Penulis juga terkesan abai dengan fakta bahwa dalam Ranji Limbago Adat Alam Minangkabau hanya satu yang bergelar Yang Dipertuan Maharajo Bungsu berkedudukan di Lubuk Gadang Sangir sebagaimana dalam TK 161 dan secara de facto sampai sekarang wilayah rantau xii koto dengan yang patuan maharajo bungsunya masih ada dan sehat wal'afiat.  Lebih lanjut dalam tulisanya saudara penulis berpendapat, "Namun berbeda dengan saat ini, gelar Yang Dipatuan Marajo Bungsu justru tidak digunakan lagi di Kerajaan Sungai Pagu melainkan di wilayah Rantau XII Koto". Pendapat ini fatal, karena alih-alih mengutip literatur online di  "baca". Frasa "tidak digunakan lagi di Kerajaan Sungai Pagu" jelas adalah pendapat pribadi penulis tanpa dasar, tidak dinukil dari dua link di atas yang kenyataanya sama sekali tidak menyinggung gelar "yang patuan maharajo bungsu".
Darimanakah penulis mendapat keterangan bahwa yang dipertuan maharajo bungsu itu pindah2 dari sungai pagu ke lubuk gadang atau sebaliknya ? hal ini harus dijelaskan lebih lanjut agar tak menimbulkan polemik berkepanjangan, apakah ada sumber yang memuat atau menyatakan informasi demikian atau bagaimana ? Â Selanjutnya penulis mengutip salinan veth dalam bukunya e talen en letterkunde van midden-sumatra, 1881 (p. 160) yang dikutip dari salah satu website milik saya sendiri "baca" agaknya penulis perlu sesegera mungkin memetakan nama-nama negeri tersebut beserta ulayat negeri dalam rantau xii koto tersebut masing-masing termasuk mencari dimana letak "baroeq kahujanan" dalam naskah tersebut supaya ketahuan kenyataan apakah ada ujung tanah rantau xii koto yang letaknya di kawasan gunung kerinci. Â
Penulis juga mengutip salah satu situs tentang batas-batas sungai pagu lalu mempertanyakan kenapa tidak ada tersebut nama gunung berapi dalam batas-batas adat tersebut. Terang benderang sekali, tidak akan ada nama gunung berapi dalam watas yang dikutip tersebut. Tampaknya, selain penulis kurang memahami daerah sungai pagu juga tidak memahami negeri-negeri disana dengan baik. Padahal terang benderang ditulis pula negeri sungai pagu sampai pada "sampai ke Pauh Duo nan Batigo" yang jelas jauh sekali letaknya dari gunung berapi tersebut.Â
Saya kutip kembali "Ke dua tambo ini, baik yang berasal dari Rantau XII Koto maupun Alam Surambi Sungai Pagu, sama sekali tidak memuat kata Gunu(a)ng Berapi atau Gunung Kerinci. Tetapi Ghiovani mengatakan bahwa  "Wilayah-wilayah Pematang Rantau yang dibawahi oleh Tantua Raja Sahilan sebagai Pucuk Pimpinan Tiang Panjang Nan Batujuah Rantau XII Kota membawahi jalur lama menghilir menuju Kerinci termasuk didalamnya tertumbuk ke Gunung Berapi hilir adalah genggaman Daulat Yang Dipertuan Maharaja Bungsu diam di Rantau XII Koto". Tentu saja ini adalah interpretasi pribadi Ghiovani tanpa sumber yang jelas. Soalnya kedua tambo sama sekali tidak menyebut Gunung Berapi. Apalagi dia mengatakan 'menghilir' menuju Kerinci, kira-kira sungai manakah yang bermuara ke wilayah Gunung Berapi (Gunung Kerinci)?"Â
Agaknya saudara penulis keliru atau saya yang keliru dalam menulis kalimat di atas, jelas sekali bahwa wilayah pematang rantau di rantau xii koto digunakan sebagai "pintu keluar" menuju Tanjung Simalidu atau berbelok ke jalan rimba dan muncul di kerinci (tidak menggunakan jalan buatan belanda". Selanjutnya, pada tulisan di atas tidak pula di maksudkan mengatakan bahwa ada sungai yang bermuara ke gunung kerinci, mohon maaf kita semua tahu bahwa hal itu tidak mungkin sama sekali. Selanjutnya penulis jelas tidak memahami mengenai sistem pemerintahan rantau xii koto yang terdiri dari pertuanan maharajo bungsu dengan tantua rajo sahilan pucuk pimpinan tiang panjang nan batujuh di patah rantau / pematang rantau tersebut.Â
1. Pertanyaan pertama yang harus dijawab penulis sebagai konklusi atas pernyataan beliau adalah di manakah tanah terakhir yang dimiliki oleh kelebu2 atau katakanlah Depati2 di Alam Kerinci yang watasnya lansung dengan tanah2 kaum ulayat tinggi masyarakat adat Rantau XII koto ? ( di dalam kawasan gunung kerincikah atau sudah "tersekut" jauh ke dalam lubuk gadang sangir ?)
2. Pertanyaan kedua apakah tidak ada satupun penghulu2 adat orang negeri Rantau XII koto yang punya ulayat di lekuk2 Gunung Kerinci sekarang ini ?
3. Pertanyaan ketiga, apakah dalam penyelesaian sengketa adat selama ini, katakanlah sengketa pengelolaan hasil bumi dan hutan di Kawasan gunung kerinci hanya diselesaikan oleh depati bertiga di tanah sekudung atau juga diselesaikan oleh yang patuan di lubuk gadang sangir ?