Mohon tunggu...
Ghofiruddin
Ghofiruddin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis/Blogger

Seorang pecinta sastra, menulis puisi dan juga fiksi, sesakali menulis esai nonfiksi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Catatan Seorang Mbambung (Edisi Januari 2015-Bagian Dua)

8 November 2021   09:00 Diperbarui: 8 November 2021   09:01 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh form PxHere

Seberang Lantai

ku laju sepedaku dalam cepat ini,

nyantai.

terburu 'kan lelahku angan rumah sepi.

menanti, 'tuk dinikahi,

siapa itu kekasih hati.

kapan lagi.

kawan 'kan pergi,

merancang hidup yang lebih pasti.

dan aku masih di sini,

duduk di bilik, memandang gadis seberang lantai.

dia tomboy,

tapi sungguh dia aduhai.

hatiku yang tak amboi.

(Trenggalek, 13 Januari 2015)

Mengantuk

tangisan mengantuk,

keharuan bukan.

kepala terasa ditimpuk

tapi tak aku lawan.

berat untukku bertahan,

padahal fajar mulai menjelang.

tak 'ku hiraukan.

sayup-sayup mulai terdengar

suara yang dikumandangkan.

makin penatku tak terhadang,

lelap kian mencecar,

aku tak sadar,

terangku membuyar.

dan gelap pun mengasingkan

aku dari pemandangan,

aku dari suara kehidupan.

(Trenggalek, 14 Januari 2015)

Siluet Malam

 

siluet malam.

kelam nan indah dipandang.

cahaya dan kegelapan

bagaikan bayang-bayang,

menakjubkan.

apalagi lampu kini padam.

listrik pun tak berjalan.

mendung arakan,

ia bak cahaya cemerlang,

pengganti bintang gemintang,

cerah tanpa sosok rembulan.

puncak-puncak pun berpendaran,

pohon menghitam,

kombinasi yang menawan

karena semua murni semesta alam.

sentuhan manusia teristirahatkan.

(Trenggalek, 14 Januari 2015)

Rambut Panjang

 

rambutku kurang panjang,

kurang 'lah lapang.

dan jiwa terkekang,

berulang-ulang tak menghilang.

aku terkalahkan.

aku 'lah kasihan.

petuah tak terhindarkan,

tapi aku tetap ingin kebebasan.

rambutku akan memanjang,

cahaya hati sinar dipajang.

sebuah frase mendadak suram,

aku kelupaan;

apalah jua arti kebebasan,

jika harus menyinggung perasaan.

mengapa rasa mesti bersinggungan.

nafsu manusia tak berkehabisan.

(Trenggalek, 16 Januari 2015)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun