Dalam hal ini, terlihat jelas bahwa kita sebagai pembaca juga dituntut untuk beradaptasi dengan adanya jurnalisme multimedia. Tidak hanya jurnalis yang harus menguasai penggunaan teknologi digital.
Pembaca yang dulu berlangganan Harian Kompas, diantarkan surat kabar setiap hari, perlahan beralih berlanggananan Kompas.id yang dapat mereka akses dari gawai yang mereka miliki. Ini merupakan peralihan dari cetak ke digital yang tidak bisa dipungkiri.
"Pembaca Kompas.id biasanya anak muda usia 24-34 tahun yang membutuhkan berita yang sifatnya cenderung serius," ujar Haryo.
Johan Tobias, mahasiswa Pascasarjana Universitas Sanata Dharma Yogyakarta juga mengungkapkan bahwa pembaca Kompas.id adalah mereka yang mungkin berusia di atas 23 tahun. "Kompas.id kalau saya lihat kan beritanya berasal dari korannya. Jadi, biasanya mereka butuh informasi yang cukup banyak. Ya, pembacanya kalau di usia 21 atau 22 belum lah, minimal mereka yang udah kerja, bisnis," ujarnya.
3. Tetap Mempertahankan Kualitas Tulisan Meski Versi Digital Daring
Haryo mengatakan bahwa Kompas.id memang banyak belajar dari New York Times terutama kualitas tulisan dan cara mendapatkan pelanggan. Hal ini sudah disepakati oleh tim Kompas.Â
"New York Times memiliki sekitar 1.600 wartawan, Kompas tetap ingin seperti itu dengan jumlah wartawan yang hanya sekitar 250," ujarnya. Jurnalis Kompas.id tidak dituntut untuk membuat sepuluh berita sehari seperti jurnalis media online.Â
"Wartawan itu harus tetap punya waktu untuk nonton film dan bergaul dengan banyak orang," kata Haryo.