Keterlibatan ini bukan hanya tentang memberikan kontribusi, tetapi juga tentang menerima dukungan dan inspirasi dari orang lain. Dengan terlibat secara aktif dalam komunitas, seorang sarjana dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan memuaskan.
Kesimpulan
Menjadi sarjana bukan hanya tentang memperoleh gelar atau pengetahuan, tetapi juga tentang pencapaian kebahagiaan dan kehidupan yang baik, sebagaimana yang dijelaskan dalam etika kebahagiaan Aristoteles. Dalam pandangan Aristoteles, kebahagiaan adalah tujuan akhir dari kehidupan manusia, yang hanya dapat dicapai melalui pengembangan kebajikan intelektual dan moral, serta menjalani hidup yang seimbang dan rasional.
Para sarjana memiliki peluang unik untuk mengintegrasikan pengetahuan dan kebijaksanaan ke dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam konteks akademik maupun dalam interaksi sosial. Dengan menerapkan prinsip-prinsip etika kebahagiaan Aristoteles, para sarjana dapat menemukan makna yang lebih dalam dalam pencapaian akademik mereka dan menjalani kehidupan yang lebih seimbang, bermakna, dan memuaskan.
Selain itu, menjadi sarjana juga berarti memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam membentuk diri dan lingkungan sekitar. Pendidikan tinggi memberikan kesempatan kepada individu untuk tidak hanya memahami teori-teori ilmiah atau mempelajari keterampilan teknis, tetapi juga untuk mengembangkan kesadaran kritis terhadap realitas sosial, etika, dan nilai-nilai kemanusiaan.Â
Para sarjana memiliki kapasitas untuk menjadi agen perubahan dalam masyarakat, di mana mereka diharapkan tidak hanya menjadi ahli dalam bidangnya, tetapi juga sebagai individu yang memiliki moralitas dan etika yang kuat.Â
Dengan memahami konsep kebajikan Aristoteles, para sarjana dapat berperan lebih baik dalam menghadapi dilema etis di dunia kerja dan masyarakat, serta menjadi teladan bagi orang lain dalam mengambil keputusan yang bijaksana.
Lebih jauh, pencarian kebahagiaan menurut Aristoteles tidak berhenti pada kepuasan pribadi, tetapi melibatkan kontribusi aktif kepada kesejahteraan orang lain. Seorang sarjana yang telah mendapatkan pendidikan yang baik memiliki tanggung jawab sosial untuk berbagi ilmu dan pengetahuannya, serta berkontribusi pada kemajuan komunitas.Â
Kebahagiaan dalam perspektif Aristoteles tidak dapat dicapai secara individualistis; ia berkembang melalui partisipasi dan interaksi dalam masyarakat. Oleh karena itu, seorang sarjana yang mempraktikkan etika kebahagiaan akan menemukan kepuasan sejati ketika ia berperan aktif dalam mendukung kesejahteraan orang lain, baik melalui pekerjaan, pengajaran, maupun kegiatan sosial.
Terakhir, menerapkan prinsip-prinsip Aristoteles dalam kehidupan sarjana juga berarti memahami bahwa kebahagiaan adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang dapat dicapai secara instan, melainkan hasil dari perjalanan panjang yang dipenuhi dengan upaya untuk terus memperbaiki diri, baik secara intelektual maupun moral.
 Seorang sarjana harus selalu terbuka terhadap pembelajaran baru, berani menghadapi tantangan, dan berkomitmen untuk menjalani kehidupan yang bermakna.Â
Dalam konteks ini, kebahagiaan Aristoteles bukanlah sekadar tujuan akhir, tetapi juga merupakan perjalanan yang melibatkan pertumbuhan pribadi, hubungan yang kuat dengan orang lain, serta pencapaian yang berkelanjutan dalam berbagai aspek kehidupan.