Sebelum timnya mendapat gangguan non teknis, pelatih kepala Persib Bandung, Mario Gomez sempat menghitung di pekan berapa timnya bisa melakukan selebrasi juara. Akumulasinya jatuh di pekan ke-30 keatas, paling cepat melawan PSMS Medan (9/11) atau saat menjamu Perseru Serui di pekan ke-32 (23/11).Â
Kedua pertandingan tersebut dirasa cukup strategis dijadikan target selebrasi, terlepas dari hitungan matematis poin, laga tersebut akan dilaksanakan di kandang sendiri. Dimana dalam rencananya, Gomez ingin melakukannya bersama bobotoh karena dua laga tersebut berstatus home bagi Persib.
Apa yang dilakukan Gomez cukup beralasan. Persib memimpin tujuh poin, perlahan tim mencapai penampilan klimaks, dan para rival masih dirundung inkonsistensi. Jarak poin jadi fakta yang sudah cukup relevan untuk menopang target Gomez tersebut. Namun, pasca el classico melawan Persija Jakarta, semua yang telah dikalkulasikan dengan baik mendadak sirna.
Agaknya sanksi dari komdis yang membuat konsentrasi timnya buyar itu tak masuk dalam perhitungan kemungkinan terburuk yang dipikirkan Gomez. Sebuah hal yang masih bisa diwajarkan mengingat pelatih berpaspor Argentina tersebut merupakan orang baru di sepakbola Indonesia, Ia belum sepenuhnya memahami liga yang absurd ini.
Dengan berat hati Gomez pun merevisi plan tersebut. Hanya ada dua opsi yang tersisa, pertama tetap menjaga asa juara sampai pertandingan terakhir melawan Barito Putra (9/12).
Kedua, cukup mempertahankan zona Liga Champions Asia/AFC Cup. Karena bagaimana pun juga sudah dapat dipastikan bahwa rencana berselebrasi lebih cepat bersama bobotoh itu akan gagal direalisasikan. Jika pun tim Persib benar-benar mampu keluar sebagai jawara musim ini, mungkin perlu menjadwalkan selebrasi diluar stadion/pertandingan.
Mengingat bobotoh masih dalam masa sanksi. Sehingga perlu ada acara khusus untuk merealisasikan keinginan Gomez: melakukan selebrasi juara bersama bobotoh.
Berbicara juara, kans Persib sedikit lebih berat dari dua rival utamanya musim ini: Persija Jakarta dan PSM Makassar, andai kemungkinan terburuk bagi Persib terjadi, dimana kedua rivalnya tersebut menyapu bersih lima pertandingan terakhir.
Tanpa kompromi Persib harus merelakan musim ini tanpa gelar kembali setelah terakhir kali mereka meraihnya pada tahun 2014 silam. Namun jika masih mau menjaga kans, Persib bisa mulai menghitung dari sisi lain, salah satunya adalah membandingkan calon lawan Persija, PSM, dan mereka sendiri di lima partai terakhir.
Jelas, kemenangan atas Bhayangkara FC ini seolah membuka kembali peluang juara Persib. Karena sebelum match ini berlangsung, calon lawan berat Persib hanya Bhayangkara FC di pekan ke-29 dan Persela Lamongan di pekan ke-33 nanti. Kemungkinan terburuk Persib kehilangan poin saat meladeni dua laga tersebut.
Selebihnya lawan PSMS Medan (9/11), PSIS Semarang (18/11), Perseru Serui (23/11), dan Barito Putera (9/12) masih bisa mencuri poin. Dalam skema normal, Persib punya tiga jatah kandang dan dua jatah partai tandang. Dikarenakan Persib mendapat sanksi partai usiran dan tanpa penonton, kelima pertandingan tersebut sama beratnya seperti laga tandang.
Sedang Persija masih memiliki satu tabungan pertandingan. Melawan Persebaya (4/11), PS Tira (10/11), PSM (16/11), Sriwijaya FC (24/11), Bali United (2/12), dan terakhir lawan Mitra Kukar (8/12). Jika dibanding dengan Persib, calon lawan Macan Kemayoran sedikit lebih berat dan berpotensi menyulitkan Simic dkk meraih gelar juara. Namun, positifnya tim arahan Teco ini mendapat suntikan motivasi lebih dari Jakmania. Terhitung ada tiga laga kandang yang bisa dimaksimalkan.
Berbeda dengan PSM Makassar, jalan menuju tangga juara yang akan mereka hadapi lebih terjal lagi. Selain bertemu sang rival Persija Jakarta, mereka akan menghadapi Persipura dan Persebaya yang tengah bangkit dari keterpurukan.
Petualangan akan dimulai saat menjamu Persipura Jayapura (4/11), Persebaya (10/11), Persija (16/11), Bali United (25/11), Bhayangkara FC (3/12), PSMS (9/12). Sama seperti Persija, meskipun agenda pertandingan mereka berstatus lebih berat dari Persib, tim Juku Eja akan masih menjalani laga kandang/tandang bersama para pendukungnya secara langsung di stadion.
Ketiga tim tersebut memiliki keuntungan dan kemungkinan terburuknya masing-masing. Sejatinya lawan terberat mereka adalah diri sendiri. Di fase ini, sedikit eror tak lagi bisa ditoleransi. Siapa yang kehilangan fokus, maka Ia yang akan tergelincir.
Analisa Pertandingan Bhayangkara FC VS Persib Bandung
Hasil dari laga yang digelar di Stadion PTIK, Jakarta, pada Sabtu (3/11) sore kemarin akhirnya sangat menentukan kemana arah selanjutnya tim Persib musim ini.
Apakah Gomez akan melanjutkan opsi pertama (Juara), atau malah harus fokus di opsi kedua (bertahan di zona kompetisi Asia). Hariono cs berhasil membawa pulang tiga poin meskipun dengan beberapa catatan mencolok yang perlu diperbaiki di laga selanjutnya.
Persib mengawali laga dengan memainkan punggawa yang baru saja lepas sanksi, diantaranya Joni Bauman dan Ezechiel. Terbukti keberadaan keduanya cukup berkonribusi bagi tim. Masalah Final Third sedikit mampu menemui solusi dengan duet tersebut. Bahkan, mereka punya andil besar atas kemenangan Persib dilaga ini dengan masing-masing mencetak satu gol plus tambahan assist bagi Ezechiel.
Sejak pertandingan Bali United dan beberapa pertandingan kebelakang, persoalan rumit di era Djadjang Nurdjaman itu kembali menyeruak. Pemain yang ditugaskan offensive kehilangan akal dalam menembus zona final third. Inkyun Oh tidak memberikan jawaban sama sekali, bisa jadi turunnya performa Inkyun lebih disebabkan kepada absennya tandem dilini tengahnya: Dedi Kusnandar.
Sangat terlihat jika konsentrasi bermainnya agak terpecah, selain menyerang Ia sedikit ekstra membantu Kim Kurniawan/Hariono di jangkar permainan. Dengan kewajiban barunya membantu pertahanan, pemain nomor punggung 33 ini jadi tidak leluasa seperti biasanya saat mengalirkan serangan.
Bahkan di laga melawan Bhayangkara FC Inkyun memperlihatkan rasa frustasinya setelah di babak pertama offensive action-nya tak terlihat sama sekali.
Seolah Inkyun tidak fokus pada satu tugas sehingga tugas utamanya sebagai penyambung lini tengah dengan lini depan pun tidak dijalankan dengan baik. Namun anehnya defensive action Inkyun pun tak terlihat di laga ini, Gomez sebagai pelatih beraliran sepakbola klasik tentu ingin para pemainnya bermain lebih kolektif dalam hal bertahan/menyerang.
Sampai pada akhirnya puncak frustatif pemain berpaspor Korea Selatan itu terjadi, diawal babak kedua Ia melakukan hal yang tak perlu dan amat merugikan tim: melakukan provokasi dengan cara menyikut, imbas dari duelnya dengan Alsan Sanda. Tindakan tersebut mengantarkannya ke ruang ganti lebih cepat. Situasi ini membuat Persib harus bermain dengan 10 orang saat pertandingan masih menyisakan banyak waktu bagi Bhayangkara FC untuk mengejar ketertinggalan dua digit gol.
Sejatinya kehilangan Inkyun bukan masalah berarti bagi permainan Persib, toh sejak babak pertama pun perannya diambil alih oleh Joni Bauman/Ezechiel yang bergerak lebih liar di area sepertiga serangan Persib.
Beberapa saat setelah Inkyun keluar Persib masih bisa mengimbangi bahkan melakukan beberapa serangan lewat Ezechiel, Bauman, serta Supardi. Justru saat Bauman ditarik keluar akibat cedera lah masalah yang sebenarnya, Persib benar-benar kehilangan penyuplai bola dan pengatur ritme serangan.
Menariknya Gomez tidak mengganti Bauman dengan pemain tengah macam Kim Kurniawan/Eka Ramdani, Ia malah memasukan Patrice Wanggai. Otomatis, Hariono bekerja seorang diri dalam menetralisir lini tengah Persib. Awalnya memang terlihat baik-baik saja, namun ketika memasuki menit ke-80 Hariono mulai lunglai dan konsentrasinya pun menurun drastis.
Hal tersebut dimanfaatkan oleh para pemain Bhayangkara FC yang memang menguasai medan lapangan yang mulai becek. Dzumafo Epandi berhasil mengoyak jala Made Wirawan dan mempersunting skor menjadi 1-2. Gomez memang agak terlambat membuat keputusan saat memasukan pemain berkarakter bertahan. Kim Kurniawan dimasukan saat situasi sudah sangat genting selepas kebobolan.
Selebihnya Persib mulai memainkan sepakbola bertahan sebagaimana normalnya sebuah tim ketika bermain dengan 10 orang dilapangan. Berangkat dari simpulan pertandingan ini, jika Gomez serius memilih opsi pertama (juara) saya rasa kemandekan final third harus segera diperbaiki, apalagi Inkyun dipertandingan selanjutnya harus menjalani sanksi.
PR nya bukan lagi memperbaiki final third yang bermasalah bersama Inkyun tetapi juga lebih ke harus menata ulang/mencari lagi pemain bertipe pengatur serangan yang murni dari tengah selain bergantung pada opsi bala bantuan dari penyerang yang proaktif macam Bauman/Ezechiel.
Tugas yang sedikit berat, mengingat disaat yang sama produktivitas dua rival Persib kian menanjak. Marko Simic mulai menemukan ketajamannya diiringi dengan performa positif Renan Silva menguasai final third. Pun dengan PSM, Rene Alberts seperti sudah punya segalanya mengacu pada kolektifitas tim ini yang sudah dibentuk beberapa tahun ini.
Oleh karena itu, sampai artikel ini ditulis belum ada pengamat sepakbola nasional yang berani mengeluarkan prediksi siapa yang akan keluar sebagai Juara musim ini di Liga 1. Karena semuanya baru diketahui di pekan terakhir nanti. Hal demikian tentu saja sulit diperhitungkan dengan metode matematis.
Antara Kompetitif dan Lagu Lama
Skemanya hampir sama dengan musim lalu. Beberapa tim dengan mudahnya mengajukan penangguhan pertandingan dan betapa mudahnya pula operator Liga mengiyakan permintaan mundurnya jadwal laga. Jika musim lalu tim paling dirugikan adalah Bali United, musim ini saudara mereka dari segi bisnis pun kena: Persib Bandung.
Seperti kita ketahui musim lalu Bhayangkara FC dinyatakan sebagai juara Gojek Traveloka Liga 1 2017. Bahkan hal ini sempat jadi polemik di meja FIFA, bagaimana ketika itu FIFA merilis bahwa yang juara berdasarkan klasemen GT Liga 1 adalah Bali United. Namun, PSSI dan Operator Liga bersikeras dengan versinya sendiri bahwa yang juara tidak lain dan tidak bukan adalah tim milik kepolisian Republik Indonesia.
Pendeknya, gelar juara yang didapat oleh tim berjuluk The Guardian ini ditentukan oleh sanksi komisi disiplin PSSI yang menyatakan bahwa laga antara Mitra Kukar vs Bhayangkara FC yang digelar pada 3 November 2017 dan berakhir imbang itu tidak sah. Karena Kukar dianggap memainkan pemain yang mendapatkan larangan bermain selama dua pertandingan akibat kelakuan buruk di pertandingan sebelumnya. Pemain tersebut adalah Mohamed Sissoko.
Tim berjuluk Naga Mekes lantas dijatuhi hukuman kalah Walk Out (WO) serta denda 100 juta rupiah. Tentu saja Kukar dan Bali United tidak tinggal diam, Kukar yang tak rela poinnya dipangkas langsung mempertanyakan Nota Larangan Bermain (NLB) pemain asal Mali yang saat itu tidak diberitahukan sebelumnya.
Sedangkan bagi tim Semeton Dewata, mereka merasa dirugikan karena kemungkinan juara Liga 1 musim itu kian menipis. Kekhawatiran Bali United pun terbukti, Bhayangkara menang melawan Madura United pada 3 November 2017 dengan skor 3-1. Sebetulnya kompetisi belum benar-benar usai, karena masih ada pekan terakhir. Tim arahan Simon Mcmenemy ini masih punya satu laga sisa melawan Persija Jakarta di pekan terakhir.
Tapi Bali telah menghitung jika pun Bhayangkara kalah di laga terakhir dan Comvalius dkk menang saat lawan Persija Jakarta poin mereka akan sama: 68 poin. Dan berdasarkan hitungan head to head Bali kalah dari tim binaan kepolisian itu. Kejadian tersebut hanya garis besar dari beberapa transaksi dibawah meja sepakbola Indonesia musim lalu.
Operator liga beserta jajarannya yang selalu bercerita jika kompetisi sepakbola nasional jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya merupakan omong kosong belaka. Karena dimusim ini, dibalik tipisnya poin papan atas, papan tengah, dan papan bawah yang menarasikan betapa kompetitifnya Liga 1 2018. Masih ada sederet "lagu lama" yang dimainkan pihak tertentu.
Data source: Simamaung dan CNN Sports.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H