Kilatan sinar putih menyambar tubuh Antareja sehingga terlempar puluhan tombak jauhnya diiringi bunyi keras. Anoman mengarahkan aji maundrinya pada Antareja. Antareja pingsan. Anoman berjaga-jaga di dekatnya. Tiba-tiba terlihat keluar sesosok raksasa dengan muka marah dari tubuh Antareja.
"Monyet tua bangka, masih saja mengganggu kesenanganku!"
"Dasamuka angkara murka,tidak kapok-kapoknya menebar petaka. Kalau tak mau kembali ke tempatmu semula, rasakan aji maundri ini lagi!"
"Jjjaangaan.. baik.. baiklah aku kembali ke tempatku.."
Dasamuka ketakutan. Maka kembalilah sukma abadi Dasamuka ke tempat pemenjaraannya di perut gunung diiringi Anoman di belakangnya. Tapi masalah belum berakhir karena pasukan Kurawa yang tadinya mendukung pemberontakan Antareja pun harus diusir dengan paksa.
Antareja yang sudah siuman segera bersimpuh di hadapan para sesepuh Amarta, memohon ampun atas segala perbuatan yang terjadi di luar kendali dirinya. Saat ditanya apa yang menjadi penyebabnya, Antareja menceritakan kronologi yang diawali dengan kedatangan Begawan Durna. Mendengar cerita itu Petruk, Bagong, dan Setyaki berlarian ke arah barisan Kurawa yang sudah cerai berai oleh pasukan Amarta.
"Ampun Gong, ampun Truk…aduuhh..aw..adaw!" jerit Durna yang diseret oleh Bagong dan Petruk yang dikawal oleh Setyaki. BRUK‼ Tubuh Durna dilempar ke hadapan para satria Amarta.
Kresna membantu Durna berdiri,lalu bertanya," Apa benar Eyang Durna yang menghasut Antareja?"
"Nggak ngaku ditelanjangi saja!" kata Bagong sambil mendekat.
"Jangan, Gong. Iya benar sinuwun,tapi saya hanya menjalankan perintah anak prabu Suyudono."
"Perintah apa, Eyang?"tanya Kresna.