Mohon tunggu...
Gibran Ramadani
Gibran Ramadani Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN KHAS Jember

menulislah agar kau dikenang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Krisis Pemuda Kritis

27 September 2021   09:55 Diperbarui: 27 September 2021   09:59 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Aku lebih senang pemuda yang merokok dan minum kopi sambil diskusi tentang bangsa ini, daripada pemuda kutu buku yang memikirkan diri sendiri", siapa yang tidak tau dengan perkataan ini, perkataan yang dilontarkan oleh presidan pertama kita bapak Proklamator Ir. Soekarno. Sering saya dengar entah itu dimedia sosial atau pun di kehidupan nyata para pemuda banyak yang menggunakan istilah ini.

Namun sayangnya itu hanyalah sebuah kata-kata saja, yang mereka ucapkan sebagai pembelaan ketika dibanding-bandingkan dengan orang yang sedang menyendiri dan suka membaca buku.

Seperti pada judul yang saya buat pemuda sekarang sangatlah miris. Bukan tanpa argumen melainkan sebuah fakta jika saat ini pemuda kita lebih terleha leha dengan hal yang kurang bermanfaat untuk bangsa indoneesia, namun saya tidak akan mengklaim semua pemuda seperti itu banyak juga pemuda yang cukup andil dalam memajukan bangsa indonesia.

Ada berapa hal menurut saya menjadi acuan kurangnya pemuda yang kritis dalam kebangsaan. Dan pada kesempatan kali ini saya akan mencoba membeberkan beberapa hal yang menjadi landasan yang membuat saya menulis ini.

1.Kurangnya sosialisasi kebangsaan

Hal pertama menurut saya adalah kurangnya sosialisai tentang kebangsaan. Bisa kita bedakan antara sosialisasi kehidupan dengan kebangsaan. Mungkin jika berbiacara tentang sosialisasi kehidupan sudah sering diadakan, seperti norma kehidupan bermasyarakat, soapn santun, adab, dan sabagaianya. Berbeda dengan sosialisasi kebangsaan yang menurut saya jarang ada pembahasannya dan meskipun ada hanya segelintir atau bisa saya simpulkan hanya mahasiswa kerena memang mata kuliah wajib.

Untuk hal ini haruslah kita bersama-sama menggerakkan para pemuda dengan adanya sosialisasi kebangsaan. Apalagi kita sebagai mahasiswa yang memang setiap harinya dijejali pengetahuan entah itu pengetahuan kebangsaan maupun pengetahuan yang bersifat keagamaan.

2.Terlalu terbuai dengan percintaan

Untuk hal ini sudah jangan ditanyakan lagi bagaimana. Percintaan dimasa muda bukan tidak boleh apalagi sudah dalam fase yang lebih serius. Namun alangkah susahnya jika seseorang sudah terlalu terbuai dengan percintaan yang mana bisa membuat mereka lupa dengan segala hal. Tidak usah kita membandingkan kepedulian mereka antara bangsa dan pacar. Jangankan bangsa, orang tua saja terkadang bisa mereka abaikan jika sudah terlalu terbuai dengan percintaan. Apakah perlu contoh?. Menurut saya tidak perlu karena hal ini bisa kalian jumpai dimanapun atau terjadi pada kalian sendiri?.

Alangkah lebih baiknya kita sebagai pemuda untuk terlebih dahulu mengesampingkan hal itu. Semua orang juga tau bahwa jodoh sudah ditangan tuhan bukan?, lalu buat apa kita terlalu terlena lena dengan hal itu. 

Sekarang tugas kita sebagai penerus bangsa adalah belajar dan berusaha bagaimana bangsa ini mengejar ketertinggalan kita dengan bangsa lain.

Dimana yang menurut hemat saya indonesia sedang membutuhkan banyak sekali orang orang pintar dan juga jujur mestinya yang akan menjadi penerus perjuangan orang orang sebelum kita.

3. Kurangnya Pengetahuan

Untuk pembahasan kali ini hampir sama dengan yang sebelumnya namun lebih luas jangkaunya. Kurangnya pengetahuan disinib ialah kurangnya minat masyarakat dalam memahami hakikat pentinnya suatu ilmu bagi kehidupan selanjutnya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat terdapat 157 ribu siswa SD hingga SMA putus sekolah pada tahun ajaran 2019/ 2020. Siswa yang putus sekolah paling banyak berada di jenjang sekolah dasar (SD) sebanyak 59,4 ribu siswa.

Apa yang menyebabkan anak putus sekolah?, dikutip dari perkataan Burhannudin (dalam Prihatin, 2011), menyatakan bahwa setidaknya ada enam faktor penyebab terjadinya putus sekolah khususnya pada jenjang pendidikan dasar yaitu faktor ekonomi, minat untuk bersekolah rendah, perhatian orang tua yang kurang, fasilitas belajar yang kurang mendukung, faktor budaya dan lokasi atau letak.

Pertama faktor ekonomi, indonesia adalah negara berkembang yang mana sampai saat ini masih bergelut dengan pembahasan bagaimana menangani kemiskinan yan terjadi pada masyarakat. Apakah ada solusi untuk menumpas kemiskinan di indonesia?. 

Jelas ada, namun tidak mudah untuk dilakukan dikarenakan indonesia adalah negara yang besar yang mana masyarakatnya juga masih ada yang tinggal diplosok sana. 

Tapi pada intinya untuk merubah kondisi tersebut kita tidak boleh selalu terpatok pada pemerintah seperti menunggu bantuan dan semacamnya. Sebagai manusia kita diharuskan untuk berusaha terlebih dahulu untuk urusan belakang kita serahkan pada yang maha kuasa.

Kedua faktor Minat, Minat seperti yang kita ketahui bersama adalah hal yang kita sukai. Jika kita suka pada suatu hal maka kita akan mengejar atau menggapai hal tersebut. Contoh mudahnya seperti ini, ada dua materi yang disodorkan kepada anak yang suka menggambar, buku pertama membahas tentang politik yang hanya lima lembar saja, buku yang kedua membahas teknik menggambar abtrak yang pembahasannya sampai 200 halaman. 

Jelas oran yang suka menggambar akan lebih tertarik pada buku yang membahas tentang apa yang ia minati meskipun itu berlembar-lembar halaman. Sebaliknya juga seperti itu setipis-tipisnya pembahasan tentang tekhnik menggambar akan terasa berat bagi oran yang minatnya politik yang bacaannya buku tebal seperti  milik Karl Marx.

Ketiga perhatian orang tua yang kurang, orang tua adalah penunjuk juga lentera pertama bagi anak. Pentingnya didikan orang tua sejak dini agar sat dewasa nanti sang anak paham apa yang nantinya harus ia lakukan. Hal ini sering terjadi di sekitar pedalaman yang oran tuanya tidak terlalu mementingkan ilmu. Karena yang mereka pikirkan adalah bagaimana nanti anak mereka melanjutkan peternakan mereka atau pertanian mereka.

Masih banyak lagi sebenarnya faktor yang menjadikan anak kurang mempunyai pengetahuan khususnya di bidang akademik. Namun saya tidak bisa menyebutkan keseluruhannya, yang pada intinya ilmu itu penting bagi pemuda bangsa agar mereka bisa menjadi pundak bagi majunya indonesia di hari depan nanti.

4. Mementingkan Diri Sendiri

Yang terakhir adalah mementingkan diri sendiri, yang mana pemuda tersebut acuh tak acuh pada negara karena tidak merasa bertanggung jawab atas majunya bangsa kedepannya. 

Hal inilah yang membuat indonesia terlambat dari negara lain. Bayangkan saja seluruh pemuda di Indonesia betrpikiran bahwa mereka tidak punya tanggung jawab memajukan bangsa. Yang mereka pikirkan adalah dimana mereka nantinya hidup enak, bergelimang harta, dan tidak mau tau kehidupan rakyat yang sedang dilanda krisis ekonomi.

Yang intinya pada tulisan ini. Saya mencoba untuk mengajak para pemuda untuk berpikir lebih kritis lagi tentang kehidupan bangsa kita kedepannya. Masa depan bangsa ada ditangan kita para pemuda. jika pemudanya saja sudah melupakan bangsanya bagaimana nasib bangsa ini nantinya?.

Ingat kata --kata yang sering kalian lontarkan ketika ngopi bareng teman kalian, "Aku lebih senang pemuda yang merokok dan minum kopi sambil diskusi tentang bangsa ini, daripada pemuda kutu buku yang memikirkan diri sendiri". Mari kita amalkan ucapan presiden pertama kita ini dengan niatan memajukan bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun