[caption caption="Elang Jawa (Sumber gambar : www.sinarharapan.co)"][/caption]
Sambil bernostalgia saat dikejar deadline pengumpulan tugas membuat makalah, saya akan sedikit melaporkan fenomena yang cukup mengikis nasionalisme yang bersumber dari dunia maya. Ini berhubungan dengan lambang negara kita yang dikatakan mirip dengan elang Jawa.
Pendahuluan
Sebuah lambang negara pasti sarat dengan makna filosofi. Filosofinya pun pasti tingkat tinggi. Tinggi dan dalam. Profil, bentuk geometri, maupun lambang penyusunnya pasti diputuskan dengan penuh pertimbangan. Pertimbangan yang tidak sembarangan. Begitu pula dengan pemilihan warnanya. Karena warna pun ada maknanya.
Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila. Secara bentuk serta jumlah bulu sayap, ekor, pangkal ekor, dan leher yang berturut-turut menggambarkan penanda waktu Proklamasi 17/ 8/1945 sudah dihapal dan diketahui bersama seluruh rakyat Indonesia sejak masih duduk di Sekolah Dasar. Begitu pula dengan perisai di dada Garuda Pancasila serta lima simbol sila-sila Pancasila. Bintang, rantai, beringin, kepala banteng, serta padi dan kapas berturut-turut melambangkan sila pertama hingga kelima Pancasila.
Permasalahan
Sebagai simbol negara, Garuda Pancasila mestinya memiliki profil yang baku sehingga seragam dipahami dan dimaknai. Namun, lambang negara yang beredar di masyarakat, khususnya dunia maya ternyata memiliki lebih dari satu versi.
Sebenarnya, pemerintah Indonesia sudah menetapkan profil lambang negara Garuda Pancasila, khususnya dalam Undang-Undang nomor 24 tahun 2009 tentang "Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Dalam pasal 46 s/d 50 undang-undang tersebut dijelaskan profil lambang negara Garuda Pancasila. Sayangnya, masih kurang detil sehingga memungkinkan penafsiran "liar" yang berakibat pada ketidakseragaman profil lambang negara yang beredar di masyarakat. Bahkan, ketidakseragaman itu sudah menjurus pada ketidaksesuaian dengan pakem yang pada akhirnya berujung pada ketidaksesuaian filosofi.
Desain lambang negara Garuda Pancasila memang mengalami beberapa revisi. Namun, dalam tulisan ini saya akan membatasi profil lambang tersebut berdasarkan Undang-Undang nomor 24 tahun 2009, khususnya pasal 46 hingga 50. Ada banyak desain Garuda Pancasila yang tidak sesuai dengan undang-undang tersebut. Bahkan, ada bagian desain yang dilampirkan dalam undang-undang tersebut yang justru menyalahi aturan dan penjelasan filosofinya.
Jika undang-undangnya saja bermasalah, bagaimana produk turunannya? Tak heran jika dalam buku pelajaran sekolah pun versi Garuda Pancasila yang disampaikan kadang dipilih secara serampangan.
Temuan dan Bahasan
Ada banyak ragam desain Garuda Pancasila yang beredar di dunia maya (Internet). Dengan mesin pencari, siapapun pasti dapat mengamati dan menyimpulkannya demikian. Agak mengherankan sebenarnya karena saya kesulitan menemukan lambang negara dengan resolusi yang "memadai" di situs-situs resmi pemerintah sebagai referensi. Saya baru menemukan gambar Garuda Pancasila berukuran kecil di situs Portal Nasional Republik Indonesia www.indonesia.go.id.
 [caption caption="Versi www.indonesia.go.id"]
 Garuda Pancasila versi situs Portal Nasional Republik Indonesia
Oleh karena gambarnya kurang memadai, saya langsung merujuk ke lampiran Undang-Undang nomor 24 tahun 2009. (Sayangnya, resolusinya rendah.)
Â
Sebelum mengkonfrontasikannya dengan desain yang lain, lebih dulu saya memeriksa ketepatan gambar tersebut dengan keterangan pada pasal maupun penjelasannya. Dan saya menemukan sedikit kejanggalan, yaitu saat mengonfrontasikan gambar lampiran itu dengan Pasal 48 ayat 2 huruf b serta penjelasannya. (Pasal 48 memuat aturan bentuk simbol masing-masing sila Pancasila)
–
Pasal 48 ayat 2 huruf b:
dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai;
Penjelasannya:
Mata rantai bulat yang berjumlah 9 melambangkan unsur perempuan, mata rantai persegi yang berjumlah 8 melambangkan unsur laki-laki. Ketujuh belas mata rantai itu sambung menyambung tidak terputus yang melambangkan unsur generasi penerus yang turun temurun.
–
Yang tidak sesuai adalah jumlah mata rantainya. Pada gambar lampiran berjumlah 18 mata rantai, 9 rantai bulat dan 9 rantai persegi. Padahal, mestinya 17; mata rantai bulatnya 9, sedangkan mata rantai perseginya 8 saja.
Pasal 49 dan 50 berturut-turut mengatur warna dan acuan bentuknya.
---
Pasal 49
Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
- warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai;
- warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
- warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
- warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
- warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Pasal 50
Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
---
Berdasarkan pasal 50, maka gambar lampiran itulah yang mestinya menjadi acuan resmi desain Garuda Pancasila di manapun juga. Lepas dari kesalahan jumlah mata rantai untuk simbol sila kedua, warna dan bentuk simbol kelima sila Pancasila dapat dirangkum sebagai berikut.
- Sila pertama disimbolkan dengan bintang kuning pada latar hitam
- Sila kedua disimbolkan dengan rantai kuning/emas pada latar merah
- Sila ketiga disimbolkan dengan beringin pada latar putih. Daun beringin berwarna hijau tua dengan bercak-bercak hitam, sementara batangnya hitam dengan 3 bercak putih.
- Sila keempat disimbolkan dengan kepala banteng hitam putih pada latar merah.
- Sila kelima disimbolkan dengan padi dan kapas pada latar putih. Setangkai kapas terdiri atas 5 ceplok dengan kelopak berwarna hijau dan kapasnya berwarna putih. Setangkai padi berisi 17 bulir padi berwarna kuning yang terdiri atas 8 pasang bulir ditambah satu bulir di puncaknya.
Lalu, desain mana sajakah yang menyalahi undang-undang nomor 24 tahun 2009 itu? Mengapa pula jumlah mata rantai pada gambar lampiran undang-undang tersebut tidak sesuai aturan yang tertera?
Gambar Garuda Pancasila itu pastinya merupakan satu kesatuan. Mustahil rasanya jika hanya gambar rantainya saja yang "berubah" menjadi salah. Atau jangan-jangan gambar itu sudah "salah" dari dulu? Merujuk pada situs frewaremini, saya menemukan beberapa desain Garuda Pancasila. Karya Basuki Abdullah (Dullah) yang disebut sebagai desain ke-5 memang menggambarkan 18 mata rantai, tetapi seragam bentuknya; bukan bulat maupun persegi.Lagipula, rantainya terlihat kendor.
Â
Desain berikutnya yang disebut sebagai desain ke-6 memang hanya mencantumkan 17 mata rantai, tetapi bentuknya masih seragam, bulat semua.
Mengingat penjelasan Pasal 48 ayat 2 huruf b UU no 24 tahun 2009, pastinya telah terjadi lagi perubahan desain bentuk mata rantai. Namun, mengapa jumlahnya tidak sesuai? Apakah proses desainnya tidak mengindahkan amanat undang-undang yang akan dilampirinya? Pertanyaan selanjutnya adalah, dari mana gambar itu berasal? Pemerintah memesan/mengambil gambar milik siapa dan dari mana?
Di era internet, pencarian berkas digital bertipe gambar tidak terlalu susah. Maka saya pun dengan mudah menemukan "kesesuaian" gambar Garuda Pancasila yang dilampirkan pada UU no 24 tahun 2009 itu dengan gambar karya seorang netizen bernama Gunawan Kartapranata. Gambar yang bertanggal 22 Mei 2008 itu diunggah ke situs wikipedia dan dilepas ke Public Domain. Dalam resumenya, desainer tersebut menyatakan bahwa gambar itu merupakan "self-made, based on official Indonesian Government Image."
Â
Mengingat kemiripannya yang sepertinya lebih dari 99%, saya menduga kuat kesamaan sumbernya. Jadi, kalau bukan pemerintah yang secara "tak hati-hati" menggunakan gambar karya desainer itu untuk lampiran undang-undang, tentu gambar yang dirujuk desainer itu yang disebutnya "official Indonesian Government Image" memang telah mengandung kesalahan (mata rantainya berjumlah 18).
Â
Sebenarnya ada lagi gambar Garuda Pancasila karya desainer itu. Yang satu ini lebih cantik karena menggunakan gradasi warna.
Â
Desainnya sama, tetapi warnanya sedikit berbeda, terutama simbol beringinnya. Beringin versi flat, warna daunnya hijau dengan bercak hitam, warna batangnya hitam dengan bercak putih. Beringin versi gradasi, daunnya hijau muda dengan bercak hijau tua, sementara batangnya coklat tua dengan bercak coklat muda.
Soal warna lambang memang tidak diatur secara detail dalam UU no 24 tahun 2009. Pada pasal 49 huruf e hanya dinyatakan "warna alam untuk seluruh gambar lambang." Jadi boleh saja berdebat apakah batang beringin itu alaminya berwarna hitam dengan bercak putih ataukah berwarna coklat tua dengan bercak coklat muda/kuning. Yang jelas, warna alam untuk batang beringin bukan hijau. Garuda Pancasila dengan batang beringin berwarna hijau bisa dikatakan "melanggar undang-undang".
Setelah survei virtual, saya menemukan banyak ketidak sesuaian desain Garuda Pancasila yang beredar. Jika yang tidak sesuai itu dijadikan rujukan pengajaran, pastinya akan menyesatkan anak didik.
Berikut ini beberapa di antara desain-desain Garuda Pancasila yang saya temukan di dunia maya.
Â
Â
Â
Simpulan
Ada banyak versi desain Garuda Pancasila. Hal ini dapat menimbulkan kerancuan, terutama di bidang pendidikan mengingat internet merupakan domain publik yang bebas diakses oleh siapa pun. Lambang negara yang didalamnya memuat filosofi dasar dan ideologi negara kesannya kurang dihargai masyarakat. Faktanya, desain-desain lambang negara yang salah dan ngawur pun tidak dianggap sebagai bentuk "penistaan" terhadap martabat bangsanya.
Saran
Pemerintah harusnya memperhatikan kewibawaan simbol-simbol negara, khususnya Lambang Negara Garuda Pancasila. Sebaiknya ditertibkan desainnya atau diseragamkan saja. Tetapkan satu atau beberapa desain alternatif, unggah di internet untuk diunduh siapapun yang memerlukan gambar lambang negara yang resmi dan sahih. Tidak perlu membuat sayembara, cukup pilih di antara sekian desain di dunia maya untuk ditetapkan sebagai rujukan resmi. Tentu setelah disesuaikan atau dikoreksi agar sesuai dengan filosofi yang digariskan dalam undang-undang.
Gambar lambang negara banyak digunakan dalam berbagai logo, terutama logo lembaga pemerintahan dan lembaga negara (misalnya: BIN, DPR, DPD, KPU, dst). Jika yang dirujuk/diambil adalah desain yang salah dan akhirnya terekspos publik, tentu akan berpengaruh pada kepercayaan rakyat terhadap kredibilitas pemerintah.
Referensi:
Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas 3 SD (BSE)
UU nomor 24 tahun 2009
Portal Nasional
Frewaremini
Wikipedia_1
Wikipedia _2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H