Mohon tunggu...
Giffari Muslih
Giffari Muslih Mohon Tunggu... Guru - Man Jadda Wajada

Teacher, Writer and Design engineer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mimpi Seorang Pedagang Bakso Keliling Cilik

28 April 2020   09:15 Diperbarui: 28 April 2020   09:29 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen Pribadi

Allahu Akbar...
Allahu Akbar....
.........

Adzan di pagi hari berkumandang, gadis kecil berparas manis bangun dari tempat tidur yang telah usang. "Hoaaaammmzz...." masih terkantuk-kantuk si gadis kecil membangunkan adiknya yang masih tertidur pulas. Adik yang berparas tampan, lucu dan masih berumur 2 tahun ini pun akhirnya bangun sambil merengek-rengek karena masih ingin tidur lagi. 

Akan tetapi, si gadis kecil ini membiarkan adiknya masih di tempat tidur menuju ke kamar mandi. Bersih diri, mandi dan wudhu menjadi rutinitas setelah bangun tidur untuk persiapan sholat Shubuh dan aktivitas setelahnya. 

Di bawah atap yang sudah banyak yang bocor, bersama dengan amak, gadis kecil ini sholat berjama'ah dengan khusyuk. Akan tetapi, sang adik belum terbangun pula, akhirnya amak mereka yang membangunkan si adik dengan lembutnya. Akhirnya si adik tampan ini terbangun dan bersih diri dibantu oleh amaknya. 

Setelah dzikir dan berdo'a, bangun dari sajadah dan langsung cepat-cepat bergegas menuju ke lemari untuk mencari seragam merah putih dan memakainya. Sedangkan amaknya bersiap-siap membuat makan pagi untuk anaknya berangkat. Dengan hanya nasi dan telor dadar seadanya,  amak menyiapkan makan untuk mereka dengan penuh peluh wajah yang sudah keriput. 

Akhirnya gadis kecil ini keluar dari kamarnya yang sudah siap berangkat ke sekolah pagi-pagi sebelum matahari terbit, makan bersama dengan amak dan adiknya yang tampan. "Amak, kemarin bu guru bilang, kapan bisa bayar buku? Soalnya ibu guru bilang sudah tunggak 3 bulan," Seketika amaknya kaget dan segera meminum air putih. "Oh ya nak, bilang ke ibu guru kalau minggu depan ya bayar bukunya," 

"iya bu," jawab si gadis kecil ini dengan suara khas nan unik. Akan tetapi amaknya memikirkan hal ini, apakah bisa membayar bukunya atau tidak sedangkan pekerjaan sehari-harinya hanya tukang cari keong sawah dan tukang cuci baju jika dibutuhkan, uang hasil jerih payahnya pun pas-pasan. Hal ini diketahui oleh anaknya, gadis kecil ini. Sehingga mau gak mau, si gadis kecil hanya bisa pasrah. Apalagi ke sekolahnya harus jalan kaki dan uang jajan pun kadang dikasih kadang tidak, walaupun dikasih hanya Rp. 1000 rupiah saja. Hal tersebut tidak menyurutkan semangat gadis kecil berusia 7 tahun ini untuk bersekolah dan menuntut ilmu. 

Sambil berjalan kaki dengan sepatu yang sudah usang dan koyak, bersama teman-temannya berangkat ke sekolah. Sedangkan amaknya bersama adiknya yang tampan sambil digendong berangkat kerja ke sawah untuk mencari keong di sawah. Keong-keong yang sudah dikumpulkan nantinya akan dimasak sebentar dan akan dijual kepada warga kampung. 

Seribu dua ribu yang diperoleh tidak menyurutkan semangat untuk mencari keong sawah. Tak ayal banyak warga dan tetangga bersimpati dan ingin membeli dagangan amak yang bernama Ibu Lastri. Sambil mencari keong sawah, sang adik, dek Bagas pun ikut membantu mencari keong sawah dan membantu menjajakan keliling jualannya. 

Seementara itu, gadis kecil yang bernama Puput tiba di sekolah dengan selamat dan langsung masuk kelas untuk belajar. Untungnya gak telat, dengan bermodalkan buku tulis 1 buah, pensil dan buku paket 1 buah, dia bersungguh-sungguh menyimak penjelasan dari guru. Hari ini, Puput bersama teman-temannya di kelas belajar tentang cita-cita. "Nah siapa yang mau maju ke depan untuk menceritakan cita-cita yang kalian inginkan?" Dengan cepat Puput langsung unjuk tangan dan maju ke depan. 

Lalu Puput bercerita, 

"Assalamu'alaikum, halo teman-teman!"

"Wa'alaikum salam Warahmatullahi Wabarakatuh, Halooooo!!" jawab teman-teman Puput dengan serempak

"Disini Puput akan bercerita cita-cita. Cita-cita Puput adalah ingin menjadi Menteri Sosial."

"Waaahhh ....." sontak kaget terpancar dari teman-teman Puput

"Kenapa mau jadi menteri sosial, Put?" tanya Ibu Guru

"Jadi kalau Puput jadi Menteri Sosial bisa bantu banyak orang, yang lagi kesusahan yang lagi gak punya uang," lantang Puput

Akhirnya sang Guru dan teman-teman mengamini cita-cita Puput.

Jam akhir pelajaran pun berdering, semua murid termasuk Puput keluar kelas dan menuju ke rumah masing-masing. Sesampainya di rumah, Puput langsung menyimpan tas dan berganti baju. Setelah itu, langsung keluar rumah lagi dan menuju ke rumah tetangganya. Ngapain ya? 

Puput seperti biasa mengambil baso dan semua bahan pelengkapnya yang telah dibuat oleh tetangganya untuk dijual keliling ke kampung-kampung sekitarnya. Dengan penuh rasa berat mengangkat kaleng berisi baso dan bahan makanan pelengkap serta mangkok-mangkok dan sendok, Puput berkeliling menjual dagangannya. 

"Baso Baso Basoooo!!!"

"Dek, beli basoo," suara dari perempuan di depan rumah itu membuat Puput berbalik arah dan menghampiri perempuan tersebut. Dengan tangan kecil nan polos, cekatan sekali membuat baso campur yang akan disajikan kepada sang pembeli tersebut. Alhasil banyak warga termasuk teman-temannya senang membeli basonya karena racikannya yang enak. 

Akan tetapi, tak sedikit pula teman sebaya Puput yang suka mem-bully Puput lantaran berdagang Baso dan jarang bermain dengan temannya. Tetapi, Puput menghiraukan hal tersebut, demi selembar seribu duaribu bisa ia terima dari hasil berjualan untuk membantu amaknya. 

Setelah lama berkeliling dan hari sudah mulai gelap, Puput kembali ke rumag tetangganya yang membuat Baso tadi, dan diserahkan uang hasil jerih payahnya. 20 ribu telah ia berhasil kumpulkan dan diserahkan kepada tetangganya itu, dan tetangganya itu memberikan uang hasi jerih payah berdagang sebesar 5 ribu rupiah. Dengan wajah yang lelah dan polos, Puput menerima uang tersebut.

"Alhamdulillah," syukur Puput memberikan rasa kesenangan tersendiri, karena dia bisa memberikan uang kepada amaknya, membeli beras untuk makan hari ini. Dengan berlari kecil, menuju rumahnya. Sesampai di rumahnya langsung bertemu dengan amak dan Bagas, lalu memberikan uang 5 ribu hasil berdagang baso kepada amaknya. 

"Bu, ini uang 5 ribu buat beli beras," amaknya pun menangis dengan tersedu-sedu melihat anaknya berjuang keras membantu sang amak dalam memutar perekonomian keluarganya. Sebenarnya, bapaknya Puput sudah lama meninggal karena kecelakaan setahun yang lalu. Sehingga amaknya lah yang sekarang berjuang untuk biaya hidup Puput dan Bagas. 

Amaknya bersyukur kepada Allah SWT, karena diberikan anak-anaknya yang suka membantu dan memahami kondisi keluarga kecilnya. Semoga keluarga kecil ini menjadi keluarga yang menginspirasi kita semua dan cita-cita Puput menjadi seorang Menteri Sosial terkabul di kemudain hari. Aamiin. 

Karya: Giffari Muslih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun