Mohon tunggu...
GHINA KHAIRUNNAJAH
GHINA KHAIRUNNAJAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA| PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010167

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjadi Sarjana dan Menciptakan Etika Kebahagiaan Menurut Aristoteles

9 Oktober 2024   23:10 Diperbarui: 10 Oktober 2024   03:27 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PPT Modul Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Dengan demikian, pendidikan tinggi tidak hanya mencetak para profesional yang kompeten, tetapi juga individu yang memiliki kualitas moral yang tinggi, yang mampu memimpin dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Mengapa Konsep Kebahagiaan Aristoteles Relevan bagi Sarjana?

Dalam masyarakat modern, banyak orang melihat pendidikan tinggi sebagai jalan menuju sukses, dengan ukuran sukses sering kali diukur melalui materi, status, atau kekuasaan. 

Namun, definisi kebahagiaan yang hanya berpusat pada hal-hal eksternal tersebut dapat terasa kosong bagi mereka yang mengejar pencapaian akademik. 

Para sarjana, yang sebagian besar hidupnya didedikasikan untuk belajar dan pengembangan diri, sering kali menghadapi tantangan untuk menemukan keseimbangan antara kesuksesan eksternal dan kesejahteraan batin.

Aristoteles menyadari hal ini sejak lama, dan konsepnya tentang kebahagiaan sangat relevan dengan kehidupan modern. Dia berpendapat bahwa kebahagiaan sejati bukanlah sekadar pencapaian material, tetapi hasil dari menjalani hidup yang baik dan bermakna, sesuai dengan kebajikan (virtue).

 Dalam konteks sarjana, pencarian pengetahuan, pengembangan diri, dan kontribusi kepada masyarakat adalah cara untuk mencapai kebahagiaan yang lebih mendalam, yang berbeda dari kesenangan sesaat atau penghargaan material semata.

Sarjana tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan teknis, tetapi juga untuk membentuk karakter dan perilaku yang sesuai dengan prinsip-prinsip etika. 

Etika kebahagiaan Aristoteles memberikan landasan untuk mengeksplorasi bagaimana gelar akademik dapat dikombinasikan dengan kehidupan yang bermakna dan memuaskan, di mana tujuan utama adalah mencapai eudaimonia, bukan hanya sekadar status sosial atau finansial.

Apa Itu Etika Kebahagiaan Menurut Aristoteles?

Dalam filsafat Aristoteles, eudaimonia adalah istilah yang biasanya diterjemahkan sebagai "kebahagiaan", tetapi lebih tepat dipahami sebagai "hidup yang baik" atau "kesejahteraan." Aristoteles meyakini bahwa setiap manusia memiliki tujuan akhir, yaitu mencapai eudaimonia, dan cara terbaik untuk mencapainya adalah melalui praktik kebajikan. 

Dalam karyanya Nicomachean Ethics, Aristoteles menjelaskan bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang datang secara otomatis, melainkan hasil dari tindakan yang sesuai dengan kebajikan.

Menurut Aristoteles, kebajikan adalah kualitas moral dan intelektual yang memungkinkan seseorang untuk bertindak dengan cara yang benar dan bijaksana. Kebajikan dapat dibagi menjadi dua jenis: kebajikan moral (moral virtues) dan kebajikan intelektual (intellectual virtues). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun