Hak atas kesehatan merupakan bagian integral dari hak asasi manusia yang diakui secara internasional. Dalam konteks ini, mahasiswa kesehatan masyarakat memiliki peran penting dalam memahami, menganalisis, dan mengadvokasi hak-hak tersebut. Menurut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1948, setiap individu berhak atas standar hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan, termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa hak atas kesehatan tidak hanya terbatas pada layanan medis, tetapi juga mencakup berbagai faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhi kesehatan masyarakat.
Dimensi Hak atas Kesehatan
Sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat, kami memahami bahwa hak atas kesehatan mencakup beberapa dimensi penting:
Aksesibilitas: Setiap individu harus memiliki akses yang mudah terhadap layanan kesehatan, baik secara fisik maupun finansial. Ini berarti bahwa fasilitas kesehatan harus terjangkau dan tidak memberatkan secara ekonomi.
Ketersediaan: Tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai dan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat adalah hal yang krusial. Tanpa ketersediaan layanan yang memadai, aksesibilitas menjadi tidak berarti.
Kualitas: Layanan kesehatan harus memenuhi standar tinggi dan berbasis bukti ilmiah. Kualitas pelayanan sangat penting untuk memastikan bahwa pasien menerima perawatan yang efektif dan aman.
Non-diskriminasi: Semua individu berhak mendapatkan layanan kesehatan tanpa diskriminasi berdasarkan status sosial, ekonomi, ras, atau jenis kelamin. Ini adalah prinsip dasar keadilan dalam pelayanan kesehatan.
Diskriminasi dalam Pelayanan Kesehatan
Diskriminasi dalam pelayanan kesehatan adalah isu serius yang harus diperhatikan. Di Indonesia, khususnya dalam konteks BPJS Kelas 3, diskriminasi sering kali terlihat dalam bentuk perlakuan yang berbeda terhadap pasien berdasarkan status jaminan mereka. Pasien BPJS Kelas 3 sering mengalami kualitas layanan yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien dari kelas lainnya. Hal ini menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap perawatan medis yang seharusnya menjadi hak semua warga negara.
Kasus-kasus diskriminasi ini dapat berakibat fatal bagi pasien. Dari segi fisik, keterlambatan diagnosis atau pengobatan dapat memperburuk kondisi kesehatan mereka dan meningkatkan risiko komplikasi. Secara psikologis, perlakuan tidak adil dapat menimbulkan stres, kecemasan, dan rasa tidak dihargai, yang semuanya dapat menghambat proses pemulihan pasien.
Dampak diskriminasi dalam pelayanan kesehatan tidak hanya dirasakan oleh individu tetapi juga berdampak pada masyarakat secara keseluruhan. Ketidakadilan dalam akses layanan kesehatan dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem jaminan kesehatan nasional. Hal ini membuat masyarakat enggan untuk memanfaatkan layanan medis di masa depan, terutama bagi mereka yang merasa terpinggirkan oleh sistem.