Kalimat dalam dua baris ini bermajas perbandingan personifikasi, langit yang jingga/ merengkuh laut utara. Merengkuh atau mengambil secara paksa, atau merebut adalah suatu perbuatan khas yang dilakukan oleh manusia. Namun dalam kalimat tersebut merengkuh juga dapat diartikan sebagai melingkupi atau menyelubungi.Â
Baris dua dan tiga juga merupakan rangkaian satu kalimat. Majas personifikasi dapat ditemukan dalam lirih jeritan camar. Jeritan adalah teriakan melengking yang biasa dilakukan manusia dalam keadaan takut. Namun jeritan camar itu lirih seolah menyiratkan sebuah kedamaian. Kedamaian yang mengantarkan pulang mentari kembali ke peraduan.
Bait satu ini secara umum menampilkan sebuah setting atau latar waktu dan tempat. Latar waktu yang dimaksud pada Alam Manusia ini adalah di sore hari menjelang matahari terbenam.Â
Suasana sore hari yang menenangkan sekaligus menakutkan. Menenangkan karena keindahan pancaran cahaya matahari yang tidak menyilaukan, juga karena saat ini adalah waktu manusia secara umum untuk mulai mengistirahatkan diri dari segala kepenatan aktifitas seharian penuh. Menakutkan karena setelahnya kegelapan pasti akan datang. Terang akan segera direngkuh oleh malam.Â
Sedangkan latar tempat yang dimaksud adalah Jakarta. Hal ini dapat dideteksi dari frasa laut utara. Dengan memerhatikan posisi Jakarta pada peta, dapat diketahui bahwa kota ini terletak di bagian pantai utara Jawa atau yang lebih dikenal pantura.Â
Selain itu, band Edane yang berasal dan bermarkas di Jakarta sangat mendukung penentuan Jakarta sebagai latar tempat dalam lirik Alam Manusia. Namun pesan yang disampaikan adalah universal, tidak hanya tertuju untuk orang-orang Jakarta saja, namun juga untuk seluruh manusia di dunia.
Bait Kedua
Bumipun kian menghitam
Dalam gelegak buih pijaran masa
Larut di jiwa kembara
Di tengah rona haru biru kefanaan
Secara tersurat bait ini berbicara tentang latar waktu. Kian menghitam, maksudnya adalah malam semakin menjadi yang diiringi dengan menghilangnya sama sekali sinar matahari.Â