Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Ironi Komisi Perlindungan Anak Memadamkan Mimpi Anak Indonesia

8 September 2019   15:10 Diperbarui: 9 September 2019   02:18 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
50 Peserta Masuk Karantina di PB Djarum 2018 | Tribun Sport

Mimpi banyak anak-anak Indonesia untuk menjadi atlet yang berhasil menembus level internasional seperti duo minions Kevin-Marcus, Jonathan Christie, Antony Ginting, Susi Susanti, dan masih banyak lainnya sepertinya harus berakhir dan mencari "pintu" lain yang jauh lebih susah.

Hal ini tidak lain dan tidak bukan karena "ulah" dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Yayasan Lentera Anak yang memprotes dan menduga PB Djarum mengeksploitasi anak-anak untuk menjadi marketer mereka dalam audisi umum yang dilakukan oleh PB Djarum.

Tadi malam secara resmi, PD Djarum memberikan Press Conference terkait Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis 2019 di kota Purwokerto yang dihadiri para mantan atlet dan juga petinggi PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonsia).

Dalam conference tersebut Direktur Program Bakti Olahraga Djarum Fondation, Yoppy Rosimin mengatakan bahwa tahun ini adalah tahun terakhir bagi PB Djarum melakukan audisi dan menjaring bakal calon atlet bulu tangkis dari seluruh Indonesia.

Usai tahun ini, PB Djarum tidak lagi melakukan audisi umum untuk mencari bibit-bibit unggul anak Indonesia yang masih muda untuk diberikan beasiswa dan pembinaan dari DJarum Foundation untuk digodok dan menjadi atlet kelas dunia.

Penghentian audisi umum dan pembinaan oleh PB Djarum ini karena klaim Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Yayasan Lentera Anak yang mengatakan bahwa ajang ini telah memanfaatkan anak-anak untuk mempromosikan merek Djarum yang identik dengan produk rokok.

PB Djarum sendiri telah mengusulkan jalan tengah seperti tetap melakukan audisi umum dengan tiak menggunakan nama Djarum baik dalam event maupun kaos para anak-anak ini, sehingga mereka bisa memakai kaos yang dibawa sendiri.

Namun menurut penuturan Yoppy, KPAI menolak usulan tersebut dan meminta pelaksanaan audisi umum beasiswa bulu tangkis tersebut steril dari brand Djarum.

Padahal kita tahu, bahwa Djarum melakukan hal audisi umum pergi ke banyak tempat di Indonesia dengan menggunakan biayanya sendiri.

Tidak hanya itu, dengan biaya dari CSR, Djarum telah mengantarkan banyak para atlet bulu tangkis mampu berkompetisi dan memenangkan pertandingan di level dunia.

Setiap tahunnya, ketika ada pertandingan badminton dalam skala internasional, para atlet besutan dari Beasiswa Bulutangkis Djarum sendirilah yang banyak memperoleh piala sekaligus membawa harum nama Indonesia di ranah internasional.

Tidak hanya sampai di situ. PB Djarum melakukan semua itu, dari audisi, pembinaan dan pelatihan, hingga membawa para atlet bertanding di berbagai negara dengan biaya secara mandiri dari Djarum sendiri tanpa ada dana dari pemerintah dalam jumlah yang signifikan.

Sebagai pihak swasta yang melakukan semua tahapan dari audisi hingga membawa piala, Djarum sudah mengeluarkan jumlah dana yang tidak sedikit dan dengan keluaran atlet yang sudah teruji kemampuannya.

Berbanding terbalik dengan cabang olah raga yang diurus oleh pemerintah sendiri, bukannya memberikan nama harum untuk Indonesia namun polemik demi polemik dengan nama yang semakin burukpun dihasilkan, salah satunya adalah PSSI.

Bukannya prestasi yang didapat, kita bisa menyaksikan sendiri bagaimana pemerintah "gagal" mengelola persepakbolaan Indonesia sekarang ini.

Badminton sendiri bukanlah cabang olahraga yang murahan dan kaleng-kaleng, terbukti pada Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro yang lalu, Tantowi Ahmad/Liliaya Natsir berhasil meraih medali emas.

Pemerintah memberikan bonus masing-masing Rp 5 miliar, sebuah nilai yang terdengar besar namun cukup kecil bila dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh PB DJarum melahirkan atlet bulutangkis tingkat dunia secara mandiri.

Selama ini PP PBSI ditopang dari pasokan pemain dari sejumlah klub besar seperti PB Jaya Raya, PB Djarum, PB Tangkas, SGS, Mutiara, Suryanaga, PB Exist dan sejumlah klub lainnya.

Meskipun PP PBSI mengeluarkan biaya puluhan miliar setiap tahun, belum ada jaminan Indonesia memiliki atlet yang berhasil memenangkan di kompetisi kelas dunia.

Hal ini karena klub-klub seperti PB Djarumlah yang membiayai sendiri kemudian menempa para atlet sejak dini, hingga para pemain hebat ini terpilih dan masuk dalam pemusatan latihan di Cipayung.

Para klub-klub ini sendirilah yang menjaring anak-anak berbakat, memberikan beasiswa dan kemudian ketika para atlet ini sudah jadi, dipusatkan oleh PP PBSI.

Dan tahun depan, satu tahapan awal penting yang dilakukan oleh PB DJarum sudah hilang oleh satu organisasi pemerintah sendiri.

Sebuah ironi tersendiri, padahal Audisi Umum yang dilakukan oleh PB DJarum menjadi satu kunci mimpi anak-anak mendapatkan jalan menjadi atlet kelas dunia, namun hal itu diganjal dengan komisi dari pemerintah yang menamakan diri perlindungan anak.

Audisi yang menjadi satu pintu luas buat anak-anak Indonesia meraih impian mereka, justru malah ditutup oleh pemerintah sendiri.

Kita harus belajar ketika Gudang Garam berhenti "mengurusi" tenis meja, dalam 30 tahun terakhirpun tidak ada atlet top di cabang olahraga tenis meja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun