Tanpa harus berbasa-basi lagi Persib kalah telak dari tim juru kunci PSMS Medan. Tidak ada alasan lagi untuk mengelak. Statistik, strategi, dan skor akhir cukup membuat bobotoh legowo menerima kekalahan ini. Sejak babak pertama, Frets Butuan dan Rachmad Hidayat dari sektor sayap serta Alexandros Tanidis dilini kedua seolah memberikan hipotesis jika gol ke gawang Persib hanya soal waktu.
Benar saja, aksi Felipe Martins di menit ke-52 seolah menyimpulkan masalah Persib di putaran kedua (secara teknis). Bukan saja memperpanjang rapor merah kebobolan tim sejak dijatuhi sanksi oleh komdis PSSI, dimana M. Natshir atau pun Made Wirawan tak pernah lagi mencatatkan cleansheet.
Melainkan juga seperti membuka aib strategi plan dari pelatih berpaspor Argentina itu. Pada pertandingan ini Persib turun dengan starting eleven yang hampir utuh. Artinya, pemain yang dijadikan pelapis para pilar yang absen dianggap tak terlalu jomplang kualitasnya.Â
Dado/Dedi Kusnandar yang absen akibat cedera digantikan oleh Hariono yang secara kualitas memang sepadan, ketiadaan Febri yang tengah bela negara di Piala AFF 2018 pun mampu ditutupi oleh pemain senior macam Supardi Nasir dan Tony Sucipto.
Sama halnya dengan kekosongan yang ditinggal Inkyun (terkena sanksi red card) dan Bauman (cedera bahu), secara teknik dan game understanding Eka Ramdani serta Patrice Wanggai sebagai pengganti nyaris tak ada perbedaan mencolok. Artinya, tidak ada opsi strategi ekstrem dengan mengubah posisi bermain para pemain, seperti yang pernah dilakukan dalam beberapa pertandingan terakhir.
Semisal Atep dan Agung Mulyadi yang sempat dijadikan striker untuk menambal kekosongan Ezechiel dan Bauman, kemudian memainkan dua braker/gelandang bertahan dalam waktu bersamaan: Kim-Hariono, atau ketika Patrice ditarik bermain agak kedalam (area lini kedua/lini tengah) menemani Hariono di pertandingan melawan Bhayangkara FC.Â
Kendati demikian, ada faktor-faktor teknis lain yang bisa dipelajari dari kekalahan ini secara lebih terperinci. Hilangnya bracker modern dalam diri Dedi Kusnandar, masalah kronis final third, serta penurunan beberapa performa pemain andalan.
Masalah Kronis di Area Final Third
Sejak Makan Konate hengkang praktis ritme permainan Persib berubah 180 derajat. Sialnya, kepergian Konate berbarengan dengan Firman Utina yang notabene kedua pemain ini merupakan gelandang serang yang pandai menahan, mengalirkan, dan memainkan ritme di area final third.
Sempat ada beberapa pemain yang datang ke Persib untuk menambal hal tersebut mulai dari Eriks Weeks Louis, Marcos Flores, Robertino Pugliara, hingga Inkyun Oh, namun kesemua pemain tersebut belum seutuhnya menjawab permasalahan yang diwariskan sepeninggal pemain asal Mali itu.
Ericks Weeks dan Robertino Pugliara sebenarnya punya kualitas, namun tak sedetil yang dimiliki Konate, mereka berdua datang menawarkan cara menahan bola di area final third tanpa visi bermain dan umpan matang seperti yang diperagakan pemain Timnas Mali itu. Berbanding terbalik dengan Marcos Flores, Ia punya visi bermain yang bagus ditambah umpan-umpan kunci, sayang Flores tak punya akselerasi yang sering dipertontonkan Konate, Flores cenderung lamban dalam hal ini.
Kemudian hari ini Inkyun datang seolah membawa solusi, Ia mempunyai daya juang, akselerasi, dan umpan yang mendekati kriteria Konate. Namun, inkonsistensi masih menaungi permainannya. Bisa dikatakan Konate merupakan gabungan antara Weeks, Pugliara, Flores, serta Inkyun.
Saya menilai permasalahan ini solusinya justru bukan memulangkan Konate dari Arema Malang atau mencari pemain serupa dengan kriteria pemilik nomor punggung 10 saat Persib Juara ISL tahun 2014 silam.Â
Melainkan Gomez pun sudah bisa menjawab lewat kombinasi Inkyun, Bauman, dan Ezechiel. Duet lini depan antara Bauman dan Ezechiel kerap bergerak liar: ke sektor sayap, ke lini kedua, hingga aktif di areal final third menemani Inkyun mencari solutif serangan.
Lawan Bhayangkara FC, jadi pertandingan terakhir ketiganya bermain bersama. Hasilnya, serangan Persib dari berbagai area mengalir lebih cair. Inkyun menarik perhatian lawan, Bauman melakukan penetrasi, Ezechiel mencari ruang.Â
Sesederhana itu serangan Persib dilakukan, tapi ini bukan soal variasi sederhana atau rumit. Dalam menyerang, tim butuh yang namanya efektifitas. Tak heran jika kemudian gawang Wahyu Tri dua kali dikoyak ketika pertandingan masih berusia beberapa menit saja/tepatnya di tiga puluh menit awal.
Singkatnya, area Final Third bisa diatasi tanpa Konate, asalkan trisula pemain inti Persib musim ini tetap menjaga keutuhan alias selalu bermain bersama dan berusaha menghindari sanksi dan cedera.
Rapor Kuning Para Andalan
Berbicara penurunan performa pemain tentu saja menjadi hal yang wajar bagi tim yang memainkan pressing ketat macam Persib. Pelatih Mario Gomez selalu ingin pemainnya melakukan transisi dengan cepat termasuk dari menyerang ke bertahan
Ketika kehilangan bola, dalam hitungan detik bola harus bisa direbut kembali. Sebuah pola yang tak aneh di sepakbola modern. Itu sebabnya, butuh kondisi fisik yang prima untuk menopang taktik ini.
Beberapa pemain Persib mulai terlihat kedodoran di penghujung musim ini. Mereka yang pada awal musim terlihat gesit seolah mulai kehabisan tenaga. Ghozali Siregar, Ardi Idrus dan Inkyun Oh jadi pemain paling gamblang dalam hal ini. Jadi sesuatu yang wajar memang, jika melihat daya jelajah ketiga pemain ini.
Ghozali kerap jadi tumpuan serangan, saking letihnya ketika melawan Bhayangkara FC di Stadion PTIK, Ia harus digantikan oleh Atep akibat tertarik hamstring. Kini Ghozo, sapaan akrab Ghozali, pun masih belum fit. Hal tersebut diyakinkan oleh kian jarangnya mantan pemain Persegres Gresik United ini melakukan sprint atau akselerasi dengan bola saat counter dilakukan.
Pun dengan yang terjadi pada Ardi, sebagai bek sayap modern Ia dituntut untuk selalu bugar mengingat selain harus menjalankan tugas bertahan, WB (Wing Back) modern harus memiliki naluri menyerang sama baiknya. Kita pun sering melihat Ardi berhasil melakukan tugasnya dengan baik.
Namun dalam tiga match terakhir, action map pemain bernomor punggung tiga ini menurun drastis. Ia hanya menciptakan 1 saves/blocks (0,33 avg/rata-rata), 4 clearances (1,33 avg), 7 success tackle (2,33 avg), 15 intercepts (5,00 avg), 7 success aerial (2,33 avg), dan tanpa pernah mencatatkan statistic success dribbling, success crossing, serta key pass.
Jika dibandingkan dengan 26 pertandingan yang telah dijalani Ardi musim ini, tentu setelah sanksi dari Komdis PSSI itu menerjang timnya ada penurunan performa individu yang dialaminya. Berikut ini statistik Ardi musim ini: 3 saves/blocks (0,12 avg/rata-rata), 55 clearances (2,12 avg), 67 success tackle (2,58 avg), 95 intercepts (3,65 avg), 38 success aerial (1,46 avg), 21 success dribbling (0,81 avg), 6 success crossing (0,23), serta 4 key pass (0,15 avg).
Bahkan di laga ini (melawan PSMS Medan) Ardi mencatatkan statistik terburuknya: 0 saves/blocks, 1 clearances, 1 successful tackle, 3 intercepts made, 1 successful aerial, dan tanpa pernah mencatatkan successful dribble, successful cross, serta key pass. Catatan tersebut yang membuat Gomez memutuskan mengganti Ardi dengan Puja Abdilah dipertengahan babak kedua. Serupa dengan Ghozo yang menempati sektor kanan, kondisi fisik diyakini jadi faktor utama kenapa Ardi menurun performanya.
Terakhir ada nama Inkyun, meskipun eks pemain Mitra Kukar ini tidak bermain di laga ini, Ia tetap menjadi salah satu bagian terpenting dalam tim ini. Awal musim pemain asal Korsel ini agak bisa menjawab masalah kronis Persib soal area Final Third yang sering mandek itu.
 Namun, pemain yang kerap diguyon dengan julukan "Grade A" ini mulai melempem penampilannya jelang akhir kompetisi. Berbeda dengan Ghozo dan Ardi, masalah Inkyun lebih ke frustatif. Kendati demikian tak menutup kemungkinan Ia pun mengalami persoalan serupa.
Sebab Inkyun jadi pemain paling sibuk dalam mengejawantahkan strategi pelatih. Inkyun boleh jadi sosok yang tepat dalam memecah masalah kronis Persib di sepertiga area penyerangan, namun dengan catatan tandem lini tengahnya bermain, yakni Dedi Kusnandar.
Setelah Dado/Dedi Kusnandar menepi karena cedera, permainan Inkyun jadi terpecah. Ia jadi tidak terkonsentrasi pada satu tugas: menyerang. Ia harus lebih mendekati area yang ditempati oleh Hariono, sebab meskipun type bermain pemain asal Sidoarjo itu sama seperti Dado, faktanya si gondrong tak punya visi bermain sebaik Dado. Hanya urusan-urusan menghentikan lawan, menghalau bola, dan mengacaukan alur serangan lawan saja Hariono terlihat lebih baik dari Dado.
Akurasi umpan dan visi bermain itulah yang menjadi kekhawatiran Inkyun akhir-akhir ini. Sehingga dirinya pun tidak seleluasa seperti saat Dado berada di lapangan. Rapor kuningnya perlahan semakin terlihat, pendeknya, dalam beberapa pertandingan terakhir Inkyun telah merugikan tim sebanyak dua kali.
Pertama saat Inkyun gagal mengeksekusi penalty melawan Bali United dan berujung hasil seri. Kedua, saat di kartu merah melawan Bhayangkara FC, meskipun akhirnya Persib menang ketika itu, aksi dari Inkyun dalam memprovokasi lawan sedikit mengganggu kekondusifan tim. Kerugian dihitung secara garis besar saja, karena hal-hal kecil macam: kehilangan bola, gagal build up, error pass, dan rapor buruk action map defense tidak dijabarkan lebih kompleks..
Karena jika dijelaskan secara gamblang, agak sedikit kurang etis. Mengingat kompetisi tengah bergulir dan tim masih punya kans juara. Sebab bisa menimbulkan persepsi seolah penulis menghakimi/mengevaluasi terlalu dalam siapa pemain yang layak dicoret musim ini. Tentu sangat mengganggu kekondusifan di ruang ganti.
Match Analysis Persib
Pelatih Roberto Carlos Mario Gomez mengawali laga ini dengan formasi dasar yang biasa digunakan: 4-4-2. Secara skema tak ada perubahan berarti, hanya saja beberapa pemain pelapis seperti Patrice Wanggai dan Eka Ramdani ditampilkan sejak awal untuk mengisi kekosongan posisi yang ditinggal Bauman dan Inkyun. Bahkan Agung Mulyadi, dan Puja Abdilah pun diturunkan di babak kedua.
Sedang Peter Butler memainkan seluruh pemain andalannya sejak menit awal. Itu mengapa pasukan Ayam Kinantan menggebrak sejak awal, mereka mengandalkan kecepatan dua sisi sayapnya: Rachmad Hidayat dan Frets Butuan. Selain itu, Alexandros Tanidis pun jadi protagonist sejak menit awal. Sedang tupoksi menjaga kedalaman, Legimin Raharjo dan Abdul Azis ditugaskan bergantian untuk menjadi braker.
Beberapa aksi proaktif kedua sayap mampu dikonversi menjadi tendangan bebas. Baik Tony Sucipto, Ardi Idrus, bahkan Eka Ramdani pun kerap terpaksa melakukan pelanggaran karena kalah cepat dalam mengimbangi sayap-sayap kilat tersebut. Skema set piece inilah yang kemudian menciptakan beberapa peluang emas. Di babak pertama, Tanidis sempat berhadapan man to man dengan kiper Made Wirawan setelah menerima umpan free kick dari Abul Azis.
Namun kiper asal Bali tersebut berhasil mempersempit ruang gerak Tanidis sehingga sontekan pemain berpaspor Jerman itu tak maksimal dan malah menemui Made Wirawan.Â
Sedangkan Persib bermain seperti tanpa lini tengah, bersamaan dengan itu Bojan Malisic dan Victor Igbonefo yang bergantian menjadi Ball Playing Defender tak memiliki umpan yang akurat. Long ball jadi solusi, tetapi targetnya bukan Ezechiel. Lebih kepada menetralisir zona pertahanan, sekalipun umpan mereka pas ke pemain depan yang dituju adalah Ghozo yang secara postur kalah dengan bek jangkung PSMS.
Itu sebabnya pemain Timnas Chad terisolasi di lini depan. Hanya menciptakan satu shot on target sepanjang pertandingan cukup jadi narasi ada yang tidak berjalan dengan skema Gomez. Kita mulai dari bawah (baca: defense), action map para pemain belakang dilaga ini cukup mengkhawaitrkan. Mereka hanya melakukan 2 saves/blocks, 5 clearance made, 8 successful tackle, 14 intercepts made, 11 successful aerial duel, 1 successful dribble, 10 successful cross, 1 shot attempted, dan tanpa membuat key pass serta shot on target.
Defence map yang cukup buruk, bagaimana para pemain "minim" melakukan reaksi terhadap kecepatan sayap PSMS atau ancaman lain yang datang dari lini kedua serta target man. Data aksi pemain tengah lebih runyam lagi, 1 saves/blocks, 1 clearance made, 7 successful tackle, 6 intercepts made, 5 successful aerial duel, 1 successful dribble, 5 successful cross, 1 shot attempted, 1 key pas, dan tanpa membuat shot on target.
Ada indikasi jika lini tengah tidak berjalan, semua terjabarkan lewat umpan kunci dan umpan silang sukses yang minim. Selain itu masih bisa dihitung oleh jari berapa kali Eka Ramdani/Hariono menyentuh bola. Hal tersebut terlihat dalam duel sukses, drible sukses, takel sukses, dan membuat intersep/membuat clearance.
Fungsi Hariono memang lebih fokus pada braker, hal tersebut terlihat saat Ia memegang bola. Ia kerap bermain simpel dengan cepat melakukan passing/back pass ke rekannya. Berbeda dengan Eka yang punya visi offensive lebih bagus. Sayang, eks pemain Persisam ini aksinya tidak terlihat sama sekali.
Sehingga deadlocks yang dialami oleh lini kedua memengaruhi performa para pemain depan. Forward map yang dibuat Eze-Patrice pun menurun drastis dari pertandingan sebelumnya (melawan Bhayangkara FC). 1 saves/blocks, 0 clearance made, 1 successful tackle, 0 intercepts made, 11 successful aerial duel, 3 successful dribble, 1 successful cross, 3 shot attempted, 4 key pas, dan 1 shot on target.
Yang perlu disoroti adalah shot on target dan usaha tembakan yang sangat minim. Menyebut bahwa ini merupakan kesalahan lini tengah memang tak seutuhnya benar, sebab Ezechiel yang biasanya bergerak liar pun seolah tanpa aksi di laga ini. Jangankan menjadi solusi di area Final Third untuk beranjak dari areanya sendiri pun agak sulit.
Selain masalah teknis yang telah dijelaskan. Ada masalah non teknis yang perlu disampaikan supaya kita mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dalam skema Persib yang mandek kali ini. Pertama, jelas soal laga usiran, bisa saja pemain kadung jenuh dengan hal ini.Â
Kedua, tanpa penonton, tim ini sudah terbiasa dengan kehadiran bobotoh, dimanapun Persib bermain disana pasti ada bobotoh, hal tersebut membuat motivasi bermain Persib sedikit berkurang. Ketiga, tim yang tidak utuh.
Dan terakhir persoalan perangkat pertandingan yang membuat para pemain kecewa sejak awal laga. Andai wasit menjalankan tugasnya dengan adil, para pemain Persib bisa dipastikan tak akan tertekan dan bermain sebagaimana mestinya. Itu yang dikatakan Gomez dalam konferensi pers pasca pertandingan. Namun penulis yakin jika klub professional punya solusi atas kekalahan ini karena professional bukan sekadar kertas lisensi. Terus memperbaiki performa dan kualitas sehingga tim sulit dikalahkan oleh federasi dan wasit sekalipun!
Data source: Bandung Football.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H