Seberang Lantai
ku laju sepedaku dalam cepat ini,
nyantai.
terburu 'kan lelahku angan rumah sepi.
menanti, 'tuk dinikahi,
siapa itu kekasih hati.
kapan lagi.
kawan 'kan pergi,
merancang hidup yang lebih pasti.
dan aku masih di sini,
duduk di bilik, memandang gadis seberang lantai.
dia tomboy,
tapi sungguh dia aduhai.
hatiku yang tak amboi.
(Trenggalek, 13 Januari 2015)
Mengantuk
tangisan mengantuk,
keharuan bukan.
kepala terasa ditimpuk
tapi tak aku lawan.
berat untukku bertahan,
padahal fajar mulai menjelang.
tak 'ku hiraukan.
sayup-sayup mulai terdengar
suara yang dikumandangkan.
makin penatku tak terhadang,
lelap kian mencecar,
aku tak sadar,
terangku membuyar.
dan gelap pun mengasingkan
aku dari pemandangan,
aku dari suara kehidupan.
(Trenggalek, 14 Januari 2015)
Siluet Malam
Â
siluet malam.
kelam nan indah dipandang.
cahaya dan kegelapan
bagaikan bayang-bayang,
menakjubkan.
apalagi lampu kini padam.
listrik pun tak berjalan.
mendung arakan,
ia bak cahaya cemerlang,
pengganti bintang gemintang,
cerah tanpa sosok rembulan.
puncak-puncak pun berpendaran,
pohon menghitam,
kombinasi yang menawan
karena semua murni semesta alam.
sentuhan manusia teristirahatkan.
(Trenggalek, 14 Januari 2015)
Rambut Panjang
Â
rambutku kurang panjang,
kurang 'lah lapang.
dan jiwa terkekang,
berulang-ulang tak menghilang.
aku terkalahkan.
aku 'lah kasihan.
petuah tak terhindarkan,
tapi aku tetap ingin kebebasan.
rambutku akan memanjang,
cahaya hati sinar dipajang.
sebuah frase mendadak suram,
aku kelupaan;
apalah jua arti kebebasan,
jika harus menyinggung perasaan.
mengapa rasa mesti bersinggungan.
nafsu manusia tak berkehabisan.
(Trenggalek, 16 Januari 2015)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H