Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menyikapi Perbedaan dalam Sebuah Pertandingan

11 November 2017   03:47 Diperbarui: 11 November 2017   19:27 3851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Bolasport.com

Wasit pun sama, seorang pengadil di lapangan punya kuasa penuh untuk mengambil keputusan. Seburuk-buruknya wasit dalam menggunakan otoritas-nya untuk menggunakan hak SPK (sistem pengambilan keputusan)-nya adalah orang yang memiliki tempat istimewa dalam pertandingan. Keputusan wasit adalah mutlak, tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun.

Keputusan keliru perangkat pertandingan asal Australia itu tidak bisa dibenarkan, dalam konteks apapun, kekeliruan yang dibuat oleh Shaun Evan merupakan dosa besar bagi seorang pengadil. Tidak mengesahkan gol yang benar-benar 100% gol, bahkan pemain Persija sendiri pun mengakui kalau sontekan Ezechiel merupakan sebuah gol yang sah!

Namun bisakah kita memposisikan diri sebagai seorang Shaun Evan dalam pertandingan tersebut, selain berlindung dibalik kata 'manusiawi' atas kesalahan/kekeliruannya itu, hujan memang cukup menghalangi pandangan wasit sore itu. Ia sempat berdiskusi dengan AW 1 (Assisten Wasit 1), dan koleganya pun tidak melihat telah terjadi gol. Tentu jika AW1 memutuskan gol, keputusan bisa dirubah dalam sepersekian detik karena dalam regulasi/statuta FIFA hal tersebut memang dibolehkan.

Kita memposisikan diri sebagai seorang wasit yang pandangannya terpengaruhi oleh guyuran hujan yang turun atau juga terhalang pergerakan pemain yang sedang menciptakan kemelut bahkan dalam fase tertentu bisa saja kita sedang tidak melihat kejadian yang sebenarnya. Setiap manusia pasti pernah mengalami hal ini (baca: tiba-tiba blank), semacam melamun jauh saat beraktivitas.

Toh, kecil kemungkinan Shaun Evan secara sadar mencurangi Persib. Selain hal-hal demikian akan mencoreng reputasinya, apa gunanya menerima suap di sebuah pertandingan yang memang tidak menentukan gelar juara? Saya rasa laga "derbi Indonesia" tidak begitu krusial di edisi kali ini, kedua tim sedang tidak memiliki target, kedua kubu supporter juga tengah berusaha memadamkan api permusuhan.

Adapun saat banyak kalangan menanggapi reaksi seorang pemain senior Bambang Pamungkas atas reaksi gol hantu tersebut, banyak yang menuduh Bepe (sapaan akrab Bambang) tidak sportif/tidak menegakan fair play. Mari kita posisikan diri kita sebagai Bepe atau memposisikan kejadian tersebut dialami oleh Persib. Apa mungkin kita dengan besar hati mempengaruhi wasit untuk mengesahkan gol tersebut atau kita dengan baik hati mengarahkan bola ke gawang sendiri sebagai penegakan aksi fair play? Alih-alih mendapat penghargaan pemain paling fair 2017 kita malah dihukum sebagai pemain yang melakukan match fixing.

Jika masih sulit memposisikan diri sendiri sebagai seorang Bepe, kita bayangkan saja kejadian tersebut menimpa tim Persib. Apakah Lord Atep dengan senang hati mengakui gol tersebut dihadapan wasit? Tentu tidak! Semoga dengan dua analogi itu kita bisa lebih bijaksana dalam memahami permasalahan yang ada. Tidak merasa benar menurut diri sendiri, kita harus melihat sebuah masalah dari sudut pandang orang lain juga.

Begitu pun saat para pemain Persib dengan ragu menepi ke lapangan. Disana-lah wasit Shaun Evans memiliki cara pandang lain, Ia merasa Persib menyalahi regulasi. Lantas, Walk Out pun diberikan. Mungkin dari persepsi kubu Persib, kubu Persija, dan kubu perangkat pertandingan sendiri akan berbeda-beda mengenai hal ini.

Kubu/pihak Persib tentu saja tidak memahami sekaligus tidak terima keputusan wasit, kubu Persija mungkin menganggap Persib terlalu lemah sebagai sebuah tim, wasit dengan persepsinya tetap menegakan aturan. Apakah Persib memiliki dasar-dasar pembenaran atas cara pandang kejadian tersebut? Tentu saja iya.

Persib merasa kecewa terhadap keputusan wasit yang dianggap merugikan sehingga mereka melakukan aksi mogok, namun wasit punya cara pandang lain bahwa hal yang dilakukan Persib melanggar statuta. Persija pun punya pembenaran-nya tersendiri atas asumsi Persib terlalu lemah dan tidak seharusnya meninggalkan lapangan sebelum pertandingan berakhir. Semua masih tetap dengan penegakan persepsi-nya masing-masing. Lantas bagaimana cara kami/penulis/pembaca menyimpulkan semuanya?

Semua permasalahan di sepakbola Indonesia selalu berawal dari kekeliruan wasit, namun juga kesalahan merupakan salah satu sifat manusia. Lalu, apa kesalahan wasit harus di permaklumkan begitu saja? tidak juga, tidak ada yang bisa dibenarkan dari kesalahan Shaun Evans. Jadi Persib yang benar? Tidak juga, aksi walk out Persib tak bisa dijadikan sebagai aksi pembenaran atas kekecewaan terhadap wasit. Lantas, hanya Persija yang benar? Jelas tidak, karena jika Persija berada di posisi Persib saat itu tentu akan menerima kekecewaan yang sama dengan apa yang Persib rasakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun