Asumsi ketiga adalah jika Samadikun yang merupakan koruptor BLBI yang penulis yakin tau benar dunia finance. Maka di sini penulis asumsikan Samadikun adalah orang yang pintar atau setidaknya kenal dengan Manajer Investasi yang at least pintar dalam memilih saham. Baiklah, saya tidak akan pakai contoh saham agresif, tapi mencoba memberi contoh saham defensif.Â
Misalkan saja uang Rp. 169 Miliar itu dibelikan saham Unilever setelah stock split dan membeli pada 1 September 2003 (13 tahun lalu) pada saat harga per lembar sahamnya Rp. 3350 dan saat ini harganya sudah mencapai Rp. 47.000 atau naik 1402% maka harta Samadikun hari adalah Rp. 2,37 Trilun dan ketika Samadikun hendak mengembalikan 169 Miliyar miliknya maka itu artinya dia masih untung Rp. 2200 Miliyar atau setara dengan 81 rumah mewah di Pondok Indah pun itu masih sisa 13,36 Miliyar yang ia bisa belikan bahkan 2 mobil sport!
Sebenarnya penulis hendak membuat asumsi ke empat yaitu jika Samadikun adalah orang yang kelewat pintar atau menaruh dananya di manajer investasi yang sangat rajin trading atau atleast dia mengikuti garis-garis teknikal seperti EMA50, MACD, Bollinger Band atau bahkan anlisis fundamental sehingga bisa membeli ketika harga underprice dan jual ketika harga mahal maka bisa dibayangkan betapa banyaknya keuntungan yang bisa didapatkan. Atau misalnya Samadikun bisa (dan penulis yakin bisa karena doi mainnya di area perbankan) melakukan difersifikasi risiko dengan tetap agresif dan menurukan risikonya maka akan lebih banyak lagi.
4. Asumsi Jika Samadikun Tidak Membayar Total Kerugian 13 Tahun Lalu
Salah satu tulisan menarik yang penulis ikuti beberapa periode ini adalah tentang disubsidinya koruptor. Kajian tersebut dilakukan oleh Rimawan Pradiptyo PhD, Dosen Ekonomi FEB UGM. Dari data yang diolahnya sejak tahun 2001-2012 hukuman finansial yang dijatuhkan pada koruptor hanya 8,97% dari biaya eksplisit korupsi. Ya itu rata-rata, padahal koruptor dengan korupsi di atas 25 Miliar hanya dihukum dengan rata-rata hukuman finansial 8,3% dari biaya eksplisit. Coba kembali pikirkan keuntungan di atas dan bayangkan jika Samadikun hanya mengembalikan 8,3% (Pradiptyo 2016) yaitu Rp. 14,03 Miliar maka akan bertambah lagi keuntungannya.
Demikian pembaca, tulisan ini dibuat bukan sebagai ajakan untuk korupsi. Melainkan penyadaran bahwa saat ini koruptor masih sangat diuntungkan di Indonesia ini. Mungkin pemiskinan koruptor bisa berangkat dari logika di atas, tak sekedar menuntut kembali kerugian negara akan tetapi mengenakan juga tambahan denda apabila dari masa pemutusan "bersalah" si koruptor kabur, bahkan hingga 13 tahun! Sehingga selain efek jera maka juga akan ada efek takut untuk kabur. Namun pertama-tama tetap memastikan bahwa uang kerugian kembali 100%.
Bahkan bank yang juga kasih kredit ke masyarakat saja ketika mengemplang maka dikejar dan bahkan terus dibungakan, padahal bisa saja yang diberi pinjaman memang sedang susah. Ini koruptor masa iya dibiarkan? Trelalu banyak kerugian eksplisit lebih-lebih implisit Indonesia yang diakibatkan korupsi ini.
Â
Regards
Pembenci Koruptor
Â