Hipertekstual. Layanan ini memungkinkan kita mendapatkan informasi dari teks yang berasal dari satu tautan yang dihubungkan dengan jaringan teks lainnya. Bagi Anda yang kurang familiar dengan istilah ini mungkin pernah mendengar istilah lain, yakni hyperlink.
Virtual. Karakter ini merupakan kekuatan dari media baru, namun di satu sisi juga menjadi kelemahannya. Dunia yang kita jelajahi saat menggunakan new media sangatlah luas, bahkan terkesan tiada batasannya. Informasi apapun dapat kita peroleh dengan cepat dan dalam jumlah yang tidak terhingga. Kita juga dapat menjelajah berbagai tempat dan keadaan yang kita inginkan meskipun kita tidak berada di sana melalui VR (Virtual Reality) bahkan AR (Augmented Reality).Â
Di sisi lain, segi virtual dari media baru dapat membuat kita mendapatkan informasi yang tidak benar bahkan menipu dan mengancam hidup kita. Kejahatan via online sangat marak terjadi. Mulai dari penipuan pinjaman uang tunai, pembobolan dan penyebaran data pribadi, hingga perdagangan manusia (seperti prostitusi online) yang dapat merugikan berbagai pihak.
Selain itu, ada pula karakter networked yang berarti saling terhubung di mana pun dan kapan pun serta simulated yang berarti sebuah replikasi atas realitas yang ada.
Media Baru Kini Ada Bersama Kita
     Media baru tidak hadir dalam sekejap mata. Perkembangan media konvensional ke media baru membutuhkan waktu yang cukup panjang. Perubahan demi perubahan media terjadi dalam berbagai aspek. Audiens, genre media, produksi media, hingga 'campur tangan' pemerintah atas media mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
     Bagi Anda yang pernah mengalami era di mana menonton televisi menjadi sebuah kewajiban, pasti akan merasakan kenyamanan bila program favorit Anda sedang tayang. Sekarang, menonton televisi bukan lagi suatu kewajiban. Bila drama favorit Anda sudah tayang di Netflix dan konten favorit sudah tayang di YouTube, hal yang ingin kita lakukan setelah menonton adalah menuliskan opini di kolom komentar ataupun membagikannya pada teman kita melalui media sosial. Setelah itu, baru kenyamanan akan kita rasakan.
Interaktivitas audiens sangat menentukan keberlanjutan suatu konten. Dalam kata lain, media baru juga menghubungkan erat antara pengguna dan produser konten melalui dialog interaktif tersebut.
     Maka, hadirnya media baru butuh regulasi yang baru. Ibarat meredam kekuatan magnet, tidak heran apabila pemerintah sulit melakukan kontrol dan pengawasan atas penggunaan media baru masyarakat Indonesia. Penggunaan gawai untuk mengakses berbagai situs dan media sosial, mengambil foto, mengunggah dan mengunduh video tentu saja tidak mudah untuk ditelusuri satu per satu meski jejaknya tidak dapat hilang begitu saja. Ujaran kebencian, aksi protes, demonstrasi, dan berbagai tulisan kita di internet, bukan hal yang sulit apabila mau digali kembali.