Mohon tunggu...
Ghiffari Yusuf
Ghiffari Yusuf Mohon Tunggu... -

Tasawuf Psikoterapi | Uin Sgd Bdg | Bogor x Bandung | Dancer | Ig : Ghiffari_Agip & @Sekar_a.p.e

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan: Cara-Nya Bercinta Malaikatku dan Setanku

6 Mei 2017   10:18 Diperbarui: 6 Mei 2017   12:00 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kau boleh berfikir mendua pada hujan; antara gaya bercumbu Tuhan dan menggelitik hamba-Nya. Dan aku jujur sangat suka bercumbu dan merasa geli melihat candaan seriusmu. Sadarkah, manusia yang suka menganggap Tuhan itu serius tapi bercanda atau sebaliknya, Dia benar-benar Asyik. Aku saja seringkali bercakap seputar di atas bersama hujan. Hujan itu bercanda atau serius sih ?

Awalnya sih aku berpendapat bahwa bercanda itu buatku tertawa, tersenyum, bernuansa bahagia, seperti aku seringkali buat kau pembaca setia hidupku tertawa, tersenyum diseliputi malu. Sungguh romantis diriku, merayumu, menyela setiap senyumanmu dengan perasaan yang sepertinya sedikit agak kaku. Yah, itulah aku bukan Dia. Cinta pertamaku sebelum kamu, sayangku.

Serius

Malaikatku yang sering sok bercanda

Malaikatku yang sering sok serius

Setanku yang sering sok bercanda

Setanku yang sering sok serius

Dan itu aku menyukai Hujan

Dan kau beri aku Payung, maksudnya Apa ? kau ingin aku tak lagi serius dengan hujan, atau kau  malah bercanda bersama hujan ?

Atau dirimulah hujan yang selama ini mengakrabkanku dengan Malaikat dan Setanku ?

Ah.. bercanda.

Silahkan berfikir bahwa aku bercanda kepadamu, tapi aku serius. Serius yang di selimuti candaan dengan Malaikat dan Setan.

Serius, mereka ucap kali mem-bercandakanku denganmu. Guyonanmu hampir sama dengan mereka, terkadang aku dan hujan kesal dengan guyonan kalian. Hujan pun selalu bersedih jika kalian bercanda. Ini hati, bukan tempat wisata.

            Hujan sering kali memintaku agar mereka berhenti bercanda. Ya, aku berkata kepada hujan.

tenang, ini hanya candaan kok, sudah jangan menangis”.

ia pun berhenti menangis, dan kembali menyinari tempat ku berpijak. Ah indahnya. Itulah mengapa aku menyukai hujan, bukan hanya tangisannya yang membuatku tersenyum tapi pelangi yang dihasilkan oleh hujanku.

            Kamu bisa membantuku ? Mereka itu sebenarnya serius atau  tidak sih ? mereka terlalu labil untuk makhluk sekelas Malaikat dan Setan.Atau aku yang tidak bisa membedakan serius atau candaan mereka ? kurasa Tuhan pun ikut bercanda denganku. Atau jangan-jangan mereka berdua yang ikut dalam permainan Tuhan ini.

            Dua dimensi yang berbeda yang mana aku pernah merasakan menjadi malaikat itu seperti apa. Bosan, jenuh, datar mungkin ? tapi Asyik.

ah maaf aku bercanda.

Aku juga pernah menjadi setan. Posisi yang berada di sisi kiri Malaikat. mengAsyikan memang menjadi malaikat kiri, candaannya yang serius tanpa makna, dan keseriusannya yang dibalut candaan yang bermakna bukan apa-apa.

Dasar setan! dia itu mau serius apa engga sih !? . . .

            Hujan turun kembali, kali ini apa yang dilakukannya sampai menangis seperti itu ? agak deras sepertinya. Payung yang kamu berikan pun bergairah saat dia tahu akan berguna untuk pemiliknya. Dengan senyum dia bersiap, membantuku menghadapi tangisannya yang deras. Terima kasih atas  keseriusan mu yang telah memberikan ku payung ini.

Aku keluar dan disambut oleh nafas hujan yang sangat kencang. Dinginnn! Tapi tak sedingin sifatmu padaku. Pertengahan jalan aku bersenandung dengan lagu yang aku suka, kalau kamu sedang suka lagi yang mana ?

Ah maaf aku bercanda lagi.

Namun seketika aku berhenti di tengah jalan. Menikmati kesendirian ditengah hujan yang di candai oleh mereka. Seketika aku meminta maaf kepada sang hujan.

Aku lah setan dan malaikatNya.

            Aku tahu bahwa Tuhan benar-benar sedang bercanda. Mungkin Dia tertawa geli saat aku baru menyadari candaan nya, aku pun sedikit tertawa dibuatNya. Ternyata aku yang sering membuat hujan menangis. aku lah setan itu, dan aku juga malaikatnya. Tiga makhluk yang menyatu dalam satu dimensi.

            Tuhan ternyata membalut keseriusanNya dengan candaanNya. Aku baru sadar sekarang, ternyata Tuhan ingin bercinta denganku melalui setan dan malaikatNya. 

Ah . . . Sungguh romantis diri-Mu Tuhan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun