Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menakar Mentalitas Garuda Nusantara

5 Juli 2018   23:03 Diperbarui: 9 Juli 2018   00:04 2750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Gelora Delta Sidoarjo kembali dibuat bergemuruh untuk yang ketiga kalinya oleh Witan Sulaiman cs. Setelah sebelumnya Timnas Indonesia U-19 berhasil menundukan Laos U-19 dengan skor tipis 1-0, menghajar Singapura U-19 empat gol tanpa balas, kini Filipina U-19 menjadi korban terakhir Garuda Nusantara di AFF U-19 2018 ini.

Serangan Timnas U-19 yang dimotori Todd Ferre dan Syahrian Abimanyu ini sebenarnya tidak selalu berjalan mulus. Mereka sempat mengalami kemandekan saat membobol gawang anak asuh pelatih Chusak Sriphum di laga pembuka AFF U-19 2018 ini. Hanis Saghara yang di plot sebagai ujung tombak nyaris tidak diberikan ruang gerak sedikitpun. Laos menerapkan strategi bertahan total, sehingga Garuda Nusantara hanya bisa unggul sebiji gol yang tercipta dari kaki kanan Witan Sulaiman.

Berbeda dengan pertandingan kedua saat menghadapi Singapura, tim tamu memeragakan sepakbola terbuka. Hal tersebut memudahkan para pemain Indonesia untuk membongkar pertahanan lawan. Alhasil, dari laga ini mereka mampu unggul empat gol tanpa balas melalui dua gol Rafli Mursalim, Todd Ferre, dan Saddil Ramdani.

Masalah yang lebih pelik kembali menghimpit pasukan Garuda saat meladeni perlawanan ketat Filipina. Di laga ini memang pelatih Indra Sjafri tidak menurunkan starting eleven terbaiknya. Todd Ferre, Saddil Ramdani, Abimanyu, Hanis Saghara, Asnawi Mangkualam, dan lainnya disimpan di bangku cadangan, sehingga dimenit ke-30 gawang yang dijaga kiper Riyandi dari Barito Putra jebol lewat tendangan bebas Chester Gio.

Tekanan tak berhenti sampai disitu, zona defense tim Filipina cukup membuat Indonesia kehilangan akal disisa babak pertama. Counter attack yang diperagakan Timnas U-19 tidak berjalan seperti biasanya. 

Transisi dari bertahan ke menyerang dirasa terlalu kikuk dan lamban sehingga memudahkan pemain lawan bertransisi dari menyerang ke bertahan, hal tersebut disiasati oleh Indra Sjafri untuk memasukan pemain yang lebih cepat dalam menyerang seperti Todd Ferre, Saddil Ramdani, plus Abimanyu.

Namun problem utama tim ini yakni final pass dan finishing touch berhasil menunda gol tim ini setidaknya hingga menit ke-80. Ketiadaan Egy Maulana Vikri memang memengaruhi daya gedor Timnas U-19, tidak adanya sosok yang liar dikotak penalti macam Egy membuat tim ini hampir tersendat keran golnya. Selain itu, minimnya sosok Muchlis Hadi Ning dan Dimas Drajat yang dimiliki Indra Sjafri di era sebelumnya juga sangat terasa.

Meskipun kini Indra punya striker dingin yang Ia temukan di Liga Santri 2017, Rafli Mursalim. Hal itu tidak menjamin PR eks pelatih Bali United itu selesai. Rafli yang sudah mengemas dua gol di AFF U-19 2018 ini masih kesulitan menciptakan peluang mengingat support dari rekan-rekan nya di lini tengah dan sayap dianggap kurang memadai.

Sebagai catatan, Abimanyu sebagai metronom di lini tengah jarang melancarkan umpan terobosan yang memanjakan Rafli maupun Saghara. Pun dengan para pemain sayap macam Saddil dan Witan mereka masih asyik mempertontonkan skill dan kecepatannya sampai lupa menyodorkan umpan manis ke kotak penalti.

Sejauh ini 75 persen gol Indonesia tercipta tidak lain adalah hasil dari akselerasi individu dan tendangan jarak jauh. Belum ada skema serangan yang terkoneksi seperti Evan Dimas-Maldini Pali-Muchlis Hadi Ning yang mengisi tim juara AFF U-19 2013 lalu. Coach Indra pun seolah masih meraba-raba soal komposisi pemain, pakem starting eleven masih belum tercipta dan selalu ada rotasi di setiap pertandingan nya.

Masuk akal jika coach Indra melakukan rotasi besar-besaran di setiap pertandingan mengingat lawan yang dihadapi pun level nya mengerucut dari mudah ke sulit. Kemungkinan Indra Sjafri memasang tim inti saat menghadapi dua pertandingan sisa yakni melawan Vietnam dan Thailand.

Akan tetapi resiko yang dihadapi juga cukup besar jika saja Saddil Ramdani malam ini tidak mampu membuka keran gol di menit ke-82. Sebuah comeback positif yang membuka gol-gol selanjutnya dari Firza Handika menit ke-83, tendangan jarak jauh Saddil di menit ke-85, dan diakhiri oleh akselerasi menawan Todd Ferre di menit terakhir waktu normal. Dari drama delapan menit melawan Filipina itu agaknya kita sudah bisa menebak siapa-siapa saja yang layak jadi starter untuk bertarung meladeni Vietnam dan Thailand.

Pakem Filanesia

Berbicara strategi Timnas U-19 tentu saja masih seperti tim juara AFF U-19 2013 yakni passing dari kaki ke kaki. Keberadaan Coach Indra menegaskan hal tersebut. Meski tiga kemenangan telah diraih, Timnas U-19 kita rasanya belum memeragakan bentuk permainan terbaiknya. Terlepas dari staf pelatih yang masih menyimpan taktik utama.

Tentu yang membuat tim ini berbeda dari tim 2013 adalah metode Filanesia atau Filosofi sepak bola Indonesia. Bersama Danurwindo dan Luis Milla, Indra Sjafri diharapkan mampu memunculkan identitas bermain khas Indonesia yang militan, cepat, dan passing dari bawah. Kecepatan yang dimiliki Saddil, Todd Ferre, Witan, Feby Eka, dan kawan-kawan dianggap memenuhi prinsip of play ala Indonesia itu.

Terbukti tiga lawan menjadi pesakitan Garuda Nusantara akibat tidak mampu mengimbangi kecepatan para pemain lincah kita. Indonesia sebenarnya diuntungkan oleh para pemain yang menjadi starter di klub nya masing-masing yang berkiprah di Liga 1. Hanis Saghara (Bali United), Nurhidayat (Bhayangkara), Abimanyu (Sriwijaya FC), Saddil (Persela), Asnawi Mangkualam (PSM) Todd Ferre dan David Remakiek (Persipura). Kualitas yang diimbangi oleh ketenangan sehingga kemampuan terbaik berhasil dipertunjukkan.

Pestanya Para Winger

Kekuatan dunia sepak bola internasional kini tengah bergeser ke posisi sayap. Pemain yang berposisi sebagai penyerang murni mulai usang. Transfermarkt menarasikan hal tersebut dengan merilis harga-harga pemain sepakbola dunia. 

Kini pemain termahal tak lagi dipegang oleh striker murni macam Ronaldo de Lima, Filippo Inzaghi, atau Harry Kane, Edinson Cavani, dan Karim Benzema. Namun era Ronaldo-Messi, Gareth Bale, Neymar, Mbappe, Mo Salah, tengah merevolusi industri sepak bola. Selain itu, kemunculan strategi false nine juga cukup memengaruhi.

Data diatas seolah merubah mindset stakeholder sepak bola di segala penjuru dunia, termasuk Indonesia. Semakin langkanya mencari striker type Bepe dipelbagai jenjang usia bukan karena kualitas bibit sepakbola kita yang menurun melainkan pergeseran strategi. Kini, sayap-sayap macam Febri Hariyadi, Riko Juntak, Osvaldo Haay dll tumbuh berkembang di belantika sepak bola nasional.

Di Timnas U-19 sendiri ada Saddil Ramdani, Witan Sulaiman, Feby Eka, Todd Ferre, plus Egy MV yang pandai mencari ruang lewat sayap Garuda. Hal demikian membuat Coach Indra memanfaatkan SDM sayap mumpuni timnya. Gol dari sayap lebih besar ketimbang striker murni macam Rafli atau Saghara.

Sebuah pencerahan atas keresahan kita mengenai minimnya sosok-sosok Bepe yang dimiliki Indonesia. Bukan kualitas sepakbola kita yang menurun, khususnya lini depan. Tapi hari ini adalah pestanya para pemain sayap yang bertipikal cepat. Piala Dunia, AFF U-19 2018, Liga 1 2018, atau bahkan nanti di Asian Games 2018 para Winger akan tetap berpesta ria. Well see..

Gemuruh Delta Sidoarjo

Mungkin pemain U-19 dari Laos, Singapura, dan Filipina merasa kaget dengan atmosfir yang dihidangkan oleh warga Sidoarjo. Gelora Delta yang berkapasitas puluhan ribu penonton sold out tiket pertandingannya hanya karena ingin menyaksikan Timnas usia muda bertanding. Sebuah hal yang tidak pernah tersaji di tempat lain.

Apresiasi yang tinggi layak kita layangkan kepada warga Sidoarjo dan sekitarnya. Mereka Sudi mensupport sebuah Timnas yang diisi oleh nama-nama yang belum tenar. Secara tidak langsung mereka juga telah mendukung pembinaan usia muda sepakbola Indonesia.

Dengan begitu Sidoarjo resmi menjadi tempat paling spesial bagi Timnas U-19 khususnya bagi pelatih Indra Sjafri, Ia seolah menemui kenangan manis 2013 saat menjuarai AFF U-19 bersama Ilham Udin Armaiyn cs. Dikarenakan masih ada dua pertandingan sisa di fase grup, izinkanlah penulis mengajukan sebuah hipotesa bukan kesimpulan.

Mentalitas tim U-19 asuhan Indra Sjafri tidak hanya terbentuk dari internal (diri sendiri) pemain melainkan juga dari gemuruh pemain ke-12 yang membuat Nurhidayat cs bermain tenang dan memiliki motivasi yang berlipat-lipat ganda. 

Mental Garuda memang telah teruji di pertandingan Filipina. Namun mari kita tunggu penguji mentalitas Garuda Nusantara di laga-laga berikutnya. Agar kita semua menemui kesimpulan yang diinginkan: Mentalitas Juara Garuda Nusantara yang Masih Terjaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun