a.Sikap yang menghormati dan mengakui tradisi Seren Taun sebagai warisan budaya dan kearifan lokal masyarakat Sunda, yang memiliki nilai-nilai historis, sosial, dan religius, serta tidak bertentangan dengan ajaran Islam, asalkan tidak mengandung unsur-unsur syirik dan bid'ah. Ulama yang memiliki sikap ini biasanya bersikap toleran dan terbuka terhadap keberagaman dan pluralisme, serta menghargai perbedaan dan kesamaan antara Islam dan Sunda Wiwitan. Contoh ulama yang memiliki sikap ini adalah KH. Ahmad Syafi'i Ma'arif, yang menyatakan bahwa tradisi Seren Taun adalah salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil bumi yang diperoleh, serta mengandung nilai-nilai moral dan spiritual yang dapat diambil hikmahnya oleh umat Islam.
b.Sikap yang menolak dan mengkritik tradisi Seren Taun sebagai warisan budaya dan kearifan lokal masyarakat Sunda, yang memiliki nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam, serta mengandung unsur-unsur syirik dan bid'ah. Ulama yang memiliki sikap ini biasanya bersikap eksklusif dan konservatif terhadap keberagaman dan pluralisme, serta menolak perbedaan dan kesamaan antara Islam dan Sunda Wiwitan. Contoh ulama yang memiliki sikap ini adalah KH. Abdullah Gymnastiar, yang menyatakan bahwa tradisi Seren Taun adalah salah satu bentuk penyimpangan dan penyelewengan dari ajaran Islam, serta mengandung unsur-unsur kesyirikan dan kebid'ahan yang harus dihindari oleh umat Islam.
c.Sikap yang netral dan moderat terhadap tradisi Seren Taun sebagai warisan budaya dan kearifan lokal masyarakat Sunda, yang memiliki nilai-nilai yang dapat disesuaikan dengan ajaran Islam, serta tidak mengandung unsur-unsur syirik dan bid'ah. Ulama yang memiliki sikap ini biasanya bersikap proporsional dan rasional terhadap keberagaman dan pluralisme, serta mengambil sikap tengah-tengah antara menghormati dan menolak perbedaan dan kesamaan antara Islam dan Sunda Wiwitan. Contoh ulama yang memiliki sikap ini adalah KH. Mustofa Bisri, yang menyatakan bahwa tradisi Seren Taun adalah salah satu bentuk kekayaan budaya dan kearifan lokal masyarakat Sunda, yang dapat dijadikan sebagai media dakwah dan dialog antaragama, serta tidak mengandung unsur-unsur syirik dan bid'ah, asalkan dilakukan dengan niat yang baik dan benar.
Analisis yang menguraikan dan menjelaskan hasil penelitian, yaitu: tradisi Seren Taun memiliki berbagai aspek yang berkaitan dengan kepercayaan Sunda Wiwitan, yang dapat dianggap sebagai unsur-unsur syirik dan bid'ah oleh sebagian umat Islam, karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Namun, tradisi Seren Taun juga memiliki aspek yang berkaitan dengan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi yang diperoleh, yang dapat dianggap sebagai unsur-unsur yang sesuai dengan ajaran Islam, karena merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan oleh Islam.Â
Sikap umat Islam terhadap tradisi Seren Taun bervariasi, tergantung pada tingkat pemahaman, kesadaran, dan toleransi mereka terhadap tradisi tersebut. Ada yang mengikuti, menghormati, atau menolak tradisi tersebut, dengan berbagai alasan dan motivasi. Dampak tradisi Seren Taun terhadap kehidupan sosial, budaya, dan religius masyarakat Sunda, khususnya yang beragama Islam, adalah positif dan negatif, tergantung pada cara pandang, sikap, dan perilaku mereka terhadap tradisi tersebut.
Interpretasi, yang memberikan makna dan pemahaman dari hasil penelitian, yaitu: tradisi Seren Taun merupakan salah satu warisan budaya dan kearifan lokal masyarakat Sunda, yang memiliki nilai-nilai historis, sosial, budaya, dan religius, yang dapat disesuaikan dengan ajaran Islam, asalkan tidak mengandung unsur-unsur syirik dan bid'ah. Tradisi Seren Taun juga merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi yang diperoleh, yang merupakan salah satu sumber kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat Sunda. Tradisi Seren Taun juga merupakan salah satu bentuk toleransi dan pluralisme di antara masyarakat Sunda, yang memiliki berbagai latar belakang agama, budaya, dan sosial.
Evaluasi, yang memberikan penilaian dan kritik dari hasil penelitian, yaitu: tradisi Seren Taun memiliki kelebihan dan kekurangan, yang harus dilihat dari berbagai sudut pandang, baik dari segi budaya, agama, maupun sosial. Tradisi Seren Taun memiliki kelebihan dalam hal melestarikan warisan budaya dan kearifan lokal masyarakat Sunda, meningkatkan rasa persaudaraan, solidaritas, toleransi, dan pluralisme di antara masyarakat Sunda, serta menumbuhkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi yang diperoleh. Tradisi Seren Taun memiliki kekurangan dalam hal menimbulkan konflik, kerancuan, dan kesalahpahaman di antara masyarakat Sunda, khususnya yang beragama Islam, yang memiliki berbagai tingkat pemahaman, kesadaran, dan toleransi terhadap tradisi tersebut, menimbulkan kesenjangan, diskriminasi, dan marginalisasi di antara masyarakat Sunda, khususnya yang beragama Islam, yang memiliki berbagai status sosial, ekonomi, dan politik, serta menimbulkan penyimpangan, penyelewengan, dan penyalahgunaan di antara masyarakat Sunda, khususnya yang beragama Islam, yang memiliki berbagai motif, kepentingan, dan agenda terhadap tradisi tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI