Berita tentang tertangkapnya Samadikun, koruptor kasus BLBI yang kabur 13 tahun lalu menghiasi layar kaca dan headline portal berita serta surat kabar beberapa hari ini. Ada yang mendebatkan soal tangannya yang tak diborgol dan pemulangannya yang menggunakan jet pribadi. Namun adakah yang pernah memikirkan soal berapa keuntungan korupsinya? Menurut penulis ini perlu dipikirkan supaya kita bisa tau kalkulasi yang dilakukan oleh koruptor dan calon koruptor. Sehingga bisa mencegahnya.
Baiklah, penulis mencoba untuk memberikan hitungan sederhana. Samadikun korupsi Rp. 169 Miliar, 13 tahun lalu dan katanya hendak mengembalikan uang itu saat ini. Berikut kemungkinan profit yang dia dapat:
1. Asumsi Samadikun Adalah Investor Cupu
Jikalau pada hari pertama kabur (13 tahun lalu) dia investasikan uangnya pada obligasi pemerintah (misalkan FR0053) yang biasanya dianggap sebagai risk free rate 8,25% maka uang 169 Miliar itu saat ini akan bernilai 473,64 Miliyar. Jika Samadikun akan mengembalikannya saat ini maka keuntungannya adalah Rp. 304,64 M.
Pun jika Samadikun adalah investor cupu (katanya sih koruptor biasanya pintar), ya katakanlah dia investasi pada deposito, misalkan BI Rate 6,75% maka nilai uangnya saat ini adalah Rp. 395 Miliyar. Jika ia berniat untuk mengembalikan maka keuntungannya adalah Rp. 226.06 Miliyar. Bayangkan saja, saat ini harga rumah mewah di Pondok Indah yang merupakan salah satu kawasan elit Jakarta (katanya sih Koruptor biasanya beli rumahnya harus mewah) yang punya fasilitas luas 550 m2 dan luas tanah 440m2, 5 Kamar Tidur, 2 kamar pembantu, garasi luas dan 2 car port saja Rp. 27 Miliar. Dengan keuntungan yang ada saat ini Samadikun bisa membeli 8 rumah mewah di Pondok Indah dan masih ada sisa dana 10 Miliyar yang dapat digunakan untuk membeli 10 mobil kelas Alphard.
Atau jika Samadikun memang investor yang sangat cupu dan tak mau pusing dengan risko ia tukarkan 169 M itu pada 1 April 2003 pada USD yang pada saat itu kurs 1 USD=Rp. 8837 (tradingeconomics.com) dan tidak melakukan investasi apapun atau uangnya taruh di bawah bantal (emang muat ya?) maka kenaikan asetnya sudah 149% dan hari ini bernilai Rp. 252,34 Miliyar dan jika ia kembalikan 169 maka ia masih untung 83 Miliyar atau setara dengan 3 rumah mewah Pondok Indah.
2. Asumsi Samadikun Adalah Investor Second Tier (Atau misalkan dia memiliki Manajer Investasi Standard)
Baiklah, sekarang bagaimana jika kemampuan investasi Samadikun memiliki cukup pengetahuan investasi atau dengan cerdasnya dia memilih menitipkan uang tersebut pada manajer investasi dengan kemampuan standard saja (tidak cupu seperti asumsi pertama) maka keuntungan Samadikun adalah sebagai berikut:
Misalkan dia belikan saham sembarang, dan karena kemampuan manajer investasinya standard saja maka pertumbuhan asetnya hanya pada rata-rata saja (yang tercermin dalam indeks saham). Pada 1 April tiga belas tahun lalu IHSG ada di level 450.86 dan saat ini sudah 4914.74 (penutupan 1 April 2016) maka pertumbuhan asetnya sudah mencapai 10,9 kali lipat atau senilai dengan Rp. 1841,95 Miliyar atau sama dengan 1,84 Triliyun atau sama dengan 68 Rumah Mewah di Pondok Indah saat ini. Betapa koruptor sudah bisa buat satu perumahan tersendiri dengan uang tersebut.
Atau jika tak mau terdeteksi di akun Bursa Indonesia dan Manajer Investasinya dan mengkonvertnya sebagai dollar pada saat itu menjadi USD 19,12 juta kemudian menginvestasikan ke saham liquid yang ada di indeks S&P 500 yang pada 1 April 2003 bernilai 974,5 dan karena kemampuan manajer investasi biasa -biasa saja maka pertumbuhannya hanya di angka rata-rata (sama dengan pertumbuhan indeks) maka jika melihat S&P500 hari ini dan 2091.58 maka asetnya sudah tumbuh sekitar 214% menjadi USD Rp.41,04 juta. dengan kurs rupiah hari ini di angka Rp. 13.195 maka nilainya adalah Rp. 541,52 Miliyar dan jika dikembalikan Rp. 169 M maka keuntungan Samadikun adalah Rp. 372 Miliar Rupiah atau setara dengan nilai 13 RUMAH MEWAH PONDOK INDAH!
3. Asumsi Jika Samadikun Pintar (Atau punya Manajer Investasi Pintar)
Asumsi ketiga adalah jika Samadikun yang merupakan koruptor BLBI yang penulis yakin tau benar dunia finance. Maka di sini penulis asumsikan Samadikun adalah orang yang pintar atau setidaknya kenal dengan Manajer Investasi yang at least pintar dalam memilih saham. Baiklah, saya tidak akan pakai contoh saham agresif, tapi mencoba memberi contoh saham defensif.Â
Misalkan saja uang Rp. 169 Miliar itu dibelikan saham Unilever setelah stock split dan membeli pada 1 September 2003 (13 tahun lalu) pada saat harga per lembar sahamnya Rp. 3350 dan saat ini harganya sudah mencapai Rp. 47.000 atau naik 1402% maka harta Samadikun hari adalah Rp. 2,37 Trilun dan ketika Samadikun hendak mengembalikan 169 Miliyar miliknya maka itu artinya dia masih untung Rp. 2200 Miliyar atau setara dengan 81 rumah mewah di Pondok Indah pun itu masih sisa 13,36 Miliyar yang ia bisa belikan bahkan 2 mobil sport!
Sebenarnya penulis hendak membuat asumsi ke empat yaitu jika Samadikun adalah orang yang kelewat pintar atau menaruh dananya di manajer investasi yang sangat rajin trading atau atleast dia mengikuti garis-garis teknikal seperti EMA50, MACD, Bollinger Band atau bahkan anlisis fundamental sehingga bisa membeli ketika harga underprice dan jual ketika harga mahal maka bisa dibayangkan betapa banyaknya keuntungan yang bisa didapatkan. Atau misalnya Samadikun bisa (dan penulis yakin bisa karena doi mainnya di area perbankan) melakukan difersifikasi risiko dengan tetap agresif dan menurukan risikonya maka akan lebih banyak lagi.
4. Asumsi Jika Samadikun Tidak Membayar Total Kerugian 13 Tahun Lalu
Salah satu tulisan menarik yang penulis ikuti beberapa periode ini adalah tentang disubsidinya koruptor. Kajian tersebut dilakukan oleh Rimawan Pradiptyo PhD, Dosen Ekonomi FEB UGM. Dari data yang diolahnya sejak tahun 2001-2012 hukuman finansial yang dijatuhkan pada koruptor hanya 8,97% dari biaya eksplisit korupsi. Ya itu rata-rata, padahal koruptor dengan korupsi di atas 25 Miliar hanya dihukum dengan rata-rata hukuman finansial 8,3% dari biaya eksplisit. Coba kembali pikirkan keuntungan di atas dan bayangkan jika Samadikun hanya mengembalikan 8,3% (Pradiptyo 2016) yaitu Rp. 14,03 Miliar maka akan bertambah lagi keuntungannya.
Demikian pembaca, tulisan ini dibuat bukan sebagai ajakan untuk korupsi. Melainkan penyadaran bahwa saat ini koruptor masih sangat diuntungkan di Indonesia ini. Mungkin pemiskinan koruptor bisa berangkat dari logika di atas, tak sekedar menuntut kembali kerugian negara akan tetapi mengenakan juga tambahan denda apabila dari masa pemutusan "bersalah" si koruptor kabur, bahkan hingga 13 tahun! Sehingga selain efek jera maka juga akan ada efek takut untuk kabur. Namun pertama-tama tetap memastikan bahwa uang kerugian kembali 100%.
Bahkan bank yang juga kasih kredit ke masyarakat saja ketika mengemplang maka dikejar dan bahkan terus dibungakan, padahal bisa saja yang diberi pinjaman memang sedang susah. Ini koruptor masa iya dibiarkan? Trelalu banyak kerugian eksplisit lebih-lebih implisit Indonesia yang diakibatkan korupsi ini.
Â
Regards
Pembenci Koruptor
Â
Gigih Prastowo
Mahasiswa Management (Keuangan) FEB UI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H