Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Bukan Musim Biru

31 Oktober 2018   14:42 Diperbarui: 31 Oktober 2018   16:46 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Musim pertama tidak ditargetkan juara, (musim) kedua (baru) di target," kata Zainuri Hasyim selaku Komisaris PT. PBB, kepada Bolalob.

Sejak awal musim, manajemen Persib Bandung terang-terangan tidak mengusung target juara, tahun ini adalah waktu bagi pelatih anyar Mario Gomez untuk melakukan adaptasi dengan atmosfer sepakbola Indonesia. Meskipun eks pelatih Johor Darul Takjim (JDT) itu merupakan salah satu pelatih sarat prestasi, bobotoh yang haus gelar juara pun memahami konsep manajemen musim ini.

Secara awam, tentu saja ini jadi sesuatu hal yang kurang wajar bagi klub sebesar Persib yang setiap musimnya selalu memasang target juara. Namun semuanya dapat dimengerti, mengacu pada masa transisi strategi yang ditetapkan petinggi PT. PBB -- perusahaan yang memayungi Persib -- dari konsep bisnis yang mencolok pada musim lalu, menjadi konsep yang mengemas Persib menjadi klub yang lebih professional dari segala aspek ke depannya.

Oleh karena itu, awal musim ini manajemen agak berhati-hati dalam menentukan langkah. Salah satunya dalam menunjuk pelatih. Itu mengapa, jelang pramusim Persib sempat terkatung-katung dibawah arahan caretaker Herry "Jose" Setiawan. Ketika itu saya ingat betul pemain macam Gian Zola, Rafa Maitimo, Ahmad Baasith, Achmad Jufriyanto, Jajang Sumara, Billy Keraf, Wildansyah, dan lainnya berlatih dengan program latihan yang kurang jelas.

Sambil berlatih para pemain pun akrab dengan ketidakpastian mereka soal pelatih baru dan kelanjutan kontrak mereka sendiri: apakah pelatih baru tetap menggunakan jasa mereka atau tidak. Dalam beberapa uji coba dengan klub lokal di Bandung dan sekitarnya, termasuk saat menghadapi bintang bola kopi ABC di Stadion Unpad, Jatinangor, awal Desember 2017 lalu, saya melihat musim yang muram bagi Persib, tidak ada progress positif yang dapat diambil jelang turun di Piala Presiden dan Liga 1 2018.

Setelah Gomez resmi diumumkan menjadi pelatih Persib pun masalah tidak serta merta terurai. Di bursa transfer pergerakan Persib begitu pasif, pemain-pemain yang tertulis dalam daftar pencarian Gomez tak ada satu pun yang bisa didaratkan ke Bandung. Kecuali Bojan Malisic, Inkyun Oh, Victor Igbonefo, dan Joni Bauman. Itu pun pemain incaran alternatif, bukan prioritas yang Gomez inginkan.

Sialnya lagi, hal demikian terjadi setelah staff pelatih dan tim manajemen membuka pintu keluar bagi beberapa pemain bintang Persib di musim sebelumnya. Termasuk dua marquee player mereka: Carlton Cole dan Michael Essien.

Tak heran jika kemudian musim ini muncul nama-nama kurang dikenal di pesepakbolaan nasional yang bergabung dengan proyek eks pelatih Internazionale itu. Ardi Idrus, M. Fisabililah, Agung Mulyadi, Puja Abdilah, Ghozali Siregar, Wildan Ramdani yang direkrut sekedar mengisi kuota pemain, bukan kebutuhan tim secara umum.

Meski kemudian tak dinyanya pemain tanpa label tersebut mampu membangun harapan juara. Setidaknya mereka telah bahu-membahu dengan pemain senior lainnya untuk mengukuhkan status Persib sebagai jawara paruh musim ini. Di saat inilah publik sepakbola Bandung merasa jika sekedar lolos Liga Champions Asia/AFC Cup adalah hal realistis. Bahkan merengkuh juara sekalipun.

Inkyun Oh yang sempat dipertanyakan kehadirannya menjelma jadi jenderal baru lini tengah Persib, duet center bek Bojan Malisic-Victor Igbonefo yang dianggap tak lebih baik dari pasangan lama Vladimir Vujovic-Achmad Jufriyanto justru mampu menggalang sistem birokrasi pertahanan yang Gomez inginkan, di lini depan Bauman-Ezechiel saling mengisi satu sama lain sekaligus menjawab krisis striker subur yang melanda Persib dalam beberapa musim terakhir.

Harmoni, sedikit kesalahan, defense kokoh, permainan efektif, dan menjadi tuan di lapangan merupakan definisi permainan Persib musim ini. Sebelum libur Asian Games 2018 Persib memperlebar jarak dengan para kompetitornya menjadi 7 poin.

Namun, ketika ritme permainan sedang menanjak masalah eksternal mengganggu konsentrasi tim. Tepatnya ketika terjadi pengeroyokan yang berujung kematian Haringga Sirila salah satu supporter Jakmania.

Sanksi demi sanksi dari Komisi Disiplin PSSI terus diarahkan kepada tim Persib. Bahkan hukuman yang tidak ada sangkut pautnya dengan peristiwa kematian Haringga pun terus menyinggahi tim Persib yang kadung berada di puncak klasemen, semisal larangan bermain kepada para pemain kunci serta Fernando Soler yang memiliki tupoksi penerjemah Mario Gomez.

Setelah partai el classico melawan Persija Jakarta itulah Persib tak pernah lagi turun dengan starting eleven terbaiknya. Sejak itu pula, Persib kehilangan poin demi poin sebagai tim musafir sekaligus tim yang merasa digembosi PSSI secara non teknis, karena komisi banding yang menjadi lajur persib mencari keadilan pun masih enggan menyatakan sikap sekaligus putusan banding yang dilayangkan Persib jauh-jauh hari.

Sampai artikel ini ditulis, Persib melorot ke peringkat tiga klasemen sementara dengan 46 poin di bawah PSM Makassar (50 poin) dan Persija Jakarta (48 poin).

Lupakan Musim Ini

Jika ada kalimat yang pas untuk menghibur diri atas tren negatif yang sedang menghinggapi Persib adalah "Lupakan musim ini". Statistik mencatat jika 5 pertandingan terakhir Persib berakhir negatif. 3 kekalahan dan 2 hasil seri seolah menjadi hipotesis bahwa pacuan gelar juara telah habis bagi Persib. Gomez telah melakukan pelbagai cara untuk merumuskan kembali strategi tanpa pemain pilar, namun hasilnya nihil.

Persib yang sebelumnya menyandang status tim paling sedikit kebobolan berubah menjadi tim paling mudah dibobol, dalam lima laga terakhir Deden Natshir 8 kali memungut bola dari gawangnya. Sedangkan dalam urusan membobol gawang lawan, rapor para pengganti Ezechiel dan Bauman masih sama merahnya dengan lini pertahanan. Mereka hanya sanggup menceploskan 4 gol dalam periode yang sama.

Action map saat meladeni Irfan Bachdim cs merepresentasikan ada yang salah dengan organisasi permainan Maung Bandung. Babak pertama Persib hanya menghasilkan 3 shot on target, 5 shot off target, 7 successful cross, 4 key pass, dan 0 goal.

Dapat kita simpulkan bahwa offensive action Persib secara keseluruhan mengalami kebuntuan. Mereka berhasil menguasai pertahanan Serdadu Tridatu namun tidak ada yang berani mengambil solusi untuk menyelesaikan serangan. Febri terlalu banyak menekuk bola, padahal ruang untuk melakukan shot beberapa kali terbuka lebar.

Di babak kedua pun offensive action dari Inkyun dkk masih belum lebih baik dari babak pertama. 3 shot on target, 5 shot off target, 6 sucessful cross, dan 5 key pass. Perbedaannya di babak kedua mereka bisa menghasilkan gol.

Tentu keadaan ini membuat beberapa pemain frustasi. Pada pertandingan malam tadi atau Selasa (30/10) di Stadion Batakan, Balikpapan. Pemain seperti Inkyun Oh, Ghozali, Ardi Idrus, dan Patrich Wanggai pun mulai menampakan rasa frustasinya.

Ardi mempermudah Stefano Lilipaly mencetak gol dengan kesalahan fatalnya, terlepas dari blunder tersebut pemilik nomor punggung tiga ini kerap kehilangan konsentrasi di sektor bek sayap kanan. Ardi yang biasa kita lihat sebagai pemain yang prima memeragakan overlap dan defense dengan sama baiknya, tidak kita lihat di pertandingan ini bahkan beberapa pertandingan terakhir.

Situasi yang dialami Patrich juga tak jauh berbeda, Ia seolah terlambat panas akibat dari sanksi yang membuatnya minim bermain. Terlepas dari itu, Ia pun baru bergabung dengan tim ini di paruh kedua musim ini, selain butuh waktu untuk beradaptasi Ia pun punya masalah fisik yang kurang prima.

Situasi menjadi lebih runyam ketika tandemnya Joni Bauman tidak bisa bermain. Final third yang pada era Djanur menjadi masalah kronis, seolah kambuh lagi di musim ini.

Permasalahan tersebut mendesak para pemain sayap untuk tampil lebih proaktif. Tak heran jika kemudian strategi mipir gawir (baca: lewat sisi) menjadi opsi satu-satunya yang tersedia. Hal tersebut berdampak pada Ghozali Siregar yang daya jelajahnya cukup tinggi.

Dalam beberapa pertandingan terakhir ia seolah keletihan sehingga membuat performanya sedikit menurun. Di babak kedua saat melawan Bali, Gomez sampai harus menggantikannya dengan Atep akibat kurangnya action dari eks pemain PSM Makasar ini.

Nama Inkyun Oh pun tak bisa dikesampingkan dalam hal ini. Pemain berpaspor Korea itu paling gamblang memperlihatkan rasa frustasinya. Ia lebih sering melanggar pemain lawan padahal tugasnya adalah gelandang serang.

Cara mengambil bola yang agresif itulah yang membuat Inkyun kehilangan sentuhan khasnya, ketika memegang bola pun Ia kerap deadlock/dengan mudahnya terjatuh, ia sering menggagalkan build up timnya sendiri. Mentalnya kian memburuk ketika di laga melawan Bali Ia gagal mengeksekusi penalti.

Terakhir ada dua nama yang paling bisa mewakili rasa frustasi tim Persib. Joni Bauman dan Dedi Kusnandar walaupun keduanya tidak turun di pertandingan tadi malam. Bauman berkesempatan tampil di laga sebelumnya ketika melawan PSM Makassar, namun sayang alih-alih berkontribusi lebih buat tim Ia malah mendapatkan kartu merah.

Sedangkan Dado sapaan akrab Dedi Kusnandar jadi pemain paling frustasi setelah dokter tim mendiagnosis bahwa cederanya hampir mirip dengan apa yang dialami Kim Kurniawan musim lalu: patah tulang fibula.

Rasa-rasanya musim ini telah berakhir bagi Persib dengan beberapa pemain yang mulai memperlihatkan rasa frustasinya itu. Sedangkan sisanya, bagi pemain yang masih mampu meredam rasa frustasinya itu ternyata sudah kadung terganggu piskologisnya. Mereka harus memainkan sisa laga dengan status tandang plus tanpa gemuruh bobotoh.

Meski di pertandingan selanjutnya Persib perlahan mulai bisa memainkan pilarnya termasuk duet maut Ezechiel-Bauman, tim Persib kadung kehilangan percaya diri. Jadi apapun hasilnya di akhir musim, Persib sebenarnya beruntung karena musim ini telah membuat mereka lebih kuat dari sebelumnya.

Semboyan "musim ini bukan musim biru" hanya tools sebagai peredam emosi para bobotoh yang kadung kecewa terhadap federasi atas ketidakadilannya. Bahkan beberapa waktu lalu setiap Timnas Indonesia berlaga bobotoh sempat mempropagandakan tagar #UAEDay #QatarDay #VietnamDay dan lawan Timnas lainnya sebagai bentuk perlawanan terhadap federasi.

Waktunya berdamai dengan diri sendiri, memaafkan federasi, dan menatap musim depan. Apalagi sebentar lagi Piala AFF 2018 akan segera digelar yang mana Febri Hariyadi pun butuh dukungan kalian! Toh musim ini Persib tak gagal-gagal amat jika kita mengingat lagi konsep awal manajemen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun