Tak jarang Tuhan memberi kita petunjuk dengan canda. Itu bukti bahwa Dia humoris juga. Semua orang mestinya bisa membuktikannya. Beberapa tahun lalu aku mengalaminya.
Saat di depan laptop mencari-cari informasi pelengkap buku soal untuk Sekolah Dasar, tiba-tiba saja terbersit ide tentang nama masakan yang terbuat dari telur ikan. Kupikir soal ini bagus untuk memperkaya pengetahuan anak SD. Anehnya, entah kenapa saat itu aku sendiri tiba-tiba justru tidak tahu jawabnya. Padahal, aku yakin pernah tahu, tapi ... hei.. apa yaa? Bolak-balik berpikir, istilah yang kuharap itu tak juga muncul di otakku. Sudah coba kuurutkan abjad dari a hingga z sebagai huruf awal alternatif jawaban, Â istilah itu tak juga ketemu.
Saat itu aku sedang online, sebenarnya bisa saja aku tanya Mbah Gugel dan pasti tak sampai semenit sudah mendapat jawabannya. Tapi aku tak mau. Akan lebih puas jika jawaban itu kutemukan sendiri di otakku. Gengsi rasanya kalau harus menanyakan jawabannya pada mesin pencari untuk pertanyaan sepele seperti itu.
Namun, hingga belasan menit kemudian jawaban itu tak kunjung ketemu. Jangan-jangan ini gejala pikun atawa demensia pada diriku. Ouw tidak.. tidak sedini itu. Tapi ke mana menghilangnya sepotong pengetahuanku itu?
Aku yakin tidak sedang dendam atau membenci seseorang maupun sesuatu. Maka aku tak mau memaknai hilangnya pengetahuanku itu sebagai hukuman yang dijatuhkan-Nya padaku. Lalu apa alasannya?
Kupikir terlalu sombong jika aku berusaha merenungkan alasan dicabutnya pengetahuanku itu. Karena otakku seakan tak berdaya menemukan jawaban atas pertanyaan misterius tadi. Nama masakan dari telur ikan tadi belum juga ketemu, masak malah memikirkan alasan ketidakberdayaanku.
Dan, akhirnya aku berpikir kalau Tuhan sedang mengusiliku. Kalau aku melawan, pastinya tak akan menang. Maka kucoba berkomunikasi dengan-Nya, aku meminta Dia sportif terhadapku. Aku minta Dia kembalikan sepotong pengetahuanku yang satu itu, SEGERA. Caranya terserah Dia, aku akan sabar menunggunya. Aku akan berusaha menafsirkan setiap sinyal petunjuk dari-Nya untuk menemukan kembali sepotong pengetahuan yang sengaja diambil-Nya tanpa persetujuanku.
Sehari kemudian tak ada perkembangan. Setiap ingat tentang pertanyaan itu, aku kembali berusaha mengingat untuk menemukan jawaban, tapi selalu gagal. Â Caravan, vanila, fermipan, spaghetti, pasta, escargot, bekicot ... apa sih.. tak ada yang cocok.
Sehari sesudahnya pun sama. Tak ada "wahyu" yang kuterima, tak ada mimpi yang bisa kucerna, tak ada informasi spesifik yang menurutku menjurus ke sana. Hmm.. tega Kau yaa.. desisku. Kupikir Dia tertawa mendengarnya, tapi aku tak terlalu mempedulikannya. Kalau Dia belum mau kasih tanda, aku bisa apa?
Dan, akhirnya keusilan-Nya berakhir di hari ketiga. Saat itu pagi-pagi aku keluar rumah menuju sebuah 'pasar kaget' untuk membeli sesuatu. Hanya sekitar 200-an meter jaraknya. Cukup jalan kaki saja.
Aku menyusuri gang depan rumah yang masih lengang. Tepat di ujung gang ada sebuah pertigaan, aku belok kiri. Di dekat pertigaan itu terparkir gagah sebuah kendaraan tanpa pengemudi. Ukurannya cukup mencolok karena menghalangi rute pejalan kaki seperti aku ini.
Weeh... pekikku tertahan. Bukan bentuk maupun ukuran kendaraan yang membuatku terkesima. Aku tahu itu bukan moge alias motor gede, melainkan triseda, sepeda motor beroda tiga. Kosong baknya. Entah biasanya untuk mengangkut apa.
Tapi yang membuatku spontan terbelalak adalah tulisan di bagian belakangnya. Di bak belakang triseda itu tertulis: Â VIAR.
Degh! Aku merasa seakan simpul listrik di otakku mendapat stimulus kejutan ratusan volt.. dan..
Duh Gusti.. saya paham sekarang.... saya sudah ingat sekarang... masakan berbahan telur ikan itu namanya caVIAR
Ahh, Tuhaaan.. Kau bisaaaa aaajaa....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H