Media daring Seword.com, merupakan media yang memuat opini para penulis lepas dengan kecenderungan memoles atau mendegradasi citra tokoh politik dan kelompok tertentu. Sejumlah pihak bahkan menilai Seword terkenal dengan berita fitnah dan adu domba.
Dalam perjalanannya Seword pernah dilaporkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Perindo ke Polda Metro Jaya karena fitnah dan pencemaran nama baik. Pemuatan Artikel berjudul 'Bukti Anies Jatuh Dalam Kubangan Setan' adalah hal yang membuat LBH Perindo melaporkan portal tersebut. Di dalam artikel itu disebutkan Perindo ditunjuk mendistribusikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) saat Anies Baswedan menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.Â
Pendiri Seword Alifurrahman, menyebut salah seorang anggota DPR RI fraksi Gerindra bernama Muhammad Syafii dengan sebutan "Syetan" dalam tulisannya. Â Alif menyebut Syafii sebagai "syetan", hanya karena Syafii mengeluh tentang situasi bangsa yang semakin carut-marut saat memimpin do'a usai sidang DPR/MPR pada 16 Agusrus 2016 lalu.
Seword juga pernah menyerang dan mencemarkan nama baik SBY. Akibatny, Roy Suryo, selaku kader senior Partai Demokrat merasa geram dengan situs provokator tersebut. Kegeraman Roy Suryo diungkapkan saat acara ILC di salah satu stasiun televisi swasta.
Keberpihakan seword terlihat dari pembingkaian tulisan-tulisan dengan kecenderungan memoles citra Ahok saat Pilkada Jakarta 2017 dan Jokowi
Fenomena Seword ini memperlihatkan bahwa media daring tersebut tidak menggunakan proses peliputan dalam memproduksi berita dan penulisan beritanya melakukan keberpihakan kepada kelompok atau golongan tertentu.
Pemberitaan media harusnya cover both side (dua sisi) atau tidak berpihak, dan mengakomodir pernyataan kedua kelompok yang berbeda. Sehingga masyarakat mendapat informasi yang benar dan tidak diarahkan untuk membentuk sentimen tertentu.
Seword juga jarang sekali memuat klarifikasi tokoh yang dicatut namanya dalam pemberitaan, sehingga fungsi hak jawab, hak tolak, dan hak koreksi tidak dapat dipenuhi. Tiga hak istimewa itu berlaku untuk subjek dan objek jurnalistik dalam rangka menciptakan komunikasi massa yang baik.
Sebagai contoh ketika diberitakan seorang anggota DPR berselingkuh dengan perempuan simpanan yang sangat cantik dan seksi, yang ternyata seorang artis. Namun, berita itu asal tulis dari narasumber yang tidak kredibel dan belum diketahui fakta kebenarannya, maka anggota DPR tersebut berhak memberikan hak jawab atas pemberitaan yang merugikan nama baiknya.
Dengan demikian Seword bisa dikategorikan sebagai media partisan karena menjadi part (bagian) dari sebuah kepentingan yang diarahkan oleh pemilik kepentingan. Berbeda dengan media independen yang tidak tergantung dari instruksi kepentingan tertentu. Selain itu pemuatan tulisan di Seword diberikan tanggung jawabnya kepada penulis, tidak melalui serangkaian proses jurnalisme yang ketat seperti editorial, klarifikasi data dan fakta, dan hal lainnya.
Kedekatan Seword dengan Istana
Seword mengadakan Lomba Menulis bertajuk Pencapaian Jokowi, dengan Total hadiah 72 Juta Rupiah. Sayembara menulis ini menggaet deputi IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Eko Sulistyo dan Sekjen Seknas Jokowi, Osmar Tanjung sebagai Tim juri. Keterlibatan "orang istana" memperlihatkan kedekatan istana dengan media partisan tersebut.
Padahal, Seword bukanlah media independen dan belum termasuk media yang sudah terverifikasi oleh dewan pers. Mengapa istana mau berpartner dengan media seperti Seword, sedangkan Presiden Jokowi sudah jelas menggaungkan anti hoax dan media penyebar fitnah.
Presiden Jokowi pernah mengatakan harus ada penegakan hukum tegas dan keras untuk hal ini. Menurut presiden media-media online yang sengaja memproduksi berita-berita bohong tanpa sumber yang jelas, dengan judul yang provokatif, mengandung fitnah harus dievaluasi. Presiden juga meminta diadakan gerakan yang masif untuk melakukan literasi, edukasi, dan menjaga etika, menjaga keadaban kita dalam bermedia sosial. Gerakan ini penting untuk mengajak netizen untuk ikut mengkampanyekan bagaimana berkomunikasi melalui media sosial yang baik, yang beretika, yang positif, yang produktif, yang berbasis nilai-nilai budaya.
Kerjasama diajalin Seword dengan Seknas Jokowi dalam lomba penulisan ini membuktikan bahwa tidak adanya independensi dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut. Atau mungkin KSP tidak mengamanahkan nilai-nilai yang telah diajarkan oleh presiden, yakni dalam memberantas media yang bersifat provokatif.
Selain itu, keterkaitan pihak istana dalam kegiatan tersebut tidak memiliki kepentingan dan kompetensi yang jelas. Artinya, apakah sebegitu pentingnya lomba tersebut sehingga KSP mesti turun tangan? Kecuali kegiatan diselenggarakan oleh lembaga negara atau media besar sekalian yang memang independen dan tidak memihak.
Berapa banyak kegiatan lomba menulis yang telah diselenggarakan tahun ini, baik dari pemerintah maupun swasta, dengan hadiah puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Namun dari berbagai banyak lomba tersebut tidak terlihat dukungan KSP.
Mungkin KSP mencoba menjaga nama baik Presiden dengan mendekati Seword, melihat track record media tersebut yang kerap menyebar kebencian terhadap tokoh politik. Mungkin Istana ingin hal tersebut tidak terjadi dan Presiden tidak menjadi korban fitnah selanjutnya dari Seword. Hal itu tentu harus diklarifikasi terlebih dahulu oleh pihak istana karena penulis sendiri tidak ingin seperti Seword, yang tidak mengindahkan kode etik dan kaidah-kaidah jurnalistik yang berlaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H