Mohon tunggu...
Om Raden
Om Raden Mohon Tunggu... -

Mumpung belum ompong, ngomong ah...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cara 'Menelanjangi' Calon Pejabat Publik

16 Oktober 2011   08:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:54 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabar menggelikan itu datang dari Mahkamah Agung (MA). Melalui juru bicaranya, Hatta Ali, lembaga yudikatif itu mengaku kecolongan telah meloloskan Ramlan Comel sebagai hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Tipikor). Setelah media massa ramai memberitakan kasus bebasnya Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad di Pengadilan (Tipikor) Bandung, terungkaplah bahwa Ramlan Comel--salah satu hakim yang menyidangkan perkara tersebut--ternyata pernah menjadi terdakwa kasus korupsi.

Lalu, mengapa MA sampai kecolongan? Apakah lembaga ini tidak menelusuri rekam jejak (track record) Ramlan Comel ketika yang bersangkutan mengikuti seleksi calon hakim ad hoc tipikor?

Hatta Ali mengatakan, pihaknya sudah berusaha mendapatkan masukan masyarakat melalui iklan di media massa, tetapi sampai proses seleksi berakhir, masukan itu tidak ada.

"Pada angkatan pertama kami melakukan penelusuran melalui MaPPi (Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia). Tetapi, pada angkatan berikutnya kami tidak menyertakan karena tidak ada anggaran," ujar Hatta Ali, sebagaimana dikutip berbagai media massa.

Menentukan seseorang lolos atau tidak menjadi pejabat publik bukanlah pekerjaan main-main. Karena itu, alasan ketiadaan anggaran untuk melakukan penelusuran rekam jejak (track record) adalah alasan yang terkesan mengada-ada, bahkan tidak logis, karena penelusuran track record merupakan agenda yang memang seharusnya ada dalam proses seleksi pejabat publik.

***
Tiga tahun lalu saya pernah punya pengalaman melakukan penelusuran rekam jejak calon pejabat publik. Proses ini biasanya disebut dengan 'tracking'. Kadang-kadang disebut juga investigasi. Tetapi istilah investigasi rasa-rasanya terlalu gagah karena dalam investigasi selalu diandaikan bahwa target menyembunyikan fakta-fakta tertentu. Investigasi juga identik dengan penyelidikan untuk menyingkap suatu tindak pidana. Faktanya, penesuluran rekam jejak tak sampai sejauh itu.

Baiklah, saya akan bercerita bagaimana saya melakukan tracking terhadap seorang calon pejabat publik, apa saja yang saya telusuri, dan seperti apa out put-nya.

Kebetulan, yang mempercayai saya melakukan tracking sebuah lembaga yang dinahkodai orang-orang Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Waktu yang diberikan kepada saya dan para tracker lainnya adalah dua pekan, sejak menerima surat tugas hingga mengirim laporan.

Sasaran tracking adalah seorang calon pejabat publik di lembaga tertentu. Katakanlah inisialnya T. Ia telah lolos dari segi administrasi dan kesehatan. Tahap berikutnya adalah wawancara akhir yang akan dilakukan Tim Seleksi dan bila lolos maka dilanjutkan dengan uji kelayakan dan kepatutan (Fit and proper test) di DPR.

Tracking dimulai dengan mempelajari bio data si calon dengan cermat. Dari situ kemudian dipetakan informasi-informasi apa yang perlu digali lebih dalam, mulai dari informasi yang dianggap wajar seperti tanggal lahir dan tempat tinggal hingga informasi yang dianggap janggal seperti kekayaan.

Pengumpulan informasi dilakukan dengan observasi, wawancara dan membaca dokumen. Observasi dilakukan misalnya terhadap tempat tinggal dan lingkungan kerja si calon. Wawancara dilakukan terhadap orang-orang yang dekat atau sering berinteraksi dengan si calon, seperti anggota keluarga, tetangga, atasan atau rekan kerja, teman seorganisasi dan lain-lain. Sementara itu, teknik mempelajari dokumen dilakukan misalnya terhadap kartu identitas, ijazah, sertifikat tanah dan lain-lain.

Penelusuran juga diarahkan kepada pemberitaan di media massa. Harus saya akui, banyaknya informasi yang terkumpul di internet sangat memudahkan seorang tracker. Media massa seperti koran juga sangat membantu.

Setelah riwa-riwi mengumpulkan data dengan metode yang saya sebutkan di atas, pekerjaan berikutnya adalah mengolah data itu lalu menyajikannya dalam bentuk laporan. Laporan itu terdiri dari laporan utama yang berbentuk matrik dan lampiran-lampiran berupa foto, berita dan artikel,  serta dokumen lain yang relevan.

Adapun format laporan utama adalah sebagai berikut:

Profil Umum
Data ini berisi identitas lengkap, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan, kiprah di organisasi, dan penghargaan-penghargaan yang pernah diraih.

Data ini biasanya disesuaikan dengan data resmi yang dikirimkan si calon saat ikut seleksi.

Data Kekayaan
Data ini terbagi menjadi tiga, yaitu data harta tak bergerak, harta bergerak, serta investasi dan asuransi.

Tracker harus menelusuri kevalidan data yang disebutkan oleh si calon. Jika ada kejanggalan, baik dari segi jumlah maupun dokumen otentik, tracker harus menuliskannya dalam laporan.

Administratif
Yang dimasukkan di sini adalah data pendidikan dan pengalaman. Tracker berusaha menghubungkannya dengan jabatan publik yang hendak diemban si calon.

Integritas
Ini adalah bagian terpenting laporan. Indaktornya ada empat, yaitu:
- Kekayaan yang dimiliki
Tracker berusaha mengkalkulasi, apakah kekayaan yang dimiliki si calon adalah wajar bila dikaitkan dengan pekerjaan yang dimilikinya.
- Kedinasan/Profesi
Tracker berusaha mencari tahu, apakah si calon bekerja secara profesional atau tidak; pernah indisipliner dalam tugas atau tidak; siapa saja teman atau jaringan atau afiliasinya; dan sebagainya.
- Perilaku
Tracker berusaha mengetahui perilaku si calon di rumah tangga, di lingkungan tempat tinggal, di tempat kerja, dan sebagainya.
- Kepatuhan terhadap UU
Tracker berusaha mengungkap apakah si calon pernah bermasalah secara hukum atau tidak. Jika pernah bermasalah secara hukum, dalam perkara apa dan bagaimana duduk perkaranya.

Kualitas
Data ini berisi karya Ilmiah yang pernah dibuat si calon dan pernyataan-pernyataannya yang pernah terpublikasi di media massa. Dari situ dapat diketahui kualitas si calon dan dapat diketahui apakah kualitas itu berguna jika yang bersangkutan lolos sebagai calon pejabat publik.

Indakator Khusus (Profesi)
Data ini berisi hal-hal khusus yang membuat si calon berbeda dari calon-calon lainnya. Misalnya kelebihan si calon dalam bidang tertentu sehingga ia mendapat penghargaan bergengsi dari lembaga nasional bahkan internasional.

Catatan Tambahan
Data ini berisi hal-hal sepele namun berguna banyak, seperti hobi, bakat, cita-cita, dan lain-lain. Jika si calon hobi bermain golf, misalnya, dapat diperkirakan lingkungan pergaulannya.

Kesimpulan
Data ini berisi opin tracker, apakah si calon layak menjadi seorang pejabat publik atau tidak.

Daftar Nasumber
Seluruh nama dan kedudukan narasumber harus ditulis dan sebisa mungkin disertakan nomor kontak yang dapat dihubungi. Karena proses tracking ini dilakukan berjenjang, informasi nomor kontak itu berguna bagi trackir di lapisan atas untuk memperoleh informasi lebih lanjut.

***
Demikianlah pengalaman saya ketika dipercaya 'menelanjangi' calon pejabat publik melalui tracking.

Jika Anda hendak menjadi pejabat publik yang harus menjalani seleksi di lembaga tertentu dan mengikuti fit and proper test di DPR, maka Anda pun kemungkinan besar akan menjadi sasaran tracking.

Anggaplah tulisan saya ini sebagai sistem peringatan dini agar suatu saat Anda tidak kaget ketika dijadikan sasaran penesuluran. Ingatlah, bersedia menjadi pejabat publik pada dasarnya adalah bersedia menjadi ikan di dalam akuarium.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun