Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menyikapi Perbedaan dalam Sebuah Pertandingan

11 November 2017   03:47 Diperbarui: 11 November 2017   19:27 3851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiap individu selalu melihat suatu permasalahan dari sudut yang berbeda, tidak pernah sama. Artinya, individu satu dengan lainnya memiliki persepsi-nya masing-masing. Lantas, bagaimana cara menyamakan persepsi yang berbeda? Adakah yang namanya persepsi benar dan persepsi salah. Semua bukan soal benar atau salah, karena kebenaran itu subjektif.

Diskusi merupakan salah satu cara menyamakan persepsi, bukan berarti memaksa persepsi orang lain untuk sama dengan kita, bukan pula untuk membuktikan mana yang salah dan harus mengalah. Sulit tentunya jika dalam sebuah diskusi tidak mencantumkan aturan bernama: toleransi (saling menghargai).

Ego yang tinggi kadang membuat kita sulit menerima persepsi orang lain bahkan merasa dirinya sendiri lah yang benar, pun dengan ketidaktahuan/ketidakpahaman kita terhadap suatu masalah, terkadang kombinasi sifat egois dan sikap kita dalam menyikapi sesuatu membuat persepsi kerap disalahgunakan untuk pada akhirnya tools menyamakan persepsi itu berubah wujud menjadi perdebatan sengit.

Saat mengemukakan pendapat, jarang sekali kita memuji/menghormati terlebih dahulu pendapat orang lain, bahkan memahaminya pun tak sudi. Kita kerap tidak sanggup/tak tertarik untuk mendengarkan orang lain berbicara karena pada hakikatnya manusia itu selalu ingin didengar, lebih nyaman menceritakan daripada mendengar cerita orang lain.

***

Berangkat dari kalimat prolog diatas, mengenai perbedaan persepsi. Sering terjadi hal-hal serupa dalam sebuah pertandingan sepakbola. Penulis sendiri pernah menyikapi/memahami setiap permasalahan di sebuah pertandingan dari sudut pandang yang berbeda, sebagai pemain, sebagai pelatih, sebagai penonton, sebagai penulis, dan bahkan sebagai wasit sekalipun.

Dari pengalaman tersebut, saya mendapatkan banyak hal. Lebih detail-nya lagi, sebagai pemain yang dirugikan wasit, sebagai pemain yang diuntungkan wasit, sebagai pemain yang sedang mengalami kekalahan, sebagai pemain yang tengah bergembira karena timnya menang, sebagai wasit yang keliru mengambil keputusan, sebagai wasit yang menangkal protes pemain yang dirugikan, sebagai penonton yang dizholimi wasit, dan seterusnya. Mungkin semua akan mengalami rasa kecewa ketika persepsi-nya tidak diakui/diabaikan oleh orang lain.

Sebagai contoh, yang paling sederhana, soal handsball, ada dua kemungkinan yang bisa muncul antara tangan yang passive dan tangan yang aktif. Bisa saja, pemain merasa jika bola tidak mengenai tangan secara disengaja (passive) namun pandangan wasit mutlak memutuskan bahwa kejadian tersebut merupakan handball yang aktif. Maka,ada hal yang perlu didiskusikan. Disanalah terjadi ketidaksepahaman/kesalahkaprahan dalam menyikapi masalah saat diskusi.

Dalam keadaan fisik yang terkuras, pemain dengan emosional tingkat tinggi pasti tidak akan menerima putusan wasit, kemudian wasit yang tersulut emosi-nya menjelaskan dengan cara salah. Padahal jika kita mencoba menerawang menjadi orang berbeda dalam arti lain memposisikan diri sebagai pemain tentu saja kita akan bisa menjelaskan semuanya dengan cara yang lebih bijaksana.

Kita kerap lupa untuk memahami orang lain dan merasa benar menurut diri sendiri. Terkadang kita lupa merespon persepsi orang lain dengan positif, karena tersulut emosi/merasa benar/hal-hal lain yang menyebabkan kita melakukan pembenaran atas persepsi pribadi, kita lupa untuk menjawab pandangan orang lain dengan cara memuji terlebih dahulu. Contoh kata: "Memang benar apa yang dikatakan oleh Anda (jelaskan pendapatnya), namun menurut saya....."

Kembali ke sepakbola, yang paling mengundang atensi masyarakat bola tanah air adalah pertandingan kontroversi antara Persija Jakarta vs Persib Bandung, Jumat (3/11) lalu, di Stadion Manahan, Solo. Tentu saja kita memiliki pandangan berbeda dalam melihat setiap putusan wasit Shaun Evan. Semua akan tetap keukeuh/teguh terhadap pandangan-nya sendiri. pemain Persib tentu tidak terima gol Ezechiel di babak pertama tidak di sahkan, namun pemain Persija juga tidak dapat menerima aksi mogok yang dilakukan tim lawan. Semua dengan persepsi-nya akan melakukan pembenaran.

Wasit pun sama, seorang pengadil di lapangan punya kuasa penuh untuk mengambil keputusan. Seburuk-buruknya wasit dalam menggunakan otoritas-nya untuk menggunakan hak SPK (sistem pengambilan keputusan)-nya adalah orang yang memiliki tempat istimewa dalam pertandingan. Keputusan wasit adalah mutlak, tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun.

Keputusan keliru perangkat pertandingan asal Australia itu tidak bisa dibenarkan, dalam konteks apapun, kekeliruan yang dibuat oleh Shaun Evan merupakan dosa besar bagi seorang pengadil. Tidak mengesahkan gol yang benar-benar 100% gol, bahkan pemain Persija sendiri pun mengakui kalau sontekan Ezechiel merupakan sebuah gol yang sah!

Namun bisakah kita memposisikan diri sebagai seorang Shaun Evan dalam pertandingan tersebut, selain berlindung dibalik kata 'manusiawi' atas kesalahan/kekeliruannya itu, hujan memang cukup menghalangi pandangan wasit sore itu. Ia sempat berdiskusi dengan AW 1 (Assisten Wasit 1), dan koleganya pun tidak melihat telah terjadi gol. Tentu jika AW1 memutuskan gol, keputusan bisa dirubah dalam sepersekian detik karena dalam regulasi/statuta FIFA hal tersebut memang dibolehkan.

Kita memposisikan diri sebagai seorang wasit yang pandangannya terpengaruhi oleh guyuran hujan yang turun atau juga terhalang pergerakan pemain yang sedang menciptakan kemelut bahkan dalam fase tertentu bisa saja kita sedang tidak melihat kejadian yang sebenarnya. Setiap manusia pasti pernah mengalami hal ini (baca: tiba-tiba blank), semacam melamun jauh saat beraktivitas.

Toh, kecil kemungkinan Shaun Evan secara sadar mencurangi Persib. Selain hal-hal demikian akan mencoreng reputasinya, apa gunanya menerima suap di sebuah pertandingan yang memang tidak menentukan gelar juara? Saya rasa laga "derbi Indonesia" tidak begitu krusial di edisi kali ini, kedua tim sedang tidak memiliki target, kedua kubu supporter juga tengah berusaha memadamkan api permusuhan.

Adapun saat banyak kalangan menanggapi reaksi seorang pemain senior Bambang Pamungkas atas reaksi gol hantu tersebut, banyak yang menuduh Bepe (sapaan akrab Bambang) tidak sportif/tidak menegakan fair play. Mari kita posisikan diri kita sebagai Bepe atau memposisikan kejadian tersebut dialami oleh Persib. Apa mungkin kita dengan besar hati mempengaruhi wasit untuk mengesahkan gol tersebut atau kita dengan baik hati mengarahkan bola ke gawang sendiri sebagai penegakan aksi fair play? Alih-alih mendapat penghargaan pemain paling fair 2017 kita malah dihukum sebagai pemain yang melakukan match fixing.

Jika masih sulit memposisikan diri sendiri sebagai seorang Bepe, kita bayangkan saja kejadian tersebut menimpa tim Persib. Apakah Lord Atep dengan senang hati mengakui gol tersebut dihadapan wasit? Tentu tidak! Semoga dengan dua analogi itu kita bisa lebih bijaksana dalam memahami permasalahan yang ada. Tidak merasa benar menurut diri sendiri, kita harus melihat sebuah masalah dari sudut pandang orang lain juga.

Begitu pun saat para pemain Persib dengan ragu menepi ke lapangan. Disana-lah wasit Shaun Evans memiliki cara pandang lain, Ia merasa Persib menyalahi regulasi. Lantas, Walk Out pun diberikan. Mungkin dari persepsi kubu Persib, kubu Persija, dan kubu perangkat pertandingan sendiri akan berbeda-beda mengenai hal ini.

Kubu/pihak Persib tentu saja tidak memahami sekaligus tidak terima keputusan wasit, kubu Persija mungkin menganggap Persib terlalu lemah sebagai sebuah tim, wasit dengan persepsinya tetap menegakan aturan. Apakah Persib memiliki dasar-dasar pembenaran atas cara pandang kejadian tersebut? Tentu saja iya.

Persib merasa kecewa terhadap keputusan wasit yang dianggap merugikan sehingga mereka melakukan aksi mogok, namun wasit punya cara pandang lain bahwa hal yang dilakukan Persib melanggar statuta. Persija pun punya pembenaran-nya tersendiri atas asumsi Persib terlalu lemah dan tidak seharusnya meninggalkan lapangan sebelum pertandingan berakhir. Semua masih tetap dengan penegakan persepsi-nya masing-masing. Lantas bagaimana cara kami/penulis/pembaca menyimpulkan semuanya?

Semua permasalahan di sepakbola Indonesia selalu berawal dari kekeliruan wasit, namun juga kesalahan merupakan salah satu sifat manusia. Lalu, apa kesalahan wasit harus di permaklumkan begitu saja? tidak juga, tidak ada yang bisa dibenarkan dari kesalahan Shaun Evans. Jadi Persib yang benar? Tidak juga, aksi walk out Persib tak bisa dijadikan sebagai aksi pembenaran atas kekecewaan terhadap wasit. Lantas, hanya Persija yang benar? Jelas tidak, karena jika Persija berada di posisi Persib saat itu tentu akan menerima kekecewaan yang sama dengan apa yang Persib rasakan.

Dapat ditarik benang merahnya, jika kita masih mencari siapa yang benar. Hanya kaum hawa jaman now yang selalu merasa benar. Tidak bisa dielakan lagi! Mayoritas penonton dan pemain/official yang terlibat dalam laga tersebut merupakan warga Negara Indonesia. Ada Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila yang menyatukan negeri yang besar ini. Bung Karno saja memahami betul persepsi dari setiap suku dan agama di NKRI itu berbeda-beda. Masa kita tidak mampu sekadar memahami persepsi antara saya dengan anda, lo dengan gue, sia dengan aing, kamu dengan aku, itu berbeda?

Mengacu pada sejarah, pendiri Bangsa ini tidak pernah berteriak bahwa suku Jawa adalah sebenar-benarnya suku meskipun Ia seorang Jawa, Ia juga tidak pernah berteriak bahwa Islam adalah yang paling benar diantara agama lain walaupun Ia seorang muslim. Apakah kita perlu membuat blok-blok demi memisahkan persepsi antara Sahabat Shaun Evan, Persibkers, Persijaholic? Pertandingan tersebut memang akan selalu dikenang sampai kapanpun, tidak ada yang paling benar, tidak ada yang paling salah! Mari kita saling memahami, untuk kemudian saling memaafkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun