Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Futsal Rasa Sepak Bola ala Sleman

8 Januari 2017   22:52 Diperbarui: 9 Januari 2017   11:01 3179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Futsal dan Sepakbola memang sulit dibedakan, toh keduanya memiliki tujuan yang sama: mencetak gol ke gawang lawan. Bisa dibilang futsal merupakan miniatur sepakbola. Namun, tetap ada jurang yang membedakan keduanya, terutama dalam hal law of the game. Tentu, pemain sepakbola akan merasa kikuk jika bermain futsal, pun sebaliknya.

Ketika jam menunjukkan pukul 09.30 WIB pertandingan antara SFC Planet Sleman (DIY) vs Kamiada FC Bekasi (Jawa Barat) di Gor ITB Jatinangor sudah menghabiskan 10 menit pertama, memang saat itu saya sedikit terlambat datang dikarenakan jalanan yang begitu padat berkat Bonek Mania (Supporter Persebaya Surabaya) menghijaukan kota Bandung dan sekitarnya di Kongres PSSI 2017.

Papan springboard sudah tak perawan lagi alias menunjukan bahwa salah satu tim sudah kebobolan sebiji gol. Kamiada FC berhasil mengungguli SFC Planet. Hingga turun minum skor laga semifinal Liga Futsal Nusantara (LFN 2017) tetap konsisten tak berubah. 1-0 untuk anak-anak Bekasi.

Memang pertandingan tersebut tak begitu penting karena empat semifinalis LFN 2017 sudah memastikan lolos ke Liga Pro Futsal Nasional 2017. Masuk final untuk kemudian menjadi juara adalah bonus semata. Justru laga krusial terjadi di hari sebelumnya ketika LFN 2017 menyisakan 8 tim untuk merebutkan 4 tiket promosi ke level tertinggi kompetisi futsal nasional.

Walau begitu, tak mengurangi sedikitpun tensi pertandingan, demi sebuah gengsi mereka bermain spartan dan menghibur bagi masyarakat yang hadir di tempat berlangsungnya pertandingan untuk sekadar menghabiskan sisa-sisa liburan hari minggu atau benar-benar mendukung satu diantara empat tim semifinalis.

Bunyi bel melalui pengeras suara seakan memanggil kembali para pemain dari ruang ganti, pertanda pertandingan babak kedua harus segera dimulai. Pelatih SFC Planet Sleman Yori van Der Torren menjadi orang pertama yang muncul dari lorong ruang ganti seraya menenteng beberapa berkas strategi yang ia susun. Lantas, para pemain dan Official kedua tim bergegas mengikuti beberapa waktu kemudian.

Di babak kedua, kedua tim saling mengendurkan tempo. Kamiada FC sesekali mengancam lini bertahan SFC Planet melalui aksi individu beberapa pemainnya seperti Andi Fardiansyah dan Padillah untuk sekadar menghilangkan barang sejenak tekanan terstruktur yang dilancarkan anak asuh Yori Vander Torren (Coach YVT).

Berkat tangan midas dan dinginnya sikap coach YVT, Mai Jafarudin berhasil mencatatkan namanya di papan skor sekaligus mengubah kedudukan menjadi imbang 1-1. Rentetan ancaman terus dialamatkan ke area bertahan anak Bekasi, dengan begitu Kamiada dipukul mundur, dan semakin terjepit posisinya di menit 39 lewat gol pemain SFC Planet Hendhy Dani memanfaatkan umpan tiang kedua. Membuat papan skor berbalik mengunggulkan SFC Planet Sleman 2-1.

Tertinggal sebiji gol membikin Kamiada Bekasi menggunakan powerplay. Namun, keadaan bukannya menjadi lebih baik, mereka malah kebobolan dua gol lagi masing-masing dicetak oleh Amin Rais dan Mai berkat strategi powerplay yang kurang sistematis itu. Kiper Kamiada Bekasi kerap telat mundur dan seakan membiarkan gawangnya diancam bertubi-tubi melalui sepakan jarak jauh pemain-pemain SFC Planet Sleman.

Skor 4-1 untuk SFC Planet mengantarkan pasukan Yuri Vander Torren ini melenggang ke partai puncak LFN 2017 menghadapi APK Samarinda (Kalimantan Timur) besok pagi, senin (09/01) di tempat yang sama. Sudah menjadi barang tentu, kemenangan ini mengejutkan banyak pihak termasuk pelatih SFC Planet Sleman (YVN) sendiri.

Ia tak mengira timnya bisa melebihi ekspestasi atau target yang dicanangkan manajemen sebelumnya yakni sekadar lolos ke Liga Pro 2017. Sebab, menurut pria asal Belanda itu timnya selalu menjadi underdog dan tak pernah diperhitungkan. 

“Sebetulnya, dimanapun kita selalu menjadi underdog dan tidak pernah diperhitungkan karena kita tidak punya satupun pemain bintang dalam tim. Pemain-pemain kita asli putra daerah Sleman, mungkin tak pernah dikenal sebelum-sebelumnya”, Ujar Yuri saat ditemui selepas pertandingan di pelataran Gor ITB Jatinangor.

Bersama Yuri yang bergabung dengan tim ini sejak 2011 lalu, pelan-pelan SFC Planet Sleman mulai mematahkan label underdog. Pria Belanda kelahiran 1986 silam itu berhasil memupuk kekuatan tim dengan kolektivitas.  Eks pemain Timnas Belanda U-21 tersebut lebih mengedepankan organisasi permainan ketimbang skill individu pemain.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
5 Personel Brigata Curva Sud (BCS) Menghadirkan Atmosfer Sepakbola

Lima orang pria berbalutkan baju ijo-ijo khas PSS Sleman tak henti-hentinya bernyanyi menyuarakan dukungan kepada SFC Planet Sleman sepanjang pertandingan. Perlu diketahui, BCS ini merupakan Ultras-nya Sleman, onggokan penonton yang mengadopsi kreativitas ultras-ultras Italia pada umumnya.

Brigata Curva Sud mewajibkan anggotanya untuk memakai sepatu dan berpakaian rapi disaat mendukung tim kebanggaan mereka PSS Sleman. Yang membuat nama BCS lebih istimewa di bandingkan suporter lainnya di indonesia adalah BCS pernah menjadi suporter terbaik nomor 4 di dunia versi ULTRASWORLD.

Hanya dengan lima orang saja mampu membuat suasana Gor ITB Jatinangor saat itu menjadi riuh dan meriah. Mungkin, yang ada dibenak pemirsa yang hadir langsung di lapangan mereka lebih merasakan atmosfer menonton sepakbola ketimbang pertandingan futsal. Bendera, spanduk, dan banner semakin menyulap Gor menjadi Stadion mini sejadi-jadinya.

Bahkan, entah terinspirasi pemain sepakbola dari Italia atau bagaimana, sehabis mencetak gol pemain-pemain SFC Planet Sleman ini kerap menaiki pembatas pagar penonton untuk berselebrasi bersama BCS. Dan di akhir laga, demi sebuah penghormatan atau selebrasi belaka, tim SFC Planet Sleman pun ikut bernyanyi bersama Curva Sud yang jauh-jauh datang langsung dari Sleman, DIY.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Lima orang itu, terus membuat Gor berisik. Meski berkali-kali diingatkan oleh announcer pertandingan agar tidak menyanyikan, menabuh drum, hingga meniup terompet karena hal-hal tersebut cukup mengganggu jalannya laga, mereka tak peduli. 

Bagaimanapun juga, habitat mereka di sepakbola memang membawa tradisi tersendiri yang mengubah esensi futsal itu sendiri, lama kelamaan bisa saja aturan ‘dilarang berisik’ itu dihapuskan berkat kreativitas supporter sepakbola yang salah masuk tempat itu.

Mereka, lima orang yang menamakan BCS itu membuat saya serasa berada di stadion Sleman, Yogyakarta. Dengan kreatifitasnya, mereka membuat Sleman sendiri di Jatinangor, mereka membawa atmosfer sepakbola di stadion ke futsal di Gor tersebut.

Bravo Slemania!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun