poin bulan ini.

Persija lebih kontras lagi. Di bulan oktober mereka mendapatkan 9 poin ketika mengalahkan Perseru Serui 2-1, Madura United 0-1, dan Persipura Jayapura 1-2. Bandingkan dengan bulan ini, anak asuh Teco tak dapat memaksimalkan pertandingan dengan poin penuh. Bahkan ketika meladeni lawan dengan status "medioker" dikandang sendiri. Padahal November merupakan bulan dimana Persija lahir, ada kesan positif di November tahun-tahun sebelumnya ketika tim kerap meraih kemenangan di bulan lahir Macan Kemayoran.

Adapun masalah jebloknya penampilan di bulan November ini tak lepas dari ketiadaan Riko Simanjuntak. Andai Teco tak punya plan B yang jitu untuk menutupi kelemahan taktiknya. Bisa dipastikan masa suram timnya bisa diperpanjang, sebab jika Timnas Indonesia lolos ke fase berikutnya Riko tak akan pulang hingga musim ini berakhir. Artinya? Desember Rain pun akan tetap menyedihkan.

Kesalahan Elementer Pemain PSM

Dalam dua pertandingan berturut-turut, dua bek tengah Juku Eja merugikan timnya sendiri. Pertama, saat Steven Paulle melakukan blunder "heading backpass" yang berujung pada gol Feri Pahabol sekaligus menjadi awal pesta gol tim Persebaya Surabaya dikandangnya. Kedua, giliran tandem dari Paulle yakni Abdulrachman Sulaiman yang melakukan gol bunuh diri saat melawan Persija Jakarta di Stadion Andi Mattalatta, Makassar.

Bukan saja masalah lini belakang, para pembunuh di kotak penalti pun mengalami hal serupa. Guy Junior, M. Rahmat, Ferdinan Sinaga, dan lainnya menurun ketajamannya. Jangankan mencetak gol, mengupayakan shot on target pun sulit. Hal tersebut imbas daripada menurunnya performa barisan lini kedua. Wiljan Pluim yang diplot sebagai perusak, kerap deadlock akibat agresifitas pemain lawan terhadap pergerakannya.

Secara taktikal, Coach Rene membagi timnya dalam dua bagian: lima pemain untuk menyerang dan sisanya bertahan. Pluim - Saldi - Guy Junior - M. Rahmat serta Mark Klok bagian menyerang. Sedang Zulkifli Syukur - Abd. Rachman - Paulle - Reva Adi serta Rizky Pellu termasuk dalam pemain yang ditugaskan menjaga kedalaman.

Namun, di hadapan 14. 896 penonton yang hadir sistem bertahan dan transisi tidak berjalan dengan baik, khususnya dibabak pertama. Seolah pelatih Rene Alberts mengintruksikan para pemainnya untuk menunggu Persija di areanya sendiri. Itu mengapa PSM tertinggal dua gol lebih dulu.

Dua bek jangkung PSM tak menyadari jika Persija punya skema set piece yang baik. Antara Abd. Rachman dan Paulle kerap terfokus pada Marko Simic, padahal Jaime, GDC, bahkan Renan Silva pun kerap mengancam lewat skema tersebut. Ada semacam gap di antara para pemain yang ditugaskan dibagian pertahanan, pendeknya tak ada komunikasi.

Hal tersebut terlihat dari kesalahan elementer kedua bek saat blunder melawan Persebaya dan gol bunuh diri lawan Persija. Selain itu, kebobolan 7 gol dalam 3 laga terakhir merupakan sebuah catatan tersendiri bagi pertahanan PSM. Kuncinya satu: tidak mengulang kesalahan-kesalahan kecil dari individu pemain itu sendiri.

Mengingat sekecil apapun kesalahan pemain bertahan sulit diampuni -- apalagi berujung gol -- ditambah dalam momen krusial seperti ini. Secara tak langsung, kesolidan lini belakang membuat pemain-pemain yang masuk dalam bagian skema menyerang pun akan terpengaruhi sisi ketenangannya dalam menggunakan naluri pembunuh di zona defense lawan.

Tactical Foul Teco yang Menghabisi PSM dan Persija Sendiri

Stefano Cuggura membawa jawaban atas kebuntuan permainan yang terjadi semenjak ditinggal Riko Simanjuntak ke Timnas. Macetnya kran gol di lini depan yang ditempati tridente Marko Simic -- Renan Silva -- Novri Setiawan dalam skema bola jalan/open play di beberapa pertandingan terakhir sedikit tertutupi dengan skema bola mati di Makassar.

Dalam hal penguasaan bola (58%:42%), tembakan (22:3), sampai sepak pojok (11:1) Persija boleh kalah dari sang tuan rumah. Tapi, soal efektifitas tentu saja Ismed cs lebih baik. Paling kentara soal memanfaatkan bola mati, semua gol yang diciptakan Persija ke gawang Rivky Mokodompit buah dari skema free kick.

Foto dikutip dari PSM Stats.
Foto dikutip dari PSM Stats.
Teco mencoba plan B: tactical foul. Hal tersebut terlihat dari jumlah pelanggaran yang diciptakan PSM yang mencapai angka 19 di pertandingan ini. Novri Setiawan, Renan Silva, dan Marko Simic jadi aktor utama dalam taktik ini. Novri jadi pemain yang paling sering dilanggar dan terjatuh. Bahkan kedua gol dari Persija tersebut dimulai dari free kick hasil dari upaya Novri merangsek di sektor kanan.

Sayang tactical foul dari Teco hanya bisa menghabisi PSM di babak pertama saja. Sandi Darma Sute cs seolah masuk dalam perangkap strategi Rene Alberts dibabak kedua. Pembiaran dengan menerapkan strategi zona -- bukan man marking yang biasa diperagakan dengan pressing 1v1 -- dibabak pertama ternyata upaya dari strategi Rene melihat permainan Persija/pendeknya menunggu.

Di babak kedua, pemain Persija sudah kehabisan tenaga akibat berakselerasi untuk tujuan dijatuhkan lawan selama 45 menit awal, Rene memukul mundur keagresifan sayap-sayap Persija dengan memasukan pemain dengan naluri menyerang lebih baik. Diawali dengan Ferdinan Sinaga menggantikan Guy Junior dan Zulham Zamrun mengganti Saldi di menit ke-50.

Hasilnya, lini per lini lebih didikte oleh PSM sehingga aktor yang memeragakan tactical foul di Persija pun dialih tugaskan ke lini belakang seperti Sandi Sute, Ismed Sofyan, Rezaldi, hingga Gunawan DC. Jelas, tactical foul kali ini bukan lagi untuk menambah gol tetapi lebih kepada mengulur waktu ala tim-tim timur tengah. Di menit ke-61 Rizky Pellu berhasil mempersunting kedudukan menjadi 1-2.

Setelah gol tersebut Teco benar-benar melakukan defense sepenuhnya. Hal tersebut terlihat dari taktik memasukan Vava Yagallo-Renan Silva hingga pergantian antar posisi: Ismed Sofyan yang digantikan oleh Stefanus Allua serta Ramdani dengan Kogoya.

Persija kadung bermain dengan tactical foul. Namun ketika pertandingan menyisakan 13 menit waktu normal gawang Shahar Ginanjar kembali bobol lewat tendangan keras Zulham Zamrun. Tekanan jadi beralih ke Jaime cs, dengan sisa waktu beberapa menit saja tactical foul yang dibabak pertama menghabisi PSM berubah jadi senjata makan tuan: pemain Persija kehabisan tenaga dan kehabisan waktu.

Singing in The Rain?

Jika kota Jakarta dan kota Makassar dalam peta persaingan Liga 1 2018 tengah mengalami fase November Rain. Bandung yang penghujan seolah siap bernyanyi dibawah hujan. Ya, Persib Bandung bisa melakukan hal tersebut kala bertandang ke markas PSIS Semarang pada Minggu sore (18/11).

Hasil seri di Makassar seolah jadi angin segar bagi para pemain dan jutaan bobotoh. Namun, mereka tetap waspada mengingat tim berjuluk Mahesa Jenar itu tengah berada di puncak penampilan dibawah arahan Jafri Sastra. Bukan tak mungkin Persib terpeleset kembali seperti saat melawan PSMS Medan.

Terlebih Persib masih kehilangan beberapa pilarnya. Febri yang dipanggil Timnas, Dedi Kusnandar yang mengalami patah tulang fibula, serta Bauman yang masih dalam perawatan tim dokter akibat cedera bahu. Namun, sama seperti Teco, pelatih Persib, Mario Gomez, sudah menyiapkan rencana B.

Ketiadaan Bauman yang paling kentara bisa diakali dengan memasang Patrice Wanggai atau Agung Mulyadi untuk menemani Ezechiel. Fakta yang paling membuat percaya diri adalah tim Persib kerap bermain bringas kala bermain tandang sejak mendapatkan sanksi dari Komdis.

Hal tersebut cukup beralasan, sebab Persib terbiasa dengan gemuruh penonton ketimbang suasana hening tanpa penonton. Motivasi mereka akan naik berlipat-lipat ketika stadion terisi. Lawan Bhayangkara FC jadi bukti.

Tentu semua dikembalikan lagi ke internal Persib nya, sebab berdasarkan data statistik yang sudah dipaparkan diatas, dua rivalnya tak bisa maksimal/terpeleset akibat kesalahannya sendiri.

Beberapa Bobotoh pun secara terang-terangan sudah legowo menerima apapun hasil pertadingan ini. Daripada berekspetasi lebih kemudian hasilnya mengecewakan. Akankah Persib memainkan skenario Singing in The Rain atau malah terjebak dalam kepiluan November Rain para kandidat juara? Well see!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun