kampus Universitas Indoensia-ui.ac.idHai adik-adikku kelas 3 SMA (sederajat) yang hari ini dan beberapa minggu ke depan akan berdebar-debar jantungngya menunggu tes dan hasil seleksi masuk perguruan tinggi. Hai adik-adikku yang mungkin kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Hai adik-adiku dari orang tua yang berbeda, tinggal dari rumah yang berbeda namun kita punya kesamaan tentang perjuangan masa depan melalui jalur pendidikan. Sekali lagi aku hendak menyapamu wahai adikku, adik yang bahkan aku belum tau namamu dan dari perjuangan seperti apa dirimu.
Bagaimana perasaanmu menjelang dunia kampus yang akan sangat berbeda dengan kehidupan putih abu-abumu itu? Senang? Antusias? Hai aku mendengar suara degup jantung itu. Nikmatilah, betapa degup itu seakan seperti piston pada kendaraan motor, ia menjadi penggerak hidup yang sangat baik.
Hai Dik, Kakakmu ini ingin sedikit berbagi cerita, mungkin sebagai lanjutan kisahku yang pernah aku tulis disini. Namun kali ini aku benar-benar ingin ini aku berikan spesial untukmu, Dik. Bukan, aku bukan hendak merasa pintar dan tahu segalanya, aku hanya berpikir bahwa dalam titik ini aku mengalaminya lebih dahulu saja dari dirimu, dirimu yang sungguh aku ingin kenal nama dan kisahnya siapapun engkau.
Lebih spesial lagi untuk engkau yang hari ini sedang menunggu pengumuman, atau bahkan diterima di UI atau juga bagimu yang hendak ikut dalam seleksi tulis masuk kampus kuning ini, Kampus Perjuangan kebanggan bangsa yang menyandang nama Indonesia. Aku ucapkan SELAMAT.. baik itu selamat atas diterimanya dirimu, atau selamat memperjuangkannya.
Sungguh, Dik, banyak sekali orang yang seperti menemukan keajaiban setelah usahanya yang begitu keras untuk bisa masuk di kampus ini. Kakakmu ini telah dengar banyak cerita mulai dari anak tukang batu hingga mantan anak jalanan bisa ikut mengenyam pendidikan bersanding dengan anak yang setiap hari diantar dengan BMW ke kampus. Ikut mengenyam salah satu lingkungan pendidikan terbaik di negerimu ini, Dik. Lingkungan yang begitu kompetitif namun hangat sehingga bisa hadirkan banyak tokoh kenamaan. Bahkan jika bicara Fakultas Ekonominya, hampir semua menteri ekonomi Jokowi kali ini dari UI, bahkan ketua Otoritas Jasa keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pun dari kampus kuning ini. Kampus yang mempunyai banyak orang ajaib dan penuh keajaiban, sungguh.
Betheway, ucapan selamat berjuangku sama antusiasnya dengan ucapan selamat bagi yang telah diterima di UI (atau mungkin PT lain yang diimpikan). Karena dalam perjuangan itulah banyak gula-gula yang bisa kau rasakan hanya dengan merasakan keringatnya, merasakan lelahnya, merasakan bagaimana menahan kesenangan sejenak demi mengejar materi tes yang kian lama kian dekat itu.Â
Yah sekarang aku adalah mahasiswa FEB-UI, namun nyatanya hidup tak semulus yang dibayangkan Dik. Aku hanya setahun SLTP di SMP negeri sebelum akhirnya keluargaku tak sanggup lagi membiayai pendidikanku kemudian aku harus mengungsi ke Bogor (PP Al-Ashriyyah Nurul Iman) bersama 18.000 orang yang mayoritas berasal dari keluarga tak mampu untuk ikut program sekolah, makan, tinggal dan ngaji gratis. Kau tau, Dik, di sana kelasnya dulu tak ada meja dan kursi karena ruang 5mx5m diisi oleh seratusan orang. Makan kami sarapan hanyalah nasi tanpa lauk, Dik, siang malam lauknya tahu 3 centi dengan kuah yang kadang tak terasa garamnya.Â
Bahkan, dahulu ketika akan mandi tidak di kamar mandi. Kita mengantri di depan lubang paku dari peralon yang dipasang memanjang. Setiap lubang pakuitu bisa 15orang antri baik untuk mandi dan mencuci. Kamar asrama hanya untuk menaruh barang sementara tidur tempatnya ada di masjid. Karena bayangkan saja kamar seukuruan 7mx4m dihuni lebih dari 70an siswa waktu dulu, ya meskipun saat ini kondisi di sekolah SMP kakakmu ini sudah jauh lebih baik. Saat itu sekolah belum ada UN karena belum turun akreditasinya sehingga kau tau aku adalah lulusan SMP dengan ujian kesetaraan.Â
Masa-masa berat, di usia seperti itu harus juga mengalami penyakit kulit akibat kurang menjaga pola hidup bersih. Ya ini memang kesalahanku sendiri, karena nyatanya banyak teman kakakmu ini yang tetap sehat. Â Namun, di masa sekolah seringkali tidak memakai sepatu dan bermodal membawa boto air mineral untuk cuci kaki saat di depan sekolah itulah yang menjadi titik awal dari segala macam keberanian. Ya, aku dulu tak seberani ini. Selain tentunya ilmu agama yang aku dapat juga sangat bermanfaat besar hingga kini.Â
Mendapat izin meninggalkan sekolah itu dari Abah, Sang Pengasuh yang sangat aku idolakan karena bisa menghidupi 18.000 orang itu bukan berarti segalanya berakhir. Mungkin semangatku sama dengan semangatmu duluk, Dik, semangat untuk melanjurkan studi begitu besar. keluargaku tak sanggup untuk membiayai SLTA. Namun semangat ini yang akhirnya membuatku tetap nekat mendaftar ke sekolah yang Alhamdulillah mau menerima uang pangkal (yang sebenarnya relatif kecil dibanding sekolah lain) secara cicil. Nama sekolah itu adalah SMK PGRI 1 Sentolo, sebuah SMK dengan akreditasi B di desaku, yang sangat jauh dibandingkan nama-nama mentereng di Jogja seperti SMA Teladan, Padmanaba, Delayota dll. Namun kekeluargaan dan suasana belajar di sana cukup kondusif untuk tetap memelihara mimpi.
Bagi kalian yang kebetulan bisa merasakan jasa bimbel, bersyukurlah. Karena aku yakin banyak orang lain di luar sana yang iri terhadap hal itu dan merasa persaingan tidak fair, engkau mendapat tentor sementara mereka tidak. Ya, "mereka" itu juga termasuk aku dulu yang tak sempat merasakan jasa bimbel, bahkan SPP SMK saja semapat nunggak dan ketika ujian aku mengerjakan di ruang khusus kelas siswa yang belum membayar SPP. Kau tahu, aku harus kayuh sepeda dari desaku Sentolo ke Kota  Yogya (53km PP) tiga kali seminggu untuk menjajakan dagangan demi kelanjutan sekolahku? Aku juga sampai ikut belasan lomba mulai tingkat Kabupaten sampai Nasional hanya untuk mendapat hadiahnya guna membayar SPP, banyak pula yang aku menangkan bahkan termasuk lomba yang presentasi finalnya di depan menteri perdagangan kala itu. Namun tetap saja aku gagal pada SNMPTN Undangan 2012, gagal pula di SNMPTN Tulis 2012, SIMAK UI 2012 sehingga jika engkau sekarang lolos maka sangat pantas aku ucapkan selamat padamu.
Sesuai dengan cerita di link yang aku ceritakan, aku kemudian bekerja sebagai office boy outsourcing di kantor pre-opening hotel tentrem. Mencuci piring, membersihkan dapurnya, membuat minuman, membersihkan toilet, mengosek kloset adalah keseharianku. Bahkan aku numpang hidup pada orang lain saat bulan pertama aku kerja sebelum menerima gaji.
 Walau begitu psosisi OB Outsourcing tak lantas membuatku patah arang, aku sudah ceritakan di link itu tentang bagaiamana aku belajar untuk memberikan peayan kelas bintang lima, dalam senyum, attitude, dan aku belajar sistem informasi perhotelan yang biasanya tak pernah diekspektasikan seorang housekeeping attendance tau hingga cara reservasi di sistem dan membuatku bisa menjadi staff di departemen front office. Seperti halnya telah aku ceritakan bahwa ini juga berkat manajemen Hotel Tentrem yang meritokrasi dan sangata mensuport perkembangan stafnya, sehingga wajar jika Hotel Tentrem sekarang adalah Hotel Bintang lima terbaik di Yogya. Hal itu tentu menjadi kenangan tersendiri, Dik, karena sebagaimana aku ceritakan aku belum mengubur impianku untuk masuk UI atau UGM kala itu dan tetap belajar di samping bekerja... tanpa bimbel.
Keajaiban pertama pun terjadi, aku diterima UGM (Ilmu Ekonomi) pada SBMPTN 2013 dan UI (Manajemen) pada SIMAK 2013. Peluang pertama bagi orang sepertiku untuk bisa kuliah.Di UGM kala itu aku ingat sekali mendapat UKT 1000.000/semester, masih cukup tinggi sebenarnya mengingat mencari uang di Jogja bukan perkara mudah.
Oh iya, aku sengaja tidak mengambil bidikmisi, karena jika hanya mengandalkan dari bidikmisi mahasiswa yang sudah tak ada support keuangan di kuliah sama sekali ini hanya akan tamat riwayatnya. Belum lagi bidikmisi seringkali turun terlambat.
Oleh sebab itulah aku mengambil dan sangat menyarankan Adik-Adik sekalian memilih BOPB (Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan) jika keterima di UI. Karena dengan mekanisme ini SPP kalian akan ringan disesuaikan dengan kemampuan bayar dari orang tua masing-masing. Jika mampu satu semester bayar 3 juta ya bayar tiga juta, kalau mampu bayar 1 juta/semester ya bayar segitu. Pun jika mampunya hanya Rp. 650.000/semester seperti yang aku alami saat itu pun demikian aku yang mengajukan BOPB Rp. 500.000/semester disetujui oleh UI dan aku hanya bayar Rp. 650.000/semester kala itu sebelum akhirnya aku mendapatkan beasiswa dari Maybank.
BOPB menurutku adalah salah satu keuntungan jika kalian diterima di UI. Karena tak ada tuh dipaksa memilih antara Rp. 1 juta atau Rp. 2 juta jika keluarga mampu bayarnya Rp. 1,3 juta misalnya. Ya untuk berkas memang cukup banyak, namun semua berkas itu ada semata-mata supaya bisa menjadi bahan verifikasi dari UI. Karena memang demikian adanya, BPB bukanlah beasiswa, itu adalah mekanisme supaya setiap orang yang keberatan membayar UKT (nama lain SPP) penuh sehingga bisa membayar sesuai kemampuan....DAN MASIH BERHAK MELAMAR DAN MENDAPATKAN BEASISWA yang jumlahnya sangat melimpah di UI.
Sehingga, setelah kalian melewati kesenangan akan diterimanya di UI, kakakmu ini sarankan supaya engkau juga menyenangkan orangtuamu dengan rela sedikit ribet guna mengurus beberapa berkas BOPB supaya beban biaya kuliahmu selama kurang lebih 4 tahun itu bisa menyesuaikan kemampuan orang tuamu jika keberatan membayar penuh. Betapa beruntungnya kau karena BOPB ini tak ada di setiap kampus, hanya di beberapa saja.Â
Sungguh, bahagia sekali rasanya mendapatkan BOPB itu, dan kini aku mendapatkan beasiswa. Meskipun kini kuliah tetap harus sambil bekerja untuk ikut membiayai hidup nenek yang telah merawatku dari keciil namun dengan ringannya biaya kuliah menjadi hal positif tersendiri. Â Selain itu aku juga bisa fokus mengembangkan kemampuan organisasi dan melanjutkan tradisi kemenangan berbagai lombadi tingkat nasional (detail ada di sini). Sungguh ingin rasanya aku menyambutmu dan mengucapkan selamat padamu hai next yellow jackets!
Lalu bagi yang belum keterima, its okay Guys, aku juga tidak diterima pada awalnya dan kini aku buktikan bahwa aku perform di sini. Berusaha lagi di ujian tulis yang penuh tantangan dan perjuangan itu. Putus asa hanya untuk orang-orang yang kurang mensyukuri anugrah dari Tuhan. Nikmatilah perjuanganmu, sungguh kini aku merasakan energi besar ketika mengingat kegagalan dan bagaimana aku tak menyerah kerenanya. Tak menyerah walau yang aku hadapi adalah cengkrama dengan piring kotor, urunoir dan kloset sedang impianku adalah berdebat dalam segi intelektual kala itu.
Satu kata penutup, ketahuilah hidup itu seperti saat engkau mendaki gunung: ketika perjalanan terasa berat, berarti saat itulah engkau sedang naik....
Salam Hangat
Gigih Prastowo
(Manajemen/Finance UI 2013)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H