Mohon tunggu...
Asep Abdurrahman
Asep Abdurrahman Mohon Tunggu... Dosen - Hidup untuk berkarya dan berkarya untuk hidup

Motto: Membelajarkan Hidup dan Menghidupkan Belajar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pemilu dalam Catatan Pendidikan Karakter

13 Mei 2019   09:14 Diperbarui: 13 Mei 2019   17:52 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gelaran pemilu yang dilaksanakan serentak hampir satu bulan yang lalu, menyisakan sekelumit cerita menarik bagi sejumlah KPPS. KPPS sebagai tangan kepanjangan KPU, bertanggungjawab melaksanakan pemilu dengan jurdil dan luber. Bagi masyarakat, pemilu kali ini banyak menguras mental emosional dan fisik yang sangat melelahkan.

Menurut catatan KPU, pahlawan demokrasi yang meninggal sampai hari ini (CNN Indonesia, 4/5/2019) sudah mencapai 440 orang. Sementara KPPS yang menderita sakit 3.788 orang. Miris memang, melihat dan mendengarnya.

Ditengah-tengah berjatuhan korban KPPS, "elit politik yang tergabung 01 dan 02 sibuk mengawal suaranya masing-masing". Seolah-olah "lupa" terhadap tangisan keluarga KPPS yang meninggal karena kelelahan. Padahal, tanpa mereka pemilu tidak akan berjalan dengan baik.

Walaupun pihak KPU akan memberikan santunan bernilai puluhan juta rupiah, tetapi satu nyawa terlalu mahal untuk dinilai dengan uang. Maka wajar, sejumlah pihak banyak menyuarakan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelaksanaan pemilu.

Selain itu, pemilu kali ini banyak menuai korban. Mulai dari korban fisik, harga diri, persaudaraan, pertemanan, persahabatan, jabatan, sampai pada karakter saling ejek, nyinyir, membuly, dan memfitnah dengan cara menyebar berita hoaks.

Termasuk slogan pemilu yang jurdil dan luber itu, ternyata menciderai karakter bangsa Indonesia yang dikenal santun dan ramah.

Dinamika Pemilih 17 April
Hingar bingar perpolitikan bangsa Indonesia menjelang 17 April 2019, sudah terasa mulai tahun 2018. Ditahun 2018, penetapan Capres-Cawapres sudah dilakukan dan ditetapkan oleh KPU. Menariknya, jika kita tengok rangkaian panjang penetapan Capres-Cawapres, disatu pihak ada yang melalui ijtima ulama. Di pihak yang lain, ada yang mengisi momentum ijtima ulama.

Dari sini pun, masyarakat sudah mulai terbelah. Terlebih setelah penetapan nomor urut Capres-Cawapres. Situasi masyarakat semakin menjadi-jadi soal dukung mendukung. Aksi dukung mendukung dalam perkembangannya, tidak sedikit dilalui oleh masyarakat dunia nyata dengan saling bersitegang.

Tak mau mengalah. Masing-masing pihak ingin menang sendiri. Akhirnya menimbulkan bentrok fisik dan menimbulkan korban jiwa. Kondisi yang lebih bebas lagi, terjadi dalam dunia maya. Dalam dunia maya, hampir tiap hari kita temukan para nitizen mengupload deskripsi dan narasi paslon yang dijagokannya.

Disisi lain, ada pihak nitizen yang tersinggung atas statusnya. Akhirnya, perang statament-pun banyak ditemukan di media sosial. Tiap hari media sosial banyak ditemukan opini, foto, video bahkan berita yang menyudutkan pasangan calon tertentu.

Responnya sangat beragam. Ada yang memuji, netral, dan mengejek. Pada perjalanannya, musim politik, media sosial kebanyakan diisi oleh komentar yang miring. Satu pihak memuji. Dipihak lain menjelek- jelekan.

Kampret dan cebong menjadi kata pavorit yang banyak digunakan oleh nitizen yang kurang beradab. Belum lagi debat terbuka lewat group Whatsapp. Konten narasinya hampir sama dengan yang ada di media sosial. Sampai sekarang (5/4/2019), pasca 17 April masih terus berlangsung.

Hanya narasinya yang bergeser. Kalau sebelum 17 April narasi yang dibangun untuk kemenangan Paslonnya masing-masing. Sementara pasca 17 April, narasi yang dibangun banyak berkutat klaim kemenangan oleh kedua Capres-Cawapres. Ditambah lagi" isu kecurangan" dan RC (real count) serta QC (quick count) yang menjadi banyak pembahasan masyarakat dunia nyata dan dunia maya.

KPPS Vs Pendidikan Karakter
Menurut Undang-undang Pemilu No. 7 tahun 2017 pasal 59-62, tugas KPPS intinya melaksanakan pemungutan suara dan perhitungan suara disamping melaksanakan tugas dari KPU. Baik KPU Pusat, Provinsi, Kabutapaten/Kota, PPK, dan PPS.

KPPS dalam kerjanya, dibantu oleh enam anggota dan dua Linmas. Semua anggota KPPS dan Linmas, mempunyai tugas dan peran strategis masing-masing. Sebagai Linmas yang menjadi garda terdepan mengamankan dan memanggil pemilih, sudah pasti harus punya karakter sabar serta dalam menghadapi berbagai macam karakter pemilih.

Pemilih, pada saat mengantri duduk di bawah tenda karakternya memang sangat beragam. Ada yang memasang muka masam, menggerutu, Garuk-garuk kepala, santai sambil minum kopi/aqua, ngobrol sesama pemilih, anteng memainkan HP, dan protes keras terhadap KPPS lantaran ia tidak bisa menyalurkan hak pilihnyan dikarenakan ada KPPS yang kehabisan surat suara.

Aturan KPU, jika ada KPPS yang kehabisan surat suara, maka dialihkan ke TPS berikutnya atau sebelahnya. Namun, KPPS sebelahnya tidak bisa mengabulkan permintaan pemilih karena waktu pemilihan sudah menunjukan pukul 13.30 WIB.

Sontak, pemilih yang merasa dirugikan protes kepada Linmas dan ketua KPPS. Padahal menurut pengakuan pemilih, ia sudah ngantri sejak pagi hari. Sebagai KPPS, mencoba mengatur pemilih dengan segenap daya dan upaya yang dimilikinya.

Namun, ditengah-tengah protes berlangsung, KPPS tetap melangsungkan proses pemilihan suara karena pemilih yang tidak protes jauh lebih banyak daripada yang protes. Proses pemilihan suara terus berlangsung, sambil ditemani oleh petugas KPPS yang berjibaku dengan tugasnya masing-masing.

Dari mulai KPPS 01, 02, dan 03 sibuk menulis halaman depan suara. Sementara ketua KPPS berjibaku menanda tangani surat suara yang sudah ditulis oleh KPPS 02 dan 03, sambil diiringi penjelasan surat suara secara telaten kepada pemilih yang akan mencoblos dibilik suara.

Setelah mencoblos, pemilih dengan teliti memasukan surat suara ke kotak masing-masing, tentunya didampingi oleh petugas KPPS supaya tidak keliru memasukan surat suara. Dari sekian pemilih yang melakukan pungutan suara, setelah mencoblos banyak pemilih yang lupa mencelupkan jarinya ke tinta.

Beruntung petugas KPPS dengan dengan sigap memanggil pemilih untuk mencelupkan jarinya ke tinta sebagai tanda bukti bahwa ia sudah memilih. Tujuannya, agar tidak digunakan oleh pemilih yang tidak bertanggungjawab untuk memilih kembali.

Dengan kata lain, pemilih dipaksa untuk jujur pada dirinya. Karena, boleh jadi jika karakter jujur pemilih belum terbangun, bukan tidak mungkin ia akan melakukan kecurangan di tempat KPPS yang lain. Maka, KPU menyelipkan sisi pendidikan karakter kepada pemilih dan KPPS untuk jujur ketika melakukan tugasnya.

Tugas berat yang diemban KPPS, terbukti di lapangan membutuhkan stamina extra tinggi agar tetap fokus dan teliti mengawal proses kerja KPPS. Baik pada saat proses pemungutan suara maupun pada waktu proses perhitungannya.

Bagi KPPS, kedua-duanya membutuhkan semangat, ketelitian, kejujuran, kedisiplinan, keteraturan, kerapihan, dan pantang menyerah walaupun banyak kendala yang dilalui oleh KPPS. Mulai dari kendala fisik, cuaca, ngantuk berat, makan tak tenang sampai ibadah pun aga terburu-buru oleh tugas KPPS yang menanti untuk segera diselesaikan.

Setelah tugas KPPS selesai adalah tahap akhir yang menggembirakan bagi KPPS karena akan segera mengirimkan surat suara ke pihak kelurahan/desa untuk direkap secara berjenjang. Mulai dari Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kab/kota, Provinsi hingga nasional.

Semoga proses perhitungan yang dilakukan oleh KPU pusat maupun daerah dapat berjalan dengan aman dan lancar, ditengah-tengah gelombang politik yang menggempur keadaban masyarakat Indonesia. Selamat menanti proses perhitungan suara, tanggal 22 Mei 2019 yang menentukan. Salam keadaban dan perdamain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun