Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Thailand yang Selalu Ingin Berada di Atas Indonesia

22 Mei 2017   18:53 Diperbarui: 22 Mei 2017   19:06 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam sepakbola konvensional maupun futsal, Thailand selalu tidak mau kalah dengan Negara serumpun, Indonesia. Di final Piala AFF 2016 yang lalu Boaz Solossa cs ditaklukan oleh Siroch Chattong dkk dengan agregat gol 3-2. Kini, dalam gelaran Piala Asia futsal U-20 pun situasinya tidak jauh berbeda. Bertempat di Bangkok Arena, tim asuhan Vic Hermans dan Yori van Der Torren ini dibungkam dengan skor 2-4.

Timnas Indonesia yang meloloskan diri dari grup B sebagai pemuncak klasemen harus bertemu dengan musuh bebuyutannya di dunia sepakbola. Pasukan Garuda muda seolah minder menghadapi Negara yang pernah mencicipi ajang Piala Dunia futsal ini. Padahal, di laga sebelumnya mereka tak terkalahkan dengan catatan dua kali menang dan dua kali imbang. Jepang dan Vietnam yang notebene merupakan tim kuat dibuat kerepotan dimenit akhir oleh strategi Powerplay yang diperagakan Samuel Eko.

Ditinjau dari segi kualitas teknik per individu pemain pun rasa-rasanya Ardiansyah Runtuboy dan kolega masih berada diatas para pemain yang terdaftar di skuad asuhan Miguel Rodrigo itu. Sayang, faktor tuan rumah sedikit menguntungkan Timnas Thailand kali ini.

Gawang yang dijaga Albagir harus kebobolan lebih dulu oleh dua gol cepat di menit awal laga. Walau begitu, intensitas pertandingan berlangsung ketat, yang membedakan kedua tim hanyalah efektivitas permainan saja. Samuel Eko dan kolega banyak melahirkan peluang berbahaya namun finishing touch atau sentuhan akhirnya masih jauh dari harapan. Terbukti pada saat Syauqi Saud terbebas dari penjagaan Jirasin Kimseng, Kanat Kittipanuwing, Muhamad Osamanmusa, dan Serawut Phalaphruek yang kemudian tinggal berhadapan one on one dengan penjaga gawang Thailand dan bola malah melambung jauh tanpa arah.

Kesalahan elementer seperti error passing yang tidak terlihat di dua laga terakhir fase grup melawan Vietnam dan Jepang pun sesekali dipertontonkan kembali oleh pasukan Garuda Muda. Disamping itu serangan tiada henti dilancarkan Timnas Indonesia U-20 dibawah komando Arjuna Rinaldi. Sayang, efektivitas yang menjadi kelemahan mereka di laga ini belum bisa diperbaiki secara cepat.

Barulah di babak kedua, “si mesin kejut” (baca: Samuel Eko) berhasil memanfaatkan serangan balik cepat dan memperpendek jarak skor menjadi 2-1. Yori van Der Torren yang memegang kendali strategi sebagai delegasi dari pelatih kepala Vic Hermans yang berhalangan hadir tidak mau ambil resiko untuk melakukan high pressing. Padahal, cara tersebut terbukti ampuh dalam melumpuhkan kreativitas permainan Thailand.

Yori masih mengandalkan Zona Marking, yang kemudian memudahkan pemain Thailand mendikte permainan dan mengguasai ball position dengan tenang. Beruntunglah para pemain Thailand sedikit terbelah konsentrasinya ketika babak kedua mulai memasuki pertengahan. Arjuna Rinaldi berhasil menyamakan skor menjadi 2-2 dan mengembalikan harapan publik tanah air.

Namun, di lima menit terakhir intensitas pertandingan perlahan menurun. Agaknya kedua tim mulai memikirkan babak tambahan atau sekadar bermain aman dan realistis untuk mengamankan skor. Disela-sela sentuhan santai anak-anak Negeri Gajah Putih di area Tim Merah Putih, satu gol tercipta untuk mengunggulkan tim tuan rumah. Hal ini membuat pelatih Yori van Der Torren mengambil water break untuk merencanakan strategi.

Kembali, strategi powerplay jadi sebuah keputusan, tidak ada cara lain rasanya selain menyerang habis-habisan apalagi Timnas Indonesia U-20 ini terkenal dengan daya juang yang tinggi di detik-detik akhir. Dua gol penyama kedudukan saat menghadapi Jepang dan Vietnam pun tercipta dari strategi ini. Namun, alih-alih mengulang kesuksesan yang sama, Ardiansyah Runtuboy malah melakukan kesalahan fatal dengan menjegal salah satu pemain Thailand tatkala strategi powerplay sedang dilancarkan.

Dan wasit pun memberikan sebuah penalti mengingat pelanggaran yang diberikan kepada Thailand adalah pelanggaran yang keenam. Nasrulloh yang biasanya mahir menahan tendangan penalti pun mendadak tak berfungsi, alhasil tendangan dari Panat Kittipanuwing menegaskan tersingkirnya Timnas Garuda di perempat final Piala Asia futsal under 20 ini.

Terlepas dari hasil pertandingan ini, kita sebagai pemerhati atau penikmat olahraga yang mempunyai tujuan mencetak gol itu perlu mengapresiasi setinggi-tingginya perjuangan yang diperlihatkan Timnas U-20 futsal. Mengingat target yang diberikan pun bukan untuk menjadi yang terbaik melainkan mencari pengalaman di level internasional. Intinya tim Garuda Muda hanya menargetkan untuk berkenalan dengan atmosfer turnamen futsal internasional.

Bahkan, tidak sedikit pengamat yang berspekulasi sebelum gelaran turnamen Piala Asia Futsal U-20 edisi pertama ini mengenai peta kekuatan masing-masing Negara. Indonesia diprediksi hanya bisa duduk di peringkat ketiga fase grup alias tidak diunggulkan untuk lolos ke babak selanjutnya. Hal tersebut juga didukung oleh beberapa permasalahan salah satunya tim ini tidak bisa di damping oleh pelatih kepala Vic Hermans.

Namun, fakta dilapangan berbicara lain. Hitungan matematis tidaklah tepat digunakan dalam sebuah pertandingan olahraga macam futsal. Indonesia berhasil menggeser kekuatan tim elit Jepang di singgasana juara grup B sekaligus menyingkirkan tim kuat lain seperti Vietnam dan Tajikistan. Dari segi pembelajaran, saya rasa itu sudah lebih cukup melebihi dari target awal.

Kekalahan ini pun (dari Thailand) tidak perlu diratapi terlalu dalam toh data sejarah menarasikan bahwa Thailand selalu mendominasi tatkala menjamu Indonesia dari level senior maupun junior. Jika diulur lebih jauh, dari 15 pertemuan, 13 kemenangan menjadi milik Thailand. Gawang tim merah putih sudah dibobol sebanyak 84 kali, sedangkan kita hanya bisa menjebol gawang mereka (Thailand) sebanyak 30 kali saja. Terpampang selisih yang sangat jauh.

Riwayat timnas futsal senior yang lebih banyak menuai hasil minor saat berhadapan dengan Thailand di berbagai event resmi tidak bisa diperbaiki oleh juniornya sendiri. Akan tetapi, itu hanyalah sebuah catatan sejarah, dan kali ini mereka menulis sejarah yang sama: “Karena Thailand adalah Thailand, yang selalu ingin berada satu strip diatas Indonesia”. Kita akui saja catatan diatas untuk bahan evaluasi menjadi lebih baik lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun