Sembari menunggu Yani bersiap, Alena berbincang dengan ibu Yani di ruang tamu sekaligus ijin untuk keluar kesuatu tempat pagi ini, sekalian mencari sarapan. Akhirnya Yani sudah siap, mereka langsung berangkat dengan naik motor.
Tibalah mereka ditempat tujuan, Yani segera memarkirkan motor. Mereka berdua berjalan kaki menuju suatu tempat, sepatu mereka masih basah oleh embun yang memang belum pudar di rerumputan. Mereka pun berhenti dan duduk disamping sebuah nisan bertuliskan Mahesa Eka Dharma.
Tangan kanan Alena pun memegang nisan tersebut sembari berkata :
"Hai Hesa, Apakabar? Sudah lama kamu tidak mendengar keluh kesahku"
"Meski terkadang kamu bingung dengan sifatku, kamu adalah pendengar yang baik, tak pernah memotong keluh kesahku."
"Selalu menenangkan bercerita padamu"
"Kamu selalu mencari cara untuk menghiburku, meskipun aku tau itu sulit bagimu."
"Aku juga masih ingat pada senja yang mengiringi perpisahan kita"
"Semenjak saat itu, harapan -- harapan yang sudah ku rawat, harus patah."
"Setelah kepergianmu, tak ada yang bisa meyakinkanku, bahwa semua akan berjalan baik -- baik saja"
"Aku harus merancang ulang semua harapan bersama orang baru, semoga aku tidak menemukan orang yang salah, yang pastinya nati akan selalu aku sejajarkan denganmu."
"Selalu kupanjatkan doa terbaik untukmu"