Mohon tunggu...
Ghofiruddin
Ghofiruddin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis/Blogger

Seorang pecinta sastra, menulis puisi dan juga fiksi, sesakali menulis esai nonfiksi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Catatan Seorang Mbambung (Edisi Februari 2015 - Bagian Empat)

27 Desember 2021   07:42 Diperbarui: 27 Desember 2021   08:41 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pesona yang Bertahta

masih 'ku ingat

gadis yang menyapaku di kantin kampus.

aku begitu terperanjat,

dia indah bertutur kata halus.

aku tiada mengenalnya,

namun ia paksakan senyumnya,

mengajakku berbicara.

tapi aku hanya terpukau memandangnya,

sekejap saja,

kemudian mendingin seperti biasa.

tapi aku masih mengingatnya,

masih membekas dalam pikiran dan jiwa.

ini momen, jarang 'ku rasa.

andaikan hatiku dipaksa,

aku akan rela jatuh cinta.

sampaikan,

sampaikanlah,

walau mungkin tak tersampaikan.

aku belum lagi jatuh cinta

walaupun pesonanya kian bertahta,

indahnya kian meraja.

semoga itu bukan dusta

lagi begitu menyiksa.

(Trenggalek, 19 Februari 2015)

Memuntahkan Keramaian

menyergap segala energi sunyi

di tengah kebisingan yang semakin menjadi.

mengorbankan tubuh pada ganas angin malam.

alam temaram, jiwa-jiwa berdentam,

berenang dalam sekam.

badanku gemetar, perutku panas,

jantungku berdebar tidak karuan.

aku mual, ingin ku muntahkan

keramaian, begitu kelam,

hanyalah remang-remang.

pantasnya 'lah keluar umpatan,

cacian, makian.

yang minor terpinggirkan, tersingkirkan,

tidak dikasih makan, kelaparan.

jangkrik-jangkrik bersemayam

dengan begitu tenang.

tapi aku tersenyum menang,

seluruh pikiran, seluruh jiwaku.

kalian tak 'kan tahu itu.

(Trenggalek, 22 Februari 2015)

 

Kematian Berwajah Indah

bermuram durja.

durjanakah,

benar atau salahkah,

baik atau burukkah.

kehidupan telah menjadi getah

jiwa ada di tempat sampah

basah, lengket seperti darah

lecet parah hingga bernanah.

kematian berwajah indah

hati tidak akan patah

sesal telah sedemikian lelah

harapan cerah kian mendedah.

(Trenggalek, 23 Februari 2015)

Ngopi Malam Ini

berdua dengan teman,

ngopi,

di warung kopi,

tapi seperti sendiri.

tahu apa yang diurusi?

telepon genggam dengan fitur-fiturnya

yang paling sakti,

yang paling mampu menciptakan sunyi

walau berjuta manusia di lokasi.

teman hanya diam

memperhatikan layar,

senyum tak mau dibagi

seolah berada di dunia sendiri

seolah sedang saling benci

saling memaki dalam hati.

miris jika berkumpul seperti ini.

(Trenggalek, 27 Februari 2015)

Ekonomi Libido

wanita memang ampuh,

walaupun terlihat rapuh.

mereka benar-benar luar biasa.

ini adalah bentuk penghormatan,

penghargaan, sekaligus cacian.

ampun dan maaf, tapi inilah kenyataan

yang dipoles dengan subyektifitas pikiran.

mereka dieksploitasi di warung-warung,

di toko-toko. inilah ekonomi libido.

mereka kadang harus 'wah'

dalam berpenampilan, untuk merangsang pelanggan.

bagian tubuh pun dihidangkan

santapan bagi si mata keranjang

surga bagi si hidung belang.

sayang, gaji boleh dibilang tidak nyaman.

mereka 'lah buruh yang diperkosa

oleh keuntungan, sistem yang bertumpu pada modal,

tanpa nurani, tanpa kasih sayang.

kefanaan materi begitu memanjakan.

wanita 'lah yang paling menjadi korban.

ampun dan maaf jika aku lancang,

seolah-olah tidak menghargai kebebasan.

(Trenggalek, 27 Februari 2015)

Benar-Benar Indah

aku sedang melamun

aku parah pula tergiur

keindahan, kecantikan,

kata-kata, pemikiran akan kehidupan.

pikiranku jauh merenung

hatiku dalam menggali relung

tapi yang 'ku temukan hanyalah sampah.

dunia memang tempat sampah,

tapi kehidupan sungguh teramat indah.

manusia saja yang serakah.

banyak yang dibuang sia-sia.

mereka tidak puas dengan yang sahaja.

akibatnya harus ada yang tersiksa,

tertindas terlunta-lunta.

hati tak lagi bernurani

pikiran dikuasai materi

jasmani telah menjadi barometer

kasih yang suci, cinta tiada lagi sejati.

tapi, manusia bisa juga menjadi begitu indah

jika nurani mereka tidak di tempat sampah.

dunia akan menjadi benar-benar indah.

(Trenggalek, 27 Februari 2015)

Kamu Cantik, Aku Picik

mbak,

kamu cantik,

tutur katamu lentik,

indah teracik.

tapi,

aku tak tahu hatimu

aku tak mengenal jiwamu.

mungkinkah itu hanya topengmu

untuk melariskan kopimu

supaya pelanggan panjang berderu.

maafkanlah,

jika aku berprasangka buruk tentangmu

tapi jujur tentangmu;

mbak,

kamu cantik,

tutur katamu lentik,

indah teracik.

akulah yang picik.

(Trenggalek, 27 Februari 2015)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun