Mohon tunggu...
Gigih saputra
Gigih saputra Mohon Tunggu... Dosen - Kandidat doktor, filsuf ketuhanan, dosen baru di Stiamak Barunawati..pembangunan masyarakat seimbang

Kandidat doktor, filsuf ketuhanan, dosen baru..pembangunan masyarakat seimbang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kritik-Rekonstruksi Bukti Eksistensi Tuhan Dari Zakir Naik

8 Maret 2021   09:22 Diperbarui: 8 Maret 2021   10:09 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari Goodreads.com

 Zakir Naik, siapa yang tidak mengenalnya? Orator Muslim terkenal dengan pengaruh yang besar dan segudang prestasi internasional. Zakir Naik dikenal sebagai ahli perbandingan agama dan dalam dialektikanya melawan ateis. Video-videonya begitu membanjiri kanal Youtube. Dalam artikel singkat ini saya hendak sampaikan hasil kajian jurnal internasional yang telah saya tulis. Singkat dan padat saja yang penting mendalam refleksinya. Penulis tidak bermaksud apa-apa kecuali sebagai sesama muslim ada kewajiban untuk saling mengingatkan dan memberikan masukan yang membangun demi kemajuan Islam itu sendiri.

Penulis memfokuskan pada kajian asal-usul alam sekaligus pembuktian eksistensi Tuhan yang diadvokasi oleh Zakir Naik. Penulis mengkajinya dengan integrasi filsafat teologi natural dan kosmologi modern sebagai teori dan pendekatan yang relevan.  Secara substansi, Zakir Naik membuktikan eksistensi Tuhan mengandalkan teori  Big Bang yang telah diprediksi oleh Qur’an. Logikanya bahwa ada buku yang menjelaskan apapun tentang alam, maka dia berasal dari pencipta alam semesta. Maka dari itu pencipta alam semesta itu ada dan Qur’an itu benar adanya.  Berikut kami paparkan kritik dan rekonstruksinya: 

1. Zakir Naik Menggunakan big bang tapi penjelasan tak sesuai dng teori big bang semisal: ada nebula kosmik sebelum big bang. Padahal sebelum big bang, hukum2 fisika, ruang waktu dan materi belum terdefinisikan. Nebula adalah teori asal usul tata surya bukan asal usul alam. Penjelasan zakir Naik tentang Big Bang pun tidak mendalam dan kronologis sehingga nampak begitu sederhana.

2. Tak jelas modus penciptaannya. Apakah penciptaan dari tiada, emanasi atau penggerakan abadi? Tapi efek pemahamannya akan big bang pada poin 1 maka akan menunjukkan alam stabil atau hukum2 selalu berlaku dan bisa mengarah pada ketidakberawalan alam. Karena sebelum Big Bang telah ada Nebula. Padahal sebelum terjadi Big Bang, ruang waktu tidak terdefinisikan dan hukum-hukum fisika runtuh. Big Bang sendiri penanda lahirnya ruang dan waktu.

3. Terlalu sederhana utk menjawab pertanyaan “siapa yang menciptakan Tuhan?” Hanya dijawab balik “jika sodaramu john melahirkan maka tebaklah jenis kelamin anaknya” pertanyaan balik itu menunjukkan bahwa tidak relevan mempertanyakan hal tersebut karena Tuhan adalah sebab awal. Ia sekedar berangkat dari definisi Tuhan sebagai sebab yang tak disebabkan lagi. 


Rekonstruksi

1. Pemahaman ulang dan pendalaman akan big bang dan mengupdate ateisme2 kosmologi termutakhir semisal multiverse, big bounce dll. Dibutuhkan penjelasan yang kronologis dan komprehensif mengenai Big Bang. Dan PR besarnya bagaimana mengintegrasikan sains modern dan teologi natural yang filosofis.

2. Memilih konsep penciptaan dari tiada karena konsisten dng hakekat keterbatasan kausalitas dan sejalan dng keterbatasan alam yg dijelaskan big bang. Ditambah Komparasi dng konsep emanasi dan penggerakan abadi yang digagas oleh Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Agar khazanah keilmuwan Islam tersambung dari zaman ke zaman dan terus berkembang.

3. Memperdalam konstruksi keterhinggaan kausalitas secara sistematis khususnya berangkat pada hakekat kausalitas Serta atribut2nya. Serta memperkaya dilematisasi semisal jika kausalitas Tuhan tak hingga maka tak kan sampai pada penciptaan alam karena ketidakhinggaan tak akan bisa dilalui. Itu akan memantapkan kebutuhan akan. Tuhan dan kemustahilan ketidakhinggaan kausalitas. Model kritik seperti itu sangat relevan dengan model debat Zakir Naik yang sangat dialektis dan gemar mendilematisasikan argumen lawan.  Zakir Naik bisa berangkat dari argumentasi Al Kindi tentang ketidakhanggian sebab akibat yang ditujukan kepada Tuhan. 

               Pesona sepak terjang zakir Naik memang luar biasa namun bukan sama dengan melemahkan analisis kita akan isi pesan dari dakwah Zakir Naik. Kritik dan rekonstruksi ini sekali lagi dimaksudkan untuk menambah khazanah dan memberikan masukan bahi pemikiran Zakir Naik. 

Mencicipi Sedikit

         Dalam mengajar mahasiswa pada mata kuliah filsafat bisnis di Stiamak Barunawati, pembahasan ketuhanan juga saya kaji. “Lho bisnis kok mbahas ketuhanan? Jauh banget?” Namanya saja mata kuliah filsafat bisnis dimana ada perpaduan antara kajian filsafat dan bisnis.  Sederhananya mengkaji prinsip-prinsip filosofis dalam bidang bisnis.  Ketuhanan adalah salah satu aspek Yang saya masukkan. Karena saya ingin kegiatan bisnis memiliki  nilai-nilai keluhuran yang bersumber dari hukum-hukum Tuhan yaitu prinsip-prinsip universal atau hukum-hukum keseimbangan yang tentu saja telah diciptakan oleh Tuhan.  Agar mahasiswa memiliki worlview yang kokoh dan integral.

          Tentu saja kajian ketuhanan tidak sebanyak dan semendalam porsinya seperti  ketika saya menempuh s3 saya dan fokus di filsafat. Setidaknya saya kenalkan logika-logika dasar dan sederhana tentang bukti adanya Tuhan sehingga ada kemantapan dan menambah kekuatan dalam bertuhan. Sehingga ada kesadaran dan kemauan yang besar menggunakan prinsip-prinsip universal yang telah diciptakan oleh Tuhan dalam konteks bisnis. Berangkat dari situ dapat menumbuhkan mindset yang konstruktif dan menanamkan akhlak yang baik. Saya harapkan ada semangat menggali hukum-hukum kausalitas secara ilmiah yang dengan kata lain sebagai cikal bakal riset yang futristik. Prinsip yang saya selalu tekankan agar bisnis dapat selalu membaca perkembangan zaman dan adaptif. Akhlak yang baik juga modal penting dalam berbisnis untuk memberikan kemaslahatan bersama serta menghindari kerugian maupun bencana lainnya. 

          Permasalahan bisnis banyak berangkat dari paradigma filosofis yang keliru. Semisal Feodalisme maupun Liberalisme  yang menjadikan manusia sebagai pusat dan Tuhan telah absen maka dengan rela hati melakukan eksploitasi bahkan persaingan yang menindas. Banyak perilaku bisnis yang dengan sadar berdampak negatif merusak lingkungan dan koruptif karena berpandangan pragmatisme-hedonisme dan tidak menyadari bahwa manusia bertugas untuk mengelola bumi atau sebagai wakil Tuhan. Masih banyak lagi contohnya. Itulah mengapa bisnis harus dimulai dari paradigma filosofis yang ilmiah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun