TANPA PERLAWANAN
Pembaca mungkin bertanya-tanya kenapa kata "tanpa perlawanan" ini ada di judul, padahal di media cetak maupun media televisi bertebaran berita tentang bentrok penolakan eksekusi penggusuran pasar Delitua, bahkan di media online dapat ditemukan puluhan berita tentang kericuhan ini.
Perlu dipahami yang melakukan perlawanan tersebut adalah pedagang pemilik kios yang selama ini menempati pasar Delitua, bukan pedagang kaki lima. Para pedagang kaki lima "mungkin" menyadari bahwa mereka hanya menempati trotoar jalan maupun teras-teras ruko di pinggir jalan, sama sekali tidak memiliki hak untuk melawan pengusiran oleh para penguasa negara ini.
Lalu kenapa penulis menggunakan kata "Mengusir" ?
Bukankah di atas telah diceritakan bahwa pedagang mendapat lapak jualan secara gratis ? Benar ! Penulis tidak bermaksud membuat para pembaca menjadi bingung, justru penulis ingin pembaca mengerti kenapa para PKL tidak melakukan perlawanan, ya, karena mereka dijanjikan mendapat lapak jualan secara gratis. Dan mereka sudah menerimanya setelah dilakukan pengundian, bahkan mereka sudah menempatinya sejak tanggal 1 April 2015 lalu. Selanjutnya yang diceritakan dalam tulisan ini adalah pedagang kaki lima (PKL) bukan pemilik kios lama.
Penempatan lokasi jualan oleh PKL hanya berjalan sekitar beberapa hari saja. Pada tanggal 7 April penulis meninjau lokasi, hanya tertinggal beberapa PKL yang bertahan dilokasi, sisanya dengan terpaksa harus "angkat kaki".
Kenapa ? Jawabnya sederhana saja, "Tidak ada pengunjung".
DUA LANTAI
Pasar Delitua berada di dua lantai pada bangunan yang sama.
Lantai 1 :
Diperuntukkan bagi pemilik kios/lapak lama, terdiri dari kios dan lapak. Masing-masing lapak berukuran 2 x 2,5 meter tiap lapak, dilengkapi failitas: 1. Saluran Air (parit), 2. Meja Jualan Permanen (keramik), 3. Kran Air, 4. Tiang Gantungan (khusus penjual daging), 5. Pembatas Antar Lapak Permanen (beton). (Kios tidak dibahas)